Peluang Pemanasan Global Tembus 1,5°C sebelum 2030 sebesar 70%

Penulis : Gilang Helindro

Iklim

Minggu, 08 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Dunia menghadapi ancaman pemanasan global yang semakin nyata. Dalam laporan terbarunya bertajuk “WMO Global Annual to Decadal Climate Update 2025-2029”, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengungkap bahwa peluang suhu global melebihi ambang batas 1,5°C di atas tingkat pra-industri dalam periode lima tahun ke depan mencapai 70 persen.

Lebih mengkhawatirkan lagi, terdapat 80 persen kemungkinan bahwa setidaknya satu tahun antara 2025 hingga 2029 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, melampaui rekor suhu global pada 2024. Selain itu, kemungkinan bahwa satu tahun dalam periode yang sama akan melampaui kenaikan 1,5°C mencapai 86 persen.

Angka ini menunjukkan lonjakan signifikan dibanding laporan sebelumnya. Pada laporan WMO tahun 2023, peluang pemanasan lima tahun melebihi 1,5°C hanya sebesar 32 persen, dan naik menjadi 47 persen dalam laporan tahun 2024.

“Kita baru saja mengalami 10 tahun terhangat yang pernah tercatat. Sayangnya, laporan WMO ini tidak menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Artinya, dampak negatif terhadap ekonomi, kehidupan sehari-hari, ekosistem, dan planet kita akan semakin sering terjadi,” ujar Ko Barrett, Wakil Sekretaris Jenderal WMO dalam pernyataan resminya dikutip Rabu, 4 Juni 2025.

Hari-hari panas ekstrem yang didorong oleh perubahan iklim. Sumber Climate Central

Ia menegaskan pentingnya pemantauan dan prediksi iklim yang berkelanjutan guna mendukung pengambilan keputusan berbasis sains, terutama dalam upaya adaptasi terhadap perubahan iklim.

Laporan WMO juga mencatat bahwa setiap fraksi derajat pemanasan berdampak besar, termasuk meningkatnya gelombang panas ekstrem, curah hujan berlebih, kekeringan parah, pencairan es kutub dan gletser, hingga kenaikan permukaan laut.

Di Asia Selatan, kondisi lebih basah dari rata-rata diperkirakan akan terus berlanjut hingga 2029, kecuali pada 2023. Sementara itu, wilayah Arktik diperkirakan mengalami pemanasan lebih dari 3,5 kali lipat dibanding rata-rata global, dengan suhu musim dingin meningkat hingga 2,4°C dibanding periode dasar 1991–2020.

Prediksi curah hujan pada musim Mei hingga September menunjukkan tren basah di wilayah Sahel, Eropa Utara, Alaska, dan Siberia Utara. Sebaliknya, wilayah Amazon diperkirakan akan mengalami kekeringan, dan konsentrasi es laut terus menurun di Laut Barents, Laut Bering, serta Laut Okhotsk.

Peter Thorne, Direktur ICARUS Universitas Maynooth, menegaskan bahwa pemanasan akan terus berlanjut selama emisi gas rumah kaca tidak ditekan.

“Fakta bahwa peluang pemanasan lima tahunan melebihi 1,5°C kini mencapai 70% mencerminkan bahwa kita makin dekat ke ambang batas kritis yang dicatat IPCC. Tapi ini bukan alasan untuk menyerah—justru saatnya menggandakan upaya mitigasi,” tegasnya.

Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), ambang batas suhu global didasarkan pada rata-rata selama 20 tahun. Kenaikan suhu sementara yang lebih sering menunjukkan bahwa bumi kian mendekati titik kritis 1,5–2°C.

WMO memperkirakan pemanasan rata-rata global untuk periode 2015–2034 mencapai 1,44°C—hampir menyentuh ambang batas Perjanjian Paris yang ditetapkan pada 2015, di mana negara-negara sepakat untuk membatasi pemanasan global di bawah 2°C dan berupaya keras agar tidak melampaui 1,5°C.

SHARE