Wacana Sentralisasi Izin Tambang: Dari Raja Kecil ke Raja Pusat

Penulis : Gilang Helindro

Tambang

Minggu, 29 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah menilai wacana pemerintah untuk mengalihkan kewenangan perizinan tambang galian C dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat sebagai langkah mundur dan berpotensi menambah konflik di tingkat lokal.

Diketahui, kebijakan sentralisasi sebelumnya telah melahirkan raja tambang pusat sementara desentralisasi memunculkan raja-raja kecil.

Koordinator JATAM Sulteng, Moh Taufik, menyebut rencana pengambilalihan ini merupakan preseden buruk dalam tata kelola sumber daya alam. Ia menilai perubahan kebijakan yang tidak konsisten justru memperburuk kondisi pengelolaan pertambangan, terutama sektor pasir dan batuan.

“Kembalinya kewenangan pemberian izin ke pusat akan membuka peluang carut-marut dalam pengelolaan tambang. Ini juga berpotensi menambah konflik antara perusahaan dan masyarakat karena izin bisa saja dikeluarkan secara serampangan tanpa mempertimbangkan kondisi di lapangan,” ujar Taufik, Kamis 26 Juni 2025.

Salah satu foto udara kondisi Tambang Galian C di Baluri, Kota Palu. Foto: Jatam Sulteng

Ia juga menyoroti menjamurnya tambang galian C di Sulawesi Tengah akibat lemahnya kontrol dari pemerintah pusat. “Pemerintah pusat cenderung hanya mempertimbangkan aspek administratif dalam pemberian izin. Ini akan memicu menjamurnya tambang tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan dan kondisi sosial masyarakat setempat,” katanya.

Berdasarkan data JATAM Sulteng, hingga tahun 2024 terdapat 73 Izin Usaha Pertambangan (IUP) pasir dan batuan di pesisir Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Rinciannya, 1 IUP eksplorasi seluas 48 hektare, 33 IUP operasi produksi seluas 682 hektare, dan 39 wilayah pencadangan (WIUP) seluas 1.056 hektare. Total luas wilayah tambang mencapai 1.786 hektare. Tahun 2023 menjadi tahun dengan penerbitan IUP terbanyak, yakni 34 izin.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan bahwa pengalihan kewenangan ke pemerintah pusat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mempercepat proses perizinan.

“Kami ingin memastikan proses perizinan berjalan lebih terintegrasi dan sesuai dengan rencana nasional. Pengalihan kewenangan ini juga agar tidak terjadi tumpang tindih antara kepentingan daerah dan nasional,” ujar Arifin dalam keterangan persnya pekan lalu.

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah pusat tetap akan mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial dalam penerbitan izin. “Evaluasi tetap dilakukan secara komprehensif, termasuk konsultasi dengan daerah serta penilaian dampak lingkungan dan sosial,” tambahnya.

JATAM Sulteng mengingatkan agar proses perizinan tidak sekadar efisien, tetapi juga adil dan partisipatif. Mereka mendesak pemerintah untuk melibatkan masyarakat secara bermakna dan memastikan perlindungan lingkungan dalam setiap keputusan terkait tambang.

SHARE