Buntut Film Tambang Obi Tempo TV, Walhi Sampaikan 5 Tuntutan

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Rabu, 16 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara bersama perwakilan warga Kawasi menggelar aksi protes atas pemutaran film Ngomi O Obi yang diproduksi TV Tempo dan PT Harita. Aksi berlangsung pada Senin (14/7) pukul 16.30 di Studio 6 XXI Jatiland, Ternate.

Enam peserta aksi melakukan interupsi saat sesi diskusi film dengan membentangkan spanduk dan poster yang membantah klaim dalam film. Mereka menyebut dokumenter tersebut tidak merepresentasikan kenyataan kerusakan sosial-ekologis yang tengah terjadi di Kawasi, Pulau Obi.

“Film ini hanya alat propaganda korporasi dan oligarki, dibungkus dengan narasi pembangunan,” ungkap peserta aksi dalam siaran pers yang dikutip Selasa 15 Juli 2025.

Menurut Walhi, aktivitas PT Harita yang beroperasi di bawah proyek strategis nasional (PSN) telah menggusur hutan dan lahan warga serta menyebabkan pencemaran udara dan laut. Meski perusahaan menawarkan relokasi ke kawasan eco village, banyak warga Kawasi memilih bertahan di kampung asal karena tidak ingin kehilangan identitas dan ruang hidupnya.

Tangkapan layar aksi protes diskusi dan pemutaran film dokumenter berjudul "Yang Mengalir di Kawasi" diwarnai protes dari Koalisi Warga Kawasi untuk Keadilan Ekologis dan Sosial.

Pulau Obi sendiri disebut sebagai wilayah yang terisolasi dari informasi dan pengawasan publik. Warga yang kritis terhadap perusahaan dilaporkan kerap mengalami intimidasi, interogasi, dan kriminalisasi. Banjir dan bencana ekologis lainnya pun makin sering terjadi.

Aksi di XXI Jatiland berlangsung selama sekitar 10 menit sebelum akhirnya dibubarkan setelah terjadi ketegangan antara peserta aksi dan penyelenggara. Beberapa jam setelah aksi, sekitar pukul 23.45, lima orang yang mengaku dari Brimob Polda Maluku Utara mendatangi Kantor Walhi Maluku Utara. Mereka menanyakan maksud aksi protes. Namun karena datang di luar jam kerja, pertemuan tidak berlangsung dan memicu perdebatan.

Walhi menilai kedatangan aparat tersebut sebagai bentuk intimidasi dan tekanan terhadap aktivisme lingkungan serta ruang demokrasi. Keesokan harinya, pemutaran film kembali digelar di Gedung Rektorat Universitas Khairun. Akses pengamanan terlihat diperketat. Walhi dan warga Kawasi tidak diizinkan masuk. Aksi protes tetap dilakukan di luar gedung, dan dibubarkan 15 menit kemudian.

Menanggapi insiden tersebut, Walhi Maluku Utara dan warga Kawasi menyampaikan lima tuntutan utama. Mereka meminta Brimob Polda Maluku Utara untuk menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap ruang demokrasi, serta mendesak Kapolda Maluku Utara agar mengevaluasi dan menindak anggotanya yang bersikap represif dalam menangani aksi protes. Selain itu, aparat keamanan yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa dalam kegiatan di Universitas Khairun diminta bertanggung jawab atas tindakannya.

Walhi juga mendesak TV Tempo, PT Harita, dan institusi akademik terkait untuk menghentikan kampanye yang dinilai menyesatkan publik melalui film dokumenter Ngomi O Obi. Terakhir, pemerintah diminta melakukan audit menyeluruh secara independen dan transparan terhadap praktik pertambangan di Pulau Obi.

Walhi menegaskan bahwa perjuangan warga Kawasi adalah upaya mempertahankan ruang hidup dan hak atas lingkungan yang sehat, bukan sekadar penolakan pembangunan.

Produser Tempo TV: Ini bukan Karya Jurnalistik

Dony, Produser TV Tempo dan Penanggung jawab pemutaran film dan diskusi mengungkapkan ada dua film yang diputar pada 14 dan 15 Juli tersebut. Yang pertama film “Yang Mengalir di Kawasi”,  diputar pada 14 Juli 2025 di XXI Jatiland Mall, Kota Ternate. Film kedua adalah “Ngomi o Obi (Kami yang di Obi)” yang diputar di Universitas Khairun (Unkhair) pada 15 Juli 2025.

Dia mengatakan kedua film tersebut bukan karya jurnalistik. "Namun produk bisnis atau advertorial," ujar Dony saat dihubungi pada Rabu, 16 Juli 2025.

Dony mengungkapkan, sebagai penanggung jawab pemutaran dan diskusi film “Yang Mengalir di Kawasi”, pihaknya telah menyediakan ruang bagi peserta aksi untuk berdiskusi. Namun, ajakan untuk berdialog yang disampaikan di luar area XXI ditolak oleh peserta aksi. Alih-alih, peserta aksi  membentangkan spanduk sebagai bentuk protes. “Padahal kami sudah membuka ruang untuk berdialog,” katanya.

“Memang peserta aksi tidak diberi akses untuk melakukan aksi di dalam, tetapi kami tetap terbuka untuk diskusi. Tidak ada kekerasan yang terjadi di dalam ruang pemutaran,” ujarnya.

SHARE