Khianat Pemerintah kepada Raja Ampat

Penulis : Aryo Bhawono

Kelautan

Selasa, 10 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Akademisi dan organisasi pegiat lingkungan menyatakan pemerintah seharusnya mencabut semua pertambangan nikel di Raja Ampat. Menurut mereka, tindakan Kementerian ESDM menghentikan sementara operasi tambang PT Gag Nikel dan Kementerian LH melakukan peninjauan kembali izin lingkungan hingga menempuh langkah hukum pada empat perusahaan tambang di Raja Ampat tidak menunjukkan tata kelola pertambangan yang baik, terutama untuk melindungi pulau kecil.

Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan langkah penindakan usai melakukan pengawasan empat tambang nikel di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Mereka menyebutkan pertambangan nikel itu mengancam ekosistem Raja Ampat. 

Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq menyebutkan lembaganya telah mengawasi empat perusahaan, yakni PT Gag Nikel di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama (ASP) di Pulau Manuran, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Batang Pele, dan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) di Pulau Kawe. 

“KLH telah melakukan pengawasan langsung pada 26–31 Mei 2025 di empat perusahaan: PT GN, PT ASP, PT KSM, dan PT MRP,” ucapnya dalam konferensi pers pada Minggu (9/6/2025). 

Tambang nikel PT Kawei Sejahtera Mining di Raja Ampat. Foto: Auriga Nusantara/ Fajar Sandhika Negara

Keempat pulau tempat tambang nikel itu masuk dalam kategori pulau kecil. Pulau Gag memiliki luas 6.030,53 hektare (setara 60 kilometer persegi), Pulau Manuran seluas 746 ha (setara 7 km2), Pulau Batang Pele seluas 2.193 ha (setara 20 km2), dan Pulau Kawe seluas 5 ha (setara 0,05 km2).

Temuan pengawasan menunjukkan empat perusahaan tambang di Raja Ampat sudah terlihat melakukan kegiatan. Aktivitas tambang ini telah menimbulkan ancaman terhadap ekosistem Raja Ampat. Beberapa aktivitas bahkan sudah berdampak buruk. 

Tambang nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag Raja Ampat, Papua Barat Daya. Foto: Auriga Nusantara/ Fajar Sandhika Negara

Faisol menyebutkan beberapa tindakan yang akan dilakukan terhadap empat perusahaan di pulau-pulau kecil itu.

Pertama, PT GN. Perusahaan itu melakukan kegiatan di Pulau Gag yang seluruhnya masuk dalam kawasan hutan lindung. Persetujuan lingkungan perusahaan itu akan ditinjau kembali dan memerintahkan pemulihan atas dampak ekologis.

Kedua, PT ASP. Perusahaan itu  beroperasi di Pulau Manuran dan Waigeo. KLH menemukan pencemaran akibat settling pond yang jebol dan kegiatan di kawasan suaka alam. Kementerian akan memerintahkan peninjauan ulang izin lingkungan dan melakukan penegakan hukum pidana serta gugatan perdata.

Ketiga, PT KSM melakukan kegiatan di Pulau Kawe, pulau kecil yang berada di kawasan hutan produksi. Pengawasan KLH menemukan kegiatan di luar izin kawasan. Izin lingkungan perusahaan itu akan ditinjau kembali dan proses hukum akan dilakukan atas pelanggaran kehutanan.

Dan keempat, PT MRP. Perusahaan itu menjalankan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Batang Pele tanpa dokumen lingkungan dan tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). KLH menghentikan kegiatan perusahaan itu dan melakukan langkah hukum.

“KLH/BPLH juga akan menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat Daya berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang menempatkan perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai prioritas. Penanganan ini berlandaskan UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” kata dia.

Analisis citra satelit konsesi tambang nikel di Raja Ampat dengan kawasan Geopark Raja Ampat, Papua Barat Daya. Data: Auriga Nusantara 

Sementara analisis yang dilakukan oleh Auriga Nusantara menyebutkan setidaknya terdapat lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Selain PT GN, PT ASP, PT KSM, dan PT MRP terdapat PT Nurham di Pulau Waigeo dengan luas konsesi 3.000 ha. 

Semua konsesi ini, termasuk PT GN menindih kawasan coral. Risiko kerusakan lingkungan sangat besar karena meliputi darat dan perairan. 

Empat konsesi, selain PT GN, berada di dalam kawasan Geopark Raja Ampat, yakni kawasan yang memiliki keistimewaan berupa gugusan kepulauan karst di khatulistiwa. Keistimewaan geologis Raja Ampat berskala internasional dengan ditemukannya batuan tertua berusia 439 – 360 juta tahun yang lalu (Silur – Devonian) di Misool. Raja Ampat tersusun secara lengkap dan mewakili hampir sepersepuluh usia bumi.

Analisis citra satelit konsesi nikel PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Data: Auriga Nusantara

Juru Kampanye Auriga Nusantara, Hilman Afif, menyebutkan langkah Menteri Hanif itu belum cukup memastikan Raja Ampat aman dari tambang. Rencana dan langkah yang dilakukan baru sebatas kewenangan KLH saja.

“Yang dinantikan adalah tindakan pemerintah secara kesatuan. Artinya temuan, rencana, dan tindakan KLH ini harus dilanjutkan dengan tindakan dari kementerian lain, yakni Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) yang memiliki kewenangan pencabutan IUP (izin usaha pertambangan),” kata dia melalui telepon. 

Apalagi alasan Menteri Hanif merencanakan peninjauan ulang izin lingkungan hingga penegakan hukum pidana serta gugatan perdata atas perusahaan-perusahaan tambang di Raja Ampat itu salah satunya adalah keberadaan konsesi mereka di Pulau Kecil. Pertimbangan ini memiliki landasan hukum yang kuat sehingga izin tambang di pulau kecil merupakan pelanggaran UU No 1 Tahun 2014.

Makanya, demi tata kelola pertambangan baik, pemerintah harus konsisten dengan landasan hukum ini. 

“Tata kelola tambang yang baik itu harus taat perundangan, apalagi regulasi yang melindungi lingkungan,” kata dia.

Analisis citra satelit konsesi nikel PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawei, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Data: Auriga Nusantara

Ia khawatir jika rencana peninjauan ulang hingga penegakan hukum ini tidak diikuti dengan tindakan kementerian lain – berupa pencabutan IUP – maka pengawasan hanya isapan jempol belaka. Apalagi pada 5 Juni 2025 lalu Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, baru memutuskan penghentian sementara operasi PT Gag Nikel. 

Bahlil kala itu selalu mengedepankan alasan bahwa perusahaan itu telah memiliki perizinan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). 

“Yang dikhawatirkan itu penghentian hanya sementara. Atau kalau dihentikan lalu wilayah pertambangannya tetap diberikan ke perusahaan lain. Ini kan sama saja,” kata dia. 

Analisis citra satelit konsesi nikel PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manorom, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Data: Auriga Nusantara

Peneliti Pesisir dan Pulau Kecil Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate, Abdul Muthalib Angkotasan, menyebutkan pertambangan pulau kecil di Raja Ampat ini berisiko sangat tinggi bagi pulau kecil itu sendiri. 

Pulau kecil, kata dia, merupakan kawasan yang sensitif. Pertambangan ataupun usaha ekstraktif memiliki daya rusak besar terhadap wilayah ini dari daratan hingga lautan. Permukaan daratan sangat tipis jika dikupas sedimentasi berupa tanah dan lumpur akan melaju dengan cepat ke perairan. 

Dampak terhadap ekosistem perairan pun terjadi dengan cepat dan luas. Apalagi terdapat kandungan materiil daratan yang mengandung unsur kimia seperti nutrien (seperti nitrat dan silika) yang akan mengganggu biota ekosistem dan karang (coral). Pastinya coral akan mati dan berdampak pada organisme lain. 

“Ketika menteri datang dan mengatakan kondisi airnya jernih lalu menyebutkan bahwa kondisi baik-baik saja, tidak seperti itu melihatnya. Karena saat menteri datang material tersuspensi sudah mengendap. Coba kalau datang ketika hujan, keruh itu,” kata dia. 

Makanya pemantauan dampak lingkungan perlu kehadiran ahli lingkungan dan kelautan. 

Ia pun mengingatkan meski Pulau Gag jauh dari Geopark Raja Ampat, sekitar 35 km melalui perhitungan Google Earth, namun material tersuspensi berisiko menyebar hingga ke kawasan tersebut. Penyebaran ini dipengaruhi oleh angin dan arus. 

Analisis citra satelit konsesi tambang nikel PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Pulau Manyaifun dan Batang Pele, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Data: Auriga Nusantara

Hentikan semua tambang di semua pulau kecil 

Tambang di Raja Ampat hanya merupakan segelintir kasus yang mengemuka dan mendapat perhatian besar karena berada di destinasi wisata dunia. Ia mengingatkan pemerintah mesti bertindak tegas untuk mencabut izin-izin itu. Pencabutan izin ini kemudian harus dilakukan di semua pulau kecil di nusantara. 

“Larangan tambang di pulau kecil itu merupakan perintah UU Perlindungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang kemudian dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi. Pemerintah seharusnya mencabut izin itu karena tak taat aturan,” kata dia. 

Sejurus dengan Muthalib, Akademisi Kelautan dan Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado, Rignolda Djamaludin, mengungkapkan potensi kerusakan pulau-pulau kecil di kawasan timur Indonesia sudah menjadi perbincangan akademisi dan pegiat kelautan sejak ekspansi nikel dilakukan. Ia menyebutkan karakteristik kawasan timur Indonesia ini sangat rentan menghadapi aktivitas pertambangan. Ekosistem dan kondisi oseanografi akan mengalami kehancuran. 

Kekhawatiran ini pernah ia lontarkan ketika menjadi saksi ahli atas gugatan uji materi UU No 27 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) oleh perusahaan tambang nikel yang diajukan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) pada 2024 lalu. Mahkamah Konstitusi menolak gugatan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii itu dan menguatkan larangan pertambangan di pulau-pulau kecil.  

“Kami sudah melihat kehancuran akibat tambang, di pulau-pulau kecil maupun di pesisir pulau ukuran apapun di Indonesia. Kesaksian saya diterima oleh majelis MK. Makanya larangan menambang itu harus dipatuhi, pencabutan izin tambang di pulau kecil bersifat mutlak. Hanya kerakusan lah yang membiarkan izin itu tetap ada,” kata dia. 

Analisis citra satelit konsesi tambang nikel PT Nurham di Waigeo, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Data: Auriga Nusantara

Direktur Kelautan Auriga Nusantara, Parid Ridwanudin, menyebutkan pemerintah semestinya patuh pada hukum dengan mencabut IUP di pulau-pulau kecil. Kawasan ini seharusnya menjadi zona tanpa pertambangan. 

“Ini termasuk coral, karena kerusakannya akan mempengaruhi ekosistem,” kata dia.

SHARE