Main Bongkar Paksa di KEK Mandalika
Penulis : Kennial Laia
Agraria
Rabu, 16 Juli 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Puluhan warung milik warga dibongkar paksa oleh aparat gabungan dan kelompok yang diduga sebagai preman bayaran di Pantai Tanjung Aan, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Penggusuran tersebut merupakan bagian dari pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, yang dikelola oleh perusahaan swasta PT Injourney Tourism Development Centre.
Menurut informasi yang diterima redaksi dari lapangan, terdapat 700 personel dan individu yang terlibat dalam pembongkaran paksa warga, termasuk polisi, TNI, dan Satpol PP. Selain itu ada juga kelompok yang mengklaim sebagai penyedia jasa keamanan investor bernama Vanguard serta orang-orang yang tidak dikenal yang diduga preman bayaran.
Ella Nurlaela, salah satu warga lokal mengatakan, pembongkaran paksa dimulai sejak pukul 08.00 WITA, Selasa, 15 Juli 2025. Menurut Ella, penggusuran ini juga didahului oleh intimidasi dari pihak Vanguard selama sebulan terakhir. Akibatnya, pada Senin, 14 Juli 2025, terdapat enam warung telah lebih dulu melakukan pembongkaran secara mandiri.
“Alasannya tidak sanggup menghadapi intimidasi dari pihak Vanguard,” kata Ella.

Menurut informasi yang dihimpun oleh Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) yang juga mendampingi warga di Tanjung Aan, penggusuran tersebut dimotori oleh orang-orang yang diduga preman bayaran. Pagar dan bangunan milik warga dikoyak dan dihancurkan. Setiap warga yang mencoba melakukan perlawanan diintimidasi dan bahkan satu orang warma pemilik warung “diamankan” dengan alasan membawa senjata tajam.
Terdapat 37 warung yang telah dibongkar secara paksa dari total 186 warung yang akan digusur selama tiga-empat hari ke depan. PP AGRA mengatakan, operasi tersebut akan dilakukan di tiga zona, yaitu Warung Tengah, Batu Kotak, dan Marese.
Pembongkaran tersebut menuai protes dan kekhawatiran warga yang telah telah lama menggantungkan penghidupan di sepanjang Pantai Tanjung Aan. Para pedagang, yang sebagian juga tinggal di warungnya, juga tidak menerima surat resmi pengosongan dari pihak perusahaan maupun pemerintah setempat.
Jika penggusuran terus dilanjutkan, tidak hanya 186 warung yang terancam, yang telah beraktivitas di lokasi tersebut selama lima hingga belasan tahun. Ribuan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di kawasan ini juga akan terganggu. Mulai dari pedagang dan pengelola warung atau cafe, bar, restoran, penyewaan perahu dan papan selancar, hingga tempat latihan selancar.
"Tukang parkir dan karyawan warung atau cafe rata-rata dua hingga 60 orang. Ada juga pedagang asongan. Sumber penghidupan masyarakat akan terganggu," kata Sekretaris Jenderal PP AGRA Saiful Wathoni.
“Situasi ini adalah tindakan brutal dan bar-bar yag ditunjukkan negara. Tidak ada sama sekali upaya pendekatan persuasif yang dilakukan sejak rencana penggusuran diterbitkan dalam bentuk surat perintah pengosongan yang diterbitkan oleh Vanguard sejak pertengahan Juni lalu,” kata Saiful.
“Yang dihadapi oleh warga pemilik warung setiap hari hanyalah pendekatan intimidatif,” ujarnya.
Salah satu warung milik warga yang dirusak oleh "preman bayaran" saat pembongkaran paksa di KEK Mandalika, Selasa, 15 Juli 2025. Dok. Istimewa
KEK Mandalika harus dievaluasi
Kawasan KEK Mandalika dikembangkan sejak 2014, dengan total luas 20.035 hektare, dan memiliki berbagai fasilitas mewah seperti hotel bintang lima dan sirkuit MotoGP. Menurut Saiful, pembongkaran paksa warung pedagang hari ini bukan yang pertama kali di KEK Mandalika. Modus penggusuran dan intimidasi menjadi bagian dari pembangunan infrastruktur sirkuit maupun hotel-hotel di dalam kawasan tersebut, katanya.
“Oleh sebab itu kami menilai bahwa pembangunan Mandalika sebagai kawasan pariwisata strategis nasional harus dievaluasi dan dihentikan mengingat tindakan-tindakan brutal yang terus dipertontonkan,” kata Saiful.
Saiful menyerukan penghentian penggusuran di pesisir Tanjung Aan. Dia mendesak agar pemerintah dan PT ITDC juga harus mengganti kerusakan dan kerugian yang diderita oleh warga.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut penggusuran tersebut sebagai perampasan tanah dengan dalih pembangunan KEK Mandalika. Dewi mencatat PT ITDC sendiri melakukan penggusuran dengan klaim telah mengantong Hak Pengelolaan Lahan atau HPL.
Dewi juga mendesak ITDC segera menghentikan upaya pembongkaran tersebut, dan mendesak gabungan aparat keamanan segera menarik diri dari lapangan. “Ini adalah perampasan tanah rakyat dengan dalih pembangunan, alih-alih pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.
“PT ITDC melanggar hukum, sebab mengabaikan hak-hak konstitusional masyarakat yang dijamin oleh Konstitusi dan undang-undang pokok agraria. Pada setiap prosesnya, pembangunan KEK Mandalika dijalankan dengan proses tertutup, manipulatif dan intimidatif kepada warga setempat sehingga menyebabkan konflik agraria dan perampasan tanah,” kata Dewi.
“Hadirnya Vanguard ini menunjukkan pemerintah Indonesia dan ITDC lepas tangan, membiarkan hak-hak rakyat digadaikan dan dihadapkan pada kelompok swasta yang tidak punya otoritas apa pun untuk melakukan land clearing,” tegas Dewi.
Foto udara sebagian area KEK Mandalika. Dok. kek.go.id
Kronologi penggusuran di Pantai Tanjung Aan
Menurut informasi yang dikumpulkan oleh PP AGRA di lapangan, Selasa, 15 Juli 2025, pembongkaran paksa warung milik warga di sepanjang pantai Tanjung Aan melibatkan 700 aparat dan individu termasuk polisi, TNI, pemerintah setempat, dan kelompok orang yang diidentifikasi sebagai preman bayaran. Berikut kronologi singkatnya:
Pukul 07.20 WITA - Ribuan petugas yang terdiri dari personel TNI, Polri, dan Satpol PP. terdapat juga perwakilan dari pemerintah daerah, PT ITDC, Vanguard, dan tim yang melakukan pemutusan listrik dari PLN. para pendaming warga juga mengidentifikasi sekelompok orang yang diduga preman bayaran. Mereka berkumpul di parkiran timur Pertamina Sirkuit Mandalika. Kelompok ini kemudian melakukan konvoi ke lapangan Batu Kotak.
Pukul 08.00 WITA - Kelompok yang diduga preman bayaran mulai merusak properti milik warga di Batu Kotak. Tidak ada perlawanan dari warga karena jumlah pasukan yang sangat besar. Kelompok ini juga dilengkapi dengan alat-alat seperti golok dan linggis.
Aktivitas penggusuran tersebut juga menyiapkan satu kompi pasukan huru-hara.
Perlawanan pertama terjadi di Warung Dona, saat pemiliknya mencoba bertahan. Di saat yang sama tim pendamping menanyakan legal standing penggusuran. Penggusuran terus terjadi ke warung berikutnya.
Perundingan antara pendamping warga di tengah penggusuran paksa warung milik warga di pesisir Tanjung Aan, Pulau Lombok. Dok. Istimewa
Di Warung Aloha, terjadi pembelaan dan perundingan antara pendamping dan pemilik warung dengan Kapolres dan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah. Di tengah perundingan sempat terjadi kericuhan karena pasukan tetap melakukan pembongkaran. Suami pemilik Warung Aloha, yang tidak diidentifikasi, terprovokasi saat seorang petugas merusak pagar warung.
Setelah perundingan, para pemilik warung diberikan tenggat waktu tiga hari untuk mengosongkan lokasi.
SHARE