Keluar Mulut Korporasi Sawit, Masuk Mulut Agrinas
Penulis : Kennial Laia
Sawit
Jumat, 18 Juli 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Penertiban kawasan hutan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dinilai merugikan masyarakat yang selama ini menjadi korban konflik lahan. Menurut pemantauan Walhi di 10 provinsi, agenda ini juga tidak mengutamakan pemulihan ekologis hutan yang rusak oleh aktivitas ilegal perusahaan sawit maupun hak masyarakat dan petani atas tanahnya.
Walhi mengungkap, selain menyita lahan perusahaan, Satgas PKH turut memasang patok penyegelan dan mengambil lahan milik masyarakat. Lahan ini kemudian diberikan kepada PT Agrinas Nusantara, tanpa mewajibkan analisis dampak lingkungan dan izin pelepasan kawasan hutan.
Pemalangan lahan masyarakat ini terjadi di Kalimantan Tengah. Setidaknya terdapat 127 perusahaan sawit dengan luas 849.988 hektare yang akan ditertibkan oleh Satgas PKH. Pantauan Walhi Kalimantan Tengah, satgas telah memasang plang di konsesi 16 perusahaan di kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan.
“Namun pemasangan plang itu tidak menghentikan aktivitas perusahaan. Kami juga menemukan, lahan masyarakat adat dan petani sawit kecil yang telah lama berkonflik dengan perusahaan sawit justru ikut disegel oleh Satgas. Padahal masyarakat adalah korban dari ekspansi ilegal perusahaan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah Bayu Herinata.

“Ini bukan penertiban, tapi pemutihan korporasi dan legalisasi kejahatan lingkungan oleh negara. Seharusnya negara hadir menyelesaikan konflik dan melakukan pemulihan lingkungan, bukan menjadi aktor utama pelanggar hukum dan perusakan lingkungan,” ujar Bayu.
Walhi Kalimantan Barat menemukan hal serupa. Satgas PKH diketahui telah menyegel empat konsesi perusahaan. Salah satunya PT Satria Multi Sukses di Landak, seluas 1.371 hektare. Namun perusahaan ini sendiri sedang berkonflik dengan masyarakat. Menurut Walhi Kalbar, masyarakat sempat menuntut perusahaan sawit tersebut untuk mengembalikan hutan lindung seluas 238,51 hektare yang diduga masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT SMS. menurut Walhi Kalbat, hutan lindung ini merupakan wilayah kelola masyarakat.
“Hingga kini belum ada informasi lebih lanjut mengenai tuntutan masyarakat terkait pengembalian hutan lindung yang menjadi wilayah kelola masyarakat,” kata Kepala Divisi Kajian dan Kampanye Walhi Kalimantan Barat Indra Syahnanda.
“Kami khawatir penertiban ini juga menyasar masyarakat di Kalimantan Barat, seperti yang saat ini telah terjadi di wilayah-wilayah lain,” ujarnya.
Dari Satgas PKH untuk Agrinas
Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian mengatakan lahan-lahan yang telah disita oleh Satgas PKH diserahkan kepada PT Agrinas Nusantara, tanpa mewajibkan analisis dampak lingkungan dan izin pelepasan kawasan hutan. Menurut Uli, agenda ini cenderung mencari keuntungan. “Sekarang berpindah ke PT Agrinas, yang jika dilihat di lapangan maupun pemberitaan, orang-orangnya didominasi oleh militer,” katanya.
Sejumlah konsesi yang telah diserahkan kepada PT Agrinas Nusantara antara lain lahan PT Duta Palma di kabupaten Bengkayang dan Sambas, dengan luas 137.626,01 hektare.
Di Sumatra Barat, Walhi mencatat sekitar 105 ribu hektare lahan telah dipasangi segel oleh Satgas PKH. Namun hingga kini, belum jelas untuk siapa sesungguhnya proses penertiban ini ditujukan.
Masyarakat mengalami pungutan paksa
Walhi mengungkap, PT Agrinas diduga melakukan pungutan paksa kepada masyarakat. Di Sumatra Utara, wilayah yang selama ini dikuasai PT Torganda, telah dilimpahkan kepada perusahaan pelat merah tersebut. Proses ini berlangsung secara tertutup dan tanpa disertai izin resmi pengelolaan kawasan hutan.
“Bahkan, muncul oknum yang mengatasnamakan Agrinas dan meminta upeti sebesar Rp400 per kilogram hasil panen sawit. Proses pemungutan ini dilakukan secara intimidatif terhadap kepala desa, dengan masuk ke wilayah desa menggunakan pakaian loreng dan membawa nama institusi tersebut. Tindakan ini menciptakan ketakutan serta tekanan psikologis di tingkat desa,” kata Direktur Walhi Sumatra Utara Rianda Purba.
Penyegelan tebang pilih
Penyegelan lahan yang dilakukan Satgas PKH dinilai tebang pilih, karena menertibkan kawasan yang selama ini telah diproteksi dan sedang dalam tahap penyelesaian konflik. Hal ini terjadi di Jambi, di mana terjadi penyegelan di wilayah tanaman industri seluas 280 hektare.
“Telah ada surat resmi dari PT Agrinas, dan masyarakat sedang menjalani proses sosialisasi terkait kerja sama dengan perusahaan tersebut. PT Agrinas menawarkan skema bagi hasil dengan proporsi 40% untuk masyarakat dan 60% untuk perusahaan. Namun, seluruh proses pekerjaan ditanggungkan kepada masyarakat, tanpa pembagian tanggung jawab yang adil,” kata Manajer Advokasi Kajian Kampanye dan Organisasi Rakyat Walhi Jambi, Ginda Harapan.
Ginda mengkritisi pendekatan militerisme dan hukum kepada masyarakat dalam penertiban kawasan hutan. “Satgas PKH gagal menempatkan diri sebagai alat korektif yang berpihak kepada rakyat,” ujarnya.
“Upaya koreksi harus dimulai dari pengakuan terhadap masyarakat sebagai pemilik sah kawasan yang telah mereka kelola secara arif selama puluhan bahkan ratusan tahun,” kata Ginda.
SHARE