Polisi Diduga Kriminalisasi 27 Warga Adat Maba Sangaji

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Selasa, 20 Mei 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Polisi melakukan penangkapan paksa dan kekerasan terhadap warga Masyarakat Adat Maba Sangaji di Halmahera Timur, Maluku Utara karena menolak tambang pada Jumat (16/5/2025). Organisasi masyarakat sipil mengecam aksi polisi yang menggunakan tuduhan premanisme terhadap warga Maba Sangaji. 

Masyarakat bersama kelompok masyarakat sipil berencana melakukan aksi di depan Markas Polda Maluku Utara untuk merespon tindakan terhadap warga tersebut pada hari ini.

Penangkapan dan tindak kekerasan aparat ini dilakukan di tengah protes terhadap perusahaan tambang nikel PT Position. Perusahaan itu merangsek ke hutan dan merusak sungai di balik kampung Maba Sangaji. Warga tak hanya ditangkap tapi juga mengalami tindakan represi hingga penganiayaan saat proses pemeriksaan oleh polisi dari Kepolisian Daerah Maluku Utara.

Aksi warga dimulai pada Kamis (15/5/ 2025), sebanyak 30 warga Maba Sangaji berangkat ke lokasi penambangan PT Position di Hutan Maba Sangaji untuk melakukan protes atas aktivitas tambang nikel yang merusak lingkungan. Pada hari berikutnya, Jumat (16/5/2025), warga bersama pemangku adat menggelar aksi keberatan atas kerusakan Hutan Adat Maba Sangaji dan Sungai Sangaji di Kabupaten Halmahera Timur.

Aksi demonstrasi menuntut pembebasan masyarakat adat Maba Sangaji di Polda Maluku Utara. Foto: Jatam

Namun pada tengah hari, sebanyak 27 warga Maba Sangaji ditangkap oleh aparat kepolisian saat menghentikan aktivitas pertambangan di kawasan hutan adat. Penangkapan dilakukan dengan pengerahan polisi berseragam coklat, brimob, anggota TNI, satpam, dan karyawan perusahaan yang mengepung warga dengan tuduhan aksi premanisme. 

Pada Minggu (18/5/2025) sebanyak 27 warga yang telah ditangkap berada di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara, di Ternate. Padahal jarak Kecamatan Maba dengan Ternate menempuh perjalanan hingga 6 jam.  

Pada Senin (19/5/2025), dari 27 warga yang ditangkap 11 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara. Mereka menyebutkan warga membawa senjata tajam dan melakukan tindakan premanisme. 

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Maluku Utara, Julfikar Sangaji, menyebutkan puluhan masyarakat adat Maba Sangaji ditangkap ketika menuntut perusahaan hengkang dari wilayah mereka, bukan preman. Polisi menuduh warga 

“Ini narasi sesat. Artinya, polisi sedang membangun narasi bahwa masyarakat adat Maba Sangaji adalah preman. Ini merupakan tindakan kriminalisasi brutal yang dilakukan oleh negara melalui tangan-tangan aparat kepolisian terhadap warga yang tengah memperjuangkan ruang hidupnya dari ancaman perampasan,” ucapnya melalui rilis pers yang diterima pada Senin (19/5/2025).  

Protes warga Maba Sangaji ini merupakan bentuk penolakan perampasan tanah adat oleh anak usaha PT Position, anak perusahaan Harum Energy Tbk. Perusahaan itu telah melakukan pengkaplingan hutan yang menjadi sumber kehidupan masyarakat adat Maba Sangaji, tanpa adanya konsultasi atau kesepakatan yang sah. 

Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Jatam Nasional, Muh. Jamil, menyebutkan aksi warga menghentikan aktivitas tambang adalah bentuk pembelaan hak yang dijamin oleh konstitusi, bukan tindakan kriminal seperti yang dituduhkan pihak kepolisian. Hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alamnya telah dijamin dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya. 

Selain itu, Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

“Perlindungan terhadap hak atas lingkungan juga diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperjuangkan hak tersebut tanpa takut dikriminalisasi,” kata dia.

PT Position Renggut Hak Hidup Warga Adat Maba Sangaji 

Data Minerba One Map Indonesia (MOMI) milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan perusahaan ini mengantongi SK No 61/1/IUP/PMA/2017 Sejak Desember 2017 dan telah memasuki tahapan operasi dengan luas konsesi 4.017 hektare.

Warga Maba Sangaji sendiri menolak kehadiran perusahaan itu. Perusahaan tambang nikel ini beroperasi tanpa ada sedikitpun persetujuan dari masyarakat serta beroperasi tanpa melibatkan masyarakat dalam proses pra-perizinan. 

Hutan, bagi masyarakat adat Maba Sangaji, bukan cuma sekadar lahan dengan pepohonan keras yang rimbun. Hutan merupakan sumber kehidupan dan identitas warga sebagai masyarakat adat Maba Sangaji.

Perusahaan milik Kiki Barki ini telah merusak hutan pala Sangaji dan Sungai Sangaji yang selama ratusan tahun telah menjadi sumber kehidupan masyarakat. Kerusakan pada sungai besar akibat aktivitas perusahaan tersebut juga meluas ke anak sungai seperti Sungai Kaplo, Sungai Tutungan, Sungai Semlowos, Sungai Sabaino, dan Sungai Miyen. 

Akibatnya, masyarakat kehilangan akses terhadap sumber penghasilan dan sumber pangan seperti ikan, udang, serta sumber protein lainnya. Bencana banjir bandang yang semakin sering terjadi akibat kegiatan perusahaan yang menghancurkan bentang alam hutan adat Maba Sangaji.

Rusda Khoiruz dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) mengecam keras keterlibatan aparat negara (TNI-Polri) dalam praktik intimidatif dan represif terhadap masyarakat adat yang sedang memperjuangkan hak konstitusionalnya. 

“Kami memandang peristiwa ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia, bentuk pembungkaman terhadap hak atas tanah, dan pelecehan terhadap adat istiadat lokal,” ucapnya melalui rilis pers. 

Mereka pun mendesak penghentian segala bentuk kriminalisasi terhadap warga adat Maba Sangaji. Seluruh warga yang ditahan secara sewenang-wenang dan mencabut status tersangka.

Pemerintah harus menghentikan dan mencabut IUP PT Position yang telah merusak lingkungan dan mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat.

Mereka juga mendesak penyelidikan independen atas tindakan represif aparat kepolisian yang bertentangan dengan prinsip HAM dan demokrasi. Aksi masyarakat adat Maba Sangaji bukanlah bentuk premanisme, melainkan upaya mempertahankan hak yang sah. 

SHARE