PTPN IV Regional V Bantah Kriminalisasi Warga di Paser
Penulis : Gilang Helindro
Hukum
Kamis, 03 Juli 2025
Editor : Yosep SUPRAYOGI
BETAHITA.ID - PTPN IV Regional V unit Kebun Tabara membantah tudingan kriminalisasi terhadap sejumlah warga yang mengklaim sebagai pewaris lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Pihak perusahaan menegaskan, seluruh langkah yang diambil berkaitan dengan sengketa lahan dilakukan sesuai regulasi untuk menjaga aset negara.
Manager Kebun Tabara, Anwar Anshari, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa konflik bermula pada April lalu ketika sekelompok warga yang tergabung dalam LSM lokal meminta penghentian aktivitas perkebunan. Mereka mengklaim lahan di wilayah Lembok, Desa Pait, Sawit Jaya, dan Pasir Mayang sebagai tanah leluhur.
“Padahal, area tersebut sudah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan sedang dalam proses perpanjangan sertifikatnya,” kata Anwar, dikutip Rabu, 2 Juli 2025.
Ia mengungkapkan bahwa kelompok tersebut tidak hanya menyuarakan penolakan, tetapi juga menduduki lahan secara ilegal dengan membangun pondok-pondok di dalam area HGU milik perusahaan. Tindakan ini dinilai melawan hukum oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, yang kemudian mendorong aparat kepolisian untuk menindaklanjutinya melalui proses hukum. “Langkah hukum ini bukan kriminalisasi. Ini bagian dari tanggung jawab kami sebagai pengelola aset negara,” tegasnya.

Anwar juga menyampaikan bahwa saat ini PTPN IV masih memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang sah. Proses perpanjangan HGU seluas 7.167 hektare sedang berlangsung dan telah memasuki tahap Sidang Panitia B yang difasilitasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menurutnya, pihak perusahaan terbuka terhadap aspirasi masyarakat dan telah melakukan sejumlah diskusi serta sosialisasi jauh sebelum penangkapan terjadi. Namun, ia menekankan pentingnya menjunjung tinggi aturan hukum dalam menyikapi persoalan tersebut.
“Kalau tindakan hukum dibingkai sebagai kriminalisasi, lalu bagaimana dengan aktivitas pendudukan dan pemortalan lahan yang melanggar hukum? Tidak boleh ada pembenaran terhadap tindakan melawan hukum,” ujar Anwar.
Penolakan terhadap perpanjangan HGU kebun Tabara sendiri telah berlangsung selama delapan bulan terakhir oleh kelompok masyarakat di bawah naungan LSM Awa Kain Naket Bolum. Mereka sempat mengajukan surat ke BPN Kalimantan Timur agar perpanjangan HGU tidak diterbitkan, namun permintaan itu ditolak.
Hingga kini, proses hukum terhadap tiga orang terlapor dalam kasus pendudukan lahan di Afdeling VI dan VII masih berlangsung di Polres Paser dan memasuki tahap gelar perkara.
Sebelumnya, dalam pemberitaan betahita.id berjudul Kebun Sawit Plat Merah Main Kriminalisasi di Paser disebutkan dua orang warga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang diduga dilaporkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional V, yang sebelumnya dikenal sebagai PTPN XIII.
Dalam keterangan tertulisnya, Bony dari organisasi Sawit Watch menyayangkan tindakan intimidatif yang terus terjadi di wilayah perkebunan. Ia menyebut, kehadiran aparat kepolisian, pemanggilan terhadap saksi, hingga patroli di sekitar kebun dan permukiman warga telah menimbulkan tekanan psikologis yang besar bagi masyarakat.
“Hal ini tentu melemahkan semangat perjuangan warga. Seperti yang terjadi di Desa Lombok, Pait, Sawit Jaya, dan Pasir Mayang. Setidaknya dua warga telah ditetapkan sebagai tersangka, dan lainnya masih dalam pemeriksaan sebagai saksi,” kata Bony, dikutip Kamis 12 Juni 2025.
Bony menekankan bahwa aksi warga seharusnya dipahami sebagai bentuk perjuangan atas hak atas tanah mereka yang diduga dirampas tanpa proses pembebasan lahan yang sah oleh perusahaan milik negara. Ia mendesak agar penyelesaian konflik dilakukan melalui dialog terbuka, bukan jalur hukum yang berpotensi menekan masyarakat.
SHARE