Pulau Kecil: Tempat Mahluk Mutan Sangihe

Penulis : Gilang Helindro

Biodiversitas

Selasa, 22 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Bajing kelapa Sangihe (Prosciurillus rosenbergii) dengan warna tubuh putih sepenuhnya menarik perhatian peneliti di kawasan Gunung Sahendaruman, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Hewan endemis ini ditemukan memiliki kondisi genetik langka, yaitu albino dan leucistic, yang membuat penampilannya mencolok dan berbeda dari individu normal.

William Christian Tutuarima, Community Facilitator Sangihe Site Burung Indonesia menjelaskan  kondisi albino dan leucistic merupakan mutasi genetik bersifat resesif. Artinya, kedua induk harus membawa gen pembawa sifat tersebut agar keturunannya menampilkan karakter albino atau leucistic. Hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor isolasi geografis yang umum terjadi di pulau-pulau kecil seperti Sangihe. "Dalam populasi kecil, proses evolusi berjalan lebih cepat dan peluang terjadinya variasi genetik yang langka seperti ini meningkat," kata William dalam laman resmi burung.org dikutip Senin 20 Juli 2025.

William menjelaskan bahwa albino dan leucistic merupakan dua kondisi genetik berbeda yang sama-sama disebabkan oleh mutasi gen yang memengaruhi produksi pigmen melanin. Hewan albino tidak memiliki pigmen melanin sama sekali, sehingga tampak putih dengan mata merah atau merah muda. Sementara itu, leucistic adalah kondisi berkurangnya pigmen warna, tetapi mata hewan tetap berwarna normal.

Di Gunung Sahendaruman, bajing kelapa albino dan leucistic ditemukan di wilayah Kampung Menggawa II dan Kampung Belengan. Keberadaan hewan putih ini, yang secara lokal dikenal sebagai tumpara, memunculkan beragam tanggapan dari masyarakat. Bagi generasi tua, bajing putih sering kali dianggap sebagai hewan mistis atau jelmaan manusia. Banyak yang meyakini bahwa pertemuan dengan hewan ini di dalam hutan membawa pertanda buruk, sehingga tidak jarang warga memilih menghindar atau mencari jalur lain.

Bajing kelapa sangihe versi albino di Kampung Menggawa II. Foto: Burung Indonesia/Rizki Sumaily.

Kata William, kepercayaan tersebut memberikan dampak positif terhadap kelestarian habitat. Karena dianggap keramat, kawasan hutan tempat bajing ini tinggal sering kali dijauhi aktivitas perusakan oleh masyarakat.

Meski terlihat unik dan kerap dianggap istimewa, hewan albino dan leucistic menghadapi tantangan hidup yang lebih berat dibandingkan individu normal. Warna tubuh yang terang membuat mereka lebih mudah terlihat oleh predator seperti ular, burung elang, dan burung hantu. Mereka juga lebih rentan terhadap paparan sinar matahari dan sering dikucilkan dari kelompoknya sendiri.

Penemuan bajing putih di Sangihe ini tidak hanya menarik dari sisi ilmiah tulis William, tetapi juga membuka ruang dialog antara pengetahuan tradisional masyarakat adat dan pendekatan konservasi berbasis sains. "Dengan perlindungan dan pemahaman yang tepat, spesies langka ini dapat terus bertahan sebagai bagian dari kekayaan hayati dan budaya di wilayah perbatasan Indonesia," katanya.

SHARE