Buntut Tragedi Gunung Kuda, Tambang di Jabar Harus Direformasi

Penulis : Gilang Helindro

Tambang

Selasa, 03 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat meminta dilakukannya reformasi tata kelola pertambangan dan menyatakan keprihatinan mendalam atas insiden longsor tambang di Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon. Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, menyebut tragedi ini sebagai bukti nyata buruknya tata kelola pertambangan di Jawa Barat dan lemahnya pengawasan pemerintah.

“Gunung Kuda bukan satu-satunya (tempat) insiden yang memakan korban jiwa. Ini menunjukkan bahwa praktik tambang di Jawa Barat masih abai terhadap standar keselamatan, sementara pengawasan dari pemerintah sangat lemah,” kata Iwang, seperti dilansir antaranews dikutip Senin, 2 Juni 2025.

Iwang menekankan, meskipun tambang Gunung Kuda memiliki izin resmi, praktik di lapangan justru menunjukkan penyimpangan serius. Ia menduga dokumen perizinan seperti AMDAL, RKL, dan RPL hanya dijadikan formalitas, tanpa implementasi yang nyata.

“Perizinan seharusnya menjadi pedoman operasional, bukan sekadar syarat administratif. Ketika praktik tambang tidak sesuai dengan dokumen, pemerintah seharusnya bertindak tegas, bukan menunggu hingga jatuh korban,” tegasnya.

Tim Inspektur Tambang Terus Lakukan Verifikasi Lapangan Longsor Cirebon. Foto: Istimewa/esdm.go.id

Sementara itu, Tim IT Ditjen Minerba masih melakukan verifikasi penyebab longsor di lokasi bencana, bekerja sama dengan Basarnas, BPBD Cirebon, TNI/Polri, dan aparat setempat. Menurut Dwi Anggia, Juru Bicara Kementerian ESDM melalui keterangan resminya mengatakan, tim juga menggunakan drone untuk menilai kondisi lereng dan potensi longsor susulan.

Tambang yang dikelola oleh Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Azhariyah itu memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 9,16 hektare yang diterbitkan pada November 2020. Namun, berdasarkan hasil verifikasi Tim Inspektur Tambang (IT) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), ditemukan berbagai ketidaksesuaian di lapangan, termasuk penggunaan alat berat tidak sesuai spesifikasi dan jam kerja yang melebihi batas tanpa pengawasan.

Menanggapi tragedi ini, Gubernur Jawa Barat telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan IUP milik Kopontren Al-Azhariyah melalui Surat Keputusan Gubernur tertanggal 30 Mei 2025.

Walhi Jabar mencatat bahwa pasca penerbitan regulasi baru Kementerian ESDM mengenai Wilayah Pertambangan dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), aktivitas tambang ilegal meningkat tajam di wilayah selatan Jawa Barat seperti Garut, Sukabumi, Cianjur, dan Pangandaran. Eksploitasi liar ini mengancam kawasan ekologi penting seperti pegunungan dan area resapan air.

“Kami sudah lama menyarankan agar tambang di Gunung Kuda dihentikan dan dilakukan reforestasi. Kawasan ini menyimpan fungsi ekologis penting sebagai resapan dan sumber cadangan air masyarakat,” ujar Iwang.

Ia menegaskan bahwa tanggung jawab atas tragedi ini tidak hanya berada di tangan pelaku usaha, tapi juga pemerintah yang gagal menjalankan pengawasan dan penegakan hukum.

“Regulasi kita sebenarnya sudah memadai, tapi tidak dijalankan dengan konsisten. Penegakan sanksi lemah, dan banyak pelanggaran dibiarkan,” tambahnya.

Sebagai langkah perbaikan, Walhi Jabar mendesak dilakukannya reformasi menyeluruh tata kelola pertambangan di Jawa Barat. Langkah-langkah yang diusulkan meliputi evaluasi menyeluruh terhadap perizinan yang telah terbit, penguatan kapasitas pengawasan, serta pelibatan aktif masyarakat dalam pemantauan dan perlindungan lingkungan hidup.

"Tragedi Gunung Kuda menjadi peringatan keras akan pentingnya penataan ulang sektor pertambangan demi keselamatan manusia dan keberlanjutan lingkungan," ujarnya.

SHARE