UU Ciptaker, Inang Segala Kekerasan dalam PSN, Digugat ke MK
Penulis : Kennial Laia
Hukum
Sabtu, 05 Juli 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Organisasi masyarakat sipil bersama warga terdampak proyek strategis nasional (PSN) mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Peraturan yang juga disebut dengan ‘sapu jagat’ ini dinilai sebagai inang dari deretan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di berbagai lokasi pengembangan PSN selama 10 tahun terakhir.
Gugatan tersebut secara resmi dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi pada Jumat, 4 Juli 2025. Menurut tim kuasa hukum Koalisi Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) PSN, Edy Kurniawan Wahid, permohonan ini secara khusus mempersoalkan pasal-pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang memberikan legitimasi hukum terhadap kemudahan dan percepatan PSN.
“Selama 10 tahun pelaksanaan PSN, masyarakat telah mengalami kerugian yang luar biasa. Hal ini kemudian justru menimbulkan kerusakan lingkungan, penggusuran paksa, dan kriminalisasi terhadap warga negara,” ujarnya kepada media di Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025.
“Secara umum kami meminta agar para hakim mencabut semua pasal yang mengatur ketentuan-ketentuan PSN dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Pasalnya PSN ini telah memicu gelombang penggusuran besar-besaran pada sumber kehidupan masyarakat, dan diksi kemudahan dan percepatan ini telah menggerogoti kita sebagai negara hukum,” ujarnya.

Menurut Koalisi, pasal-pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja memberikan karpet merah pada sejumlah proyek yang dilabeli PSN. Seringkali hal ini berujung pada konflik agraria, perampasan tanah masyarakat adat, dan kriminalisasi warga.
Proyek-proyek yang dipersoalkan dalam uji materiil ini di antaranya Rempang Eco City di Batam, reklamasi PIK 2 di pesisir utara Jakarta, lumbung pangan dan energi di Merauke, Papua, serta pengembangan ibu kota nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Menurut Koalisi, proyek-proyek ini dijalankan dengan mengabaikan hak atas tanah, hak atas pangan dan gizi, partisipasi publik, serta keberlanjutan ekosistem.
Edy mengatakan pihaknya menyertakan bukti awal termasuk riset-riset dan temuan investigasi oleh organisasi masyarakat sipil dan pendamping warga yang kredibel. Menurutnya kerugiannya sangat besar. “Untuk proyek Rempang Eco City di seluruh pulau saja, kita perkirakan seluruh warga yang menghuni pulau terdampak dan jumlahnya mencapai 17.000 jiwa. Belum lagi proyek lumbung pangan di Merauke yang menggusur ratusan kampung-kampung adat.”
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLNHI) Muhamad Isnur mengatakan pihaknya mendampingi warga yang menjadi korban langsung dari proyek-proyek strategis nasional. Kekerasan yang dialami warga merupakan akibat langsung dari perubahan pasal maupun pasal tambahan sejumlah undang-undang untuk memuluskan PSN.
Isnur mengatakan, terdapat sembilan pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang akan diuji di Mahkamah Konstitusi. Diantaranya Pasal 3 huruf yang mengatur tentang kemudahan dan percepatan PSN; serta pasal 123 angka 2 huruf u yang mengubah ketentuan mengenai pengadaan tanah.
“Kita akan membuktikan (pasal-pasal) ini terbukti digunakan pemerintah dan aparat kepolisian, tentara, Satpol PP, dan perusahaan untuk melanggar hak asasi manusia. Dengan dalih PSN, mereka menghilangkan hak hidup warga, berani menggusur, dan menghilangkan hak lingkungan hidup warga,” katanya.
“Pasal-pasal ini secara prinsipil bertentangan dengan konstitusi. Walaupun undang-undang, tapi pasal dan isinya bertentangan dengan hak asasi manusia. Karena menghilangkan hak hidup, kepastian hukum, tempat tinggal yang layak, air dan udara bersih, serta keadilan.”
“Kami mohon kepada MK untuk tegakkan konstitusi batalkan dan cabut semua pasal-pasal yang memberi keistimewaan khusus kepada PSN. PSN adalah proyek siluman yang bersembunyi di balik strategis tapi menghilangkan perlindungan dan hak hidup warga negara,” katanya.
UU Ciptaker sumber kriminalisasi warga
Salah satu permasalahan menonjol dalam pengembangan PSN selama ini adalah maraknya kriminalisasi terhadap warga yang menolak. Menurut Edy, sejumlah pasal yang diuji dalam Undang-Undang Cipta Kerja menjadi sumber praktik kriminalisasi karena memberikan legitimasi hukum kemudahan dan percepatan PSN. “Dasar itulah yang menjadi tindakan polisi untuk melakukan kriminalisasi karena PSN dianggap sudah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja,” katanya.
Edy memberi contoh di Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016. Aturan ini mengatur kepolisian dapat melakukan mobilisasi pasukan untuk pengamanan PSN. “Maka terjadilah peristiwa kekerasan di Rempang pada September 2023, di mana terjadi pelanggaran HAM besar-besaran. Itu terjadi karena pengerahan kekuatan berlebihan oleh polisi,” katanya.
Menurut Edy, selama lima tahun terakhir episentrum kekerasan terjadi dalam kawasan pengembangan PSN, seperti proyek infrastruktur, perkebunan, dan kehutanan. “Jumlahnya meningkat, mencapai 50-70 persen dari segi jumlah korban, kekerasan, dan aktor. Datanya ada, dan kami sudah ajukan sebagai bukti.”
Menurut riset Kontras dan YLBHI, terdapat 79 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berkaitan dengan PSN. Hal ini terjadi di 22 provinsi selama periode 2019-2023, termasuk di Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Pada periode tersebut, setidaknya 101 korban terluka, 248 korban ditangkap, dan 64 korban mengalami kekerasan psikologis berupa intimidasi dari aparat. Namun jumlah sebenarnya di lapangan diperkirakan lebih tinggi.
Sementara itu untuk pelaku, riset tersebut mencatat tiga aktor pelanggar HAM di sektor sumber daya alam terkait PSN, yaitu institusi Polri (39 peristiwa), institusi pemerintah (30 peristiwa), dan institusi swasta (29 peristiwa).
Gugatan ini diajukan 21 pihak, diantaranya 13 individu termasuk warga terdampak dan Muhammad Busyro Muqoddas, akademisi dan Ketua PP Muhammadiyah Bidang HAM, Hukum, dan Kebijakan Publik. Sedangkan delapan organisasi masyarakat sipil kredibel yang turut dalam gugatan termasuk YLBHI, WALHI, JATAM, Trend Asia, Pantau Gambut, Auriga Nusantara, KIARA, dan FIAN Indonesia.
SHARE