Papua Barat, Negeri para Lobster

Penulis : Gilang Helindro

Biodiversitas

Minggu, 06 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Tim peneliti dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan sejawatnya di Berlin, Jerman, berhasil mengidentifikasi tujuh spesies baru lobster air tawar dari genus Cherax yang berasal dari wilayah Papua Barat. Temuan ini memperkuat posisi Papua sebagai kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi yang masih menyimpan banyak potensi belum tergali.

Penelitian ini dipublikasikan pada 6 Juni 2025 dalam jurnal Arthropoda dan merupakan hasil kolaborasi antara UGM, peneliti independen dari Jerman, serta lembaga riset di Berlin. Publikasi ilmiah berjudul Seven New Species of Crayfish of the Genus Cherax from Western New Guinea, Indonesia, menyoroti pentingnya wilayah Papua Barat dalam peta evolusi lobster air tawar.

Dosen Fakultas Biologi UGM sekaligus penulis kedua dalam studi ini, Dr. Rury Eprilurahman, menyebut bahwa spesies baru tersebut ditemukan di wilayah terpencil seperti Misool, Kaimana, Fakfak, dan Teluk Bintuni. “Lokasi-lokasi ini dikenal memiliki ekosistem air tawar yang masih relatif alami dan minim gangguan eksploitasi manusia,” kata Dr Rury dikutip Selasa, 1 Juli 2025.

Proses identifikasi dilakukan secara integratif dengan menggabungkan analisis morfologi dan filogeni molekuler berbasis gen mitokondria. Peneliti tidak hanya mengandalkan bentuk tubuh atau warna, tetapi juga membandingkan sekuens DNA untuk memastikan bahwa masing-masing lobster yang ditemukan merupakan spesies yang benar-benar baru.

UGM berhasil mengidentifikasi tujuh spesies baru lobster air tawar dari genus Cherax yang berasal dari wilayah Papua Barat. Dok: UGM

Sebagian besar spesimen yang dianalisis awalnya diperoleh dari perdagangan akuarium hias internasional. Spesies ini sempat beredar dengan nama-nama dagang seperti Cherax sp. “Red Cheek” atau Cherax sp. “Peacock”. Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan spesies eksotik, jika dikelola secara etis dan kolaboratif, juga dapat membuka peluang untuk eksplorasi keanekaragaman hayati.

Rury menambahkan bahwa peran komunitas pencinta hewan air turut berkontribusi penting dalam penelitian ini. Beberapa penghobi bahkan terlibat langsung dalam proses pencarian spesimen di lapangan, menjadi jembatan awal bagi riset ilmiah lebih lanjut.

Dari analisis genetik dan morfologis, ketujuh spesies baru ini dimasukkan dalam kelompok Cherax bagian utara yang sebelumnya telah mencakup puluhan spesies. Ciri khas setiap spesies, mulai dari pola warna hingga struktur capit dan rostrum, menjadi kunci dalam membedakan satu spesies dari yang lain. Sebagai contoh, Cherax arguni memiliki kombinasi warna biru gelap dengan belang krem dan capit dengan patch putih transparan.

Studi filogeni molekuler menunjukkan bahwa Cherax arguni merupakan kerabat dekat dari Cherax bomberai, dengan perbedaan genetik yang cukup signifikan. Analisis dilakukan dengan metode Bayesian dan Maximum Likelihood terhadap sekuens DNA mitokondria, yang digunakan sebagai penanda genetik dalam penentuan batas antarspesies.

Temuan ini semakin mengukuhkan pentingnya pendekatan genetik dalam taksonomi modern, terutama di wilayah tropis yang memiliki biodiversitas tinggi. Perbedaan signifikan pada sekuens DNA mitokondria menunjukkan bahwa proses isolasi evolusioner telah berlangsung lama, memperkaya keragaman spesies endemik Indonesia.

SHARE