13 Perusahaan Sawit Main Babat Hutan Bengkulu
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hutan
Kamis, 19 Juni 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - 13 perusahaan perkebunan sawit terindikasi beraktivitas di dalam kawasan hutan secara ilegal tanpa persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH) di Bengkulu, menurut Genesis Bengkulu. Kelompok masyarakat sipil ini mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum mengambil tindakan nyata terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Genesis menyebut temuan perkebunan sawit milik perusahaan besar swasta di dalam kawasan tersebut terungkap berdasarkan hasil analisis spasial dan pengumpulan data mendalam, yang memperlihatkan bagaimana perusahaan-perusahaan itu secara terang-terangan melanggar hukum dan mempercepat laju deforestasi di provinsi ini.
Direktur Genesis Bengkulu, Egi Ade Saputra, mengatakan bahwa temuan Genesis ini menunjukkan praktik perusakan hutan oleh perusahaan-perusahaan ini bukanlah kasus yang kebetulan. Dia menyebut hal ini merupakan bentuk pelanggaran yang sistematis. Bukti kuatnya, adalah pengakuan tidak langsung perusahaan-perusahaan itu melalui keterlibatan mereka dalam pengajuan revisi kawasan hutan Provinsi Bengkulu pada 2019 lalu.
“Langkah itu mengindikasikan kesadaran mereka atas pelanggaran, sembari berupaya mencari jalan pemutihan atas aktivitas ilegal yang telah berjalan,” kata Egi, Rabu (18/6/2025).
Egi melanjutkan, dari 13 perusahaan tersebut hanya 8 perusahaan yang mengajukan penyelesaian melalui mekanisme Pasal 110 A dan B Undang-Undang Cipta Kerja, suatu bentuk pengakuan atas pelanggaran yang telah dilakukan. Mereka adalah PT Agro Nusa Rafflesia, PT Sandabi Indah Lestari, PT Agri Andalas Bengkulu, PT Alno Agro Utama, PT Mitra Puding Mas, PT Mukomuko Agro Sejahtera, PT Surya Andalan Primatama, dan PT Aqgra Persada.
Namun demikian, imbuh Egi, pengajuan ini bukan berarti pelepasan tanggung jawab begitu saja. Langkah administratif ini tidak menghapuskan kerusakan ekologis yang telah mereka timbulkan.
Lebih memprihatinkan, 5 perusahaan lainnya justru tidak menunjukkan itikad baik sama sekali karena belum mengajukan permohonan penyelesaian. Perusahaan-perusahaan ini seakan menganggap kawasan hutan sebagai lahan garapan pribadi tanpa konsekuensi.
Egi bilang, fakta ini adalah ujian nyata bagi komitmen pemerintah dalam menjaga hutan dan menegakkan hukum. Genesis Bengkulu, kata Egi, mendesak Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH) untuk segera mengambil tindakan tegas dengan memproses hukum semua perusahaan yang melakukan pelanggaran tanpa terkecuali.
Lebih jauh, Egi menyoroti absennya pengumuman resmi dari kementerian terkait soal perusahaan mana saja yang permohonannya diterima. Ketiadaan transparansi ini memperbesar risiko permainan kotor yang merugikan kepentingan publik dan keberlanjutan lingkungan.
“Kawasan hutan adalah benteng bagi keanekaragaman hayati dan penyangga kehidupan. Setiap hektare hutan yang dikorbankan untuk kepentingan korporasi yang rakus adalah pengkhianatan terhadap generasi masa depan,” katanya.
Egi menuturkan, mekanisme penegakan hukum terhadap korporasi melakukan kerusakan kawasan hutan sudah jelas disebutkan dalam Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2009, UU No. 18 Tahun 2013, KUHP dan Doktrin Pertanggung-jawaban Pidana Korporasi, Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2021, PP No. 22 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 8 Tahun 2021.
“Sekarang kita lihat apakah pemerintah berani menegakkan hukum tersebut terhadap para korporasi tersebut. Jika negara gagal bertindak, maka deforestasi akan terus meluas, bencana ekologis akan semakin sering terjadi, dan rakyatlah yang menanggung derita,” ucap Egi.
SHARE