Negara cuma Lihat Kayu di Sipora - Walhi Sumbar

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Kamis, 26 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Pemerintah dinilai telah mengabaikan hak masyarakat adat dan mengesampingkan risiko kerusakan lingkungan dalam kebijakan eksploitasi sumber daya alam di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat menunjukkan bahwa pemerintah bersama perusahaan hanya memandang wilayah tersebut dari sisi nilai ekonomi kayu, tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan ekologis yang melekat.

“Dia hanya melihat kayu dan nilai ekonomi dari kayu. Dia melupakan ada aspek penting dari situ juga ada manusia dan makhluk hidup lainnya yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Tapi ini seperti tidak terlihat oleh negara, tidak terlihat oleh pemerintah,” ujar Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Barat, Wengky Purwanto, dalam diskusi virtual dikutip Rabu, 25 Juni 2025.

Menurut Wengky, pemerintah dengan mudah menerbitkan izin konsesi kayu dalam skala luas kepada perusahaan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Ia menyebut total luas konsesi yang telah diberikan meliputi wilayah yang signifikan, termasuk sebagian besar areal penggunaan lain (APL) di Pulau Sipora.

Lebih jauh, Wengky menekankan bahwa hutan bagi masyarakat adat Mentawai memiliki arti yang jauh lebih dalam dari sekadar sumber ekonomi. “Bagi orang Mentawai, hutan itu tidak hanya aspek ekonomi, dia juga bagian dari sumber penghidupan, tapi juga jati diri, identitas, dan memiliki nilai-nilai spiritual,” kata Wengky.

Tumpukan kayu bulat milik perusahaan pemegang izin akses SIPUHH di Pulau Sipora, Mentawai. Foto: Rus/YCMM

Ia juga menyoroti bahwa proses pengambilan keputusan terkait izin konsesi dilakukan tanpa melibatkan masyarakat adat yang tinggal di wilayah tersebut. Bahkan, sejumlah izin tumpang tindih dengan kawasan hutan adat yang telah diakui dan dikelola oleh masyarakat setempat. “Jadi hari ini pemerintah menerbitkan izin, tapi tidak pernah berdialog dengan masyarakat adat di Kabupaten Kepulauan Mentawai sebagai pemilik wilayah,” ungkap Wengky. “Lebih parahnya lagi, izin konsesi ini kemudian tumpang tindih dengan hutan adat yang sudah existing dipegang izinnya oleh masyarakat adat.”

Walhi menilai praktik tersebut mencerminkan pola pengelolaan sumber daya alam yang tidak partisipatif dan cenderung merugikan masyarakat lokal. Organisasi ini mendesak pemerintah untuk meninjau ulang seluruh izin konsesi di Pulau Sipora dan menjamin perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat yang selama ini menjadi garda terdepan pelestarian hutan.

SHARE