Investigasi: First Borneo Sedang Gusur Rumah Orangutan Jadi Sawit

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

SOROT

Kamis, 05 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Satu persatu pepohonan tumbang saat alat berat jenis ekskavator berkelir oranye merangsek maju di rerimbun hutan di Desa Senunuk, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar). Dalam hitungan jam, ekskavator yang berjumlah lima itu berhasil menggunduli berhektare-hektare hutan. Celakanya, hutan tersebut juga merupakan rumah atau habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus).

Seluruh aktivitas pembabatan hutan alam itu tertangkap kamera pesawat tanpa awak (drone) yang diterbangkan tim investigasi kelompok masyarakat sipil, yang melakukan pengamatan penebangan hutan alam di lokasi konsesi PT Equator Sumber Rezeki (ESR), pada 17 Maret 2025.

Juru Kampanye Yayasan Auriga Nusantara, Hilman Afif mengatakan, berdasarkan analisis spasial yang dilakukan, sepanjang 2021-April 2025, hutan alam yang hilang di areal perizinan usaha atau konsesi perkebunan sawit PT ESR luasnya mencapai 552 hektare. Deforestasi terbesar di konsesi ini terjadi pada Januari-April 2025, seluas 395 hektare.

Dari luas hutan alam yang hilang di konsesi PT ESR itu, sekitar 36 hektare di antaranya merupakan habitat orangutan kalimantan. Pembabatan habitat orangutan ini sebagian besar terjadi sejak Januari-April 2025.

Penampakan kondisi tutupan lahan di konsesi PT Equator Sumber Rezeki (ESR) di Kabupaten Kapuas Hulu, pada 5 Maret 2025. Sumber: Istimewa.

Pembabatan hutan alam itu diduga kuat terjadi untuk pembangunan kebun sawit. “Karena, kita juga menemukan adanya areal pembibitan sawit saat melakukan pengamatan lapangan di lokasi itu. Sepertinya areal hutan yang sedang dibabat ini siap ditanami,” kata Hilman, Rabu (4/6/2025).

Tim lapangan, lanjut Hilman, juga menemukan 19 sarang orangutan di lokasi konsesi PT ESR. Sarang-sarang tersebut ditemukan secara tidak sengaja di sekitar lokasi hutan yang digusur.

Peta sebaran deforestasi di PT ESR. Sumber: Auriga Nusantara.

Dilihat dari kondisinya, 3 sarang bertipe A (usia sarang paling lama 3 hari), 2 sarang tipe B (usia paling lama 1 pekan), 4 sarang tipe C (usia paling lama 2 pekan), 7 sarang tipe D (usia paling lama 3 pekan), dan 3 sarang tipe E (usia sekitar 1 bulan).

Penampakan salah satu sarang orangutan yang ditemukan di konsesi PT ESR. Foto: Istimewa.

Hilman mengatakan, populasi orangutan kalimantan, khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu, saat ini memang sedang mengalami tekanan. Sebab, penggusuran habitat satwa endemik Kalimantan itu juga terjadi di beberapa konsesi perkebunan sawit lainnya di Kapuas Hulu.

Menurut Hilman, penggusuran habitat orangutan itu setidaknya terpantau di konsesi PT Borneo Internasional Anugerah (BIA), dan PT Khatulistiwa Agro Abadi (KAA). Ironisnya, tiga perusahaan ini—PT ESR, PT BIA dan PT KAA— sama-sama berada di bawah bendera First Borneo Group.

Dalam periode yang sama, yakni 2021-April 2025, luas pembukaan hutan alam di PT BIA bahkan lebih besar, mencapai 2.918 hektare. Kejadian deforestasi terluas terjadi pada tahun lalu yang mencapai angka 2022 hektare. Sekitar 44 hektare dari hutan alam yang hilang itu merupakan habitat orangutan kalimantan.

Peta sebaran deforestasi di PT BIA. Sumber: Auriga Nusantara.

Adapun hutan yang hilang atau deforestasi di PT KAA, dalam periode itu luasnya sekitar 1.903 hektare. Meski bukan pembabat hutan terluas, tapi luas habitat orangutan yang hilang di PT KAA jauh melampaui dua perusahaan lainnya. Hutan alam habitat orangutan yang hilang di perusahaan tersebut mencatatkan angka 1.797 hektare.

Peta sebaran deforestasi di PT KAA. Sumber: Auriga Nusantara.

“Jadi kalau ditotal, hutan yang hilang di habitat orangutan kalimantan di tiga konsesi perusahaan itu luasnya sekitar 1.877 hektare,” ujar Hilman. Ia menyebut, luas habitat orangutan yang hilang akan semakin bertambah, bila tiga perusahaan tersebut masih melanjutkan pembukaan hutan alam di seluruh areal konsesinya.

Menurut hasil analisis, sampai dengan April 2025, hutan alam yang tersisa di konsesi tiga perusahaan First Borneo Group itu masih cukup luas, sekitar 29.557 hektare. Dengan rincian, di PT BIA sekitar 12.816 hektare, di PT ESR 9.240 hektare, dan di PT KAA seluas 7.521 hektare.

Kemudian, merujuk pada dokumen Strategi Rencana Aksi Konservasi Orangutan 2019-2029, luas habitat orangutan kalimantan yang berada di hutan alam tersisa di konsesi tiga perusahaan itu sebesar 17.636 hektare. Rinciannya, di PT BIA sebesar 8.006 hektare, di PT ESR 3.792 hektare, dan di PT KAA 5.839 hektare.

“Aktivitas deforestasi ini, sama saja dengan memunahkan orangutan kalimantan yang ada di dalam area konsesi tiga perusahaan itu,” kata Hilman.

Hilman mengungkapkan, operasi perusahaan perkebunan First Borneo Group ini mengancam habitat dua subspesies orangutan kalimantan sekaligus, yakni Pongo pygmaeus pygmaeus dan Pongo Pygmaeus wurmbii. Habitat Pongo pygmaeus pygmaeus berada di PT ESR dan PT KAA, sedangkan Pongo pygmaeus wurmbii tumpang tindih dengan konsesi PT BIA.

Tampak dari ketinggian dua unit alat berat jenis ekskavator tengah beraktivitas di dalam konsesi PT ESR. Sumber: Istimewa.

Lebih lanjut Hilman menjelaskan, konsesi tiga perusahaan First Borneo Group ini berada dalam 2 kantong habitat orangutan, yaitu Danau Sentarum - lower corridor, dan Siawan - Belida. Kantong habitat di Danau Sentarum – lower corridor diperkirakan menjadi rumah bagi 680 individu orangutan. “Sedangkan untuk kantong habitat Siawan – Belida masih belum ada angka pasti jumlah populasinya,” katanya.

Selain menggusur habitat orangutan kalimantan, PT BIA juga terindikasi beraktivitas di Kawasan Hidrologi Gambut (KHG). “Seluruh konsesi PT BIA ini berada di areal bergambut. Ada yang fungsinya budidaya, dan ada fungsi lindung,” kata Hilman.

Betahita sudah berupaya meminta konfirmasi dan tanggapan kepada pihak First Borneo Group, melalui head office-nya. Namun sampai artikel ini selesai ditulis, tidak ada respons apapun yang diberikan.

SHARE