Dugaan Korupsi Tambang Anak Grup Harita Dilaporkan ke Kejagung
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tambang
Selasa, 20 Mei 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau Kecil (TAPaK) mengungkapkan dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus pertambangan ilegal PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Dugaan tersebut didasarkan dari tetap beroperasinya anak usaha Harita Group tersebut, meski dinyatakan ilegal berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dugaan korupsi tersebut dilaporkan kuasa hukum Jatam dan TAPaK ke Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 14 Mei 2025. Pelaporan tersebut sebagai upaya mengungkap dugaan keterlibatan sejumlah lembaga negara dalam memberikan perlindungan terhadap operasi PT GKP, termasuk Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), serta aparat kepolisian.
Dalam sebuah rilis, kelompok masyarakat sipil itu menyebutkan, berbagai petunjuk memperlihatkan bahwa meskipun izin PT GKP telah dicabut, dan aktivitasnya dinyatakan ilegal, perusahaan itu masih membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP), seolah-olah kegiatan perusahaan tambang nikel itu sah. Hal ini dianggap mengindikasikan kemungkinan perusahaan tetap beroperasi tanpa hambatan hukum.
Serangkaian gugatan hukum telah diajukan oleh warga dan berhasil dimenangi, yang semakin menegaskan bahwa aktivitas PT GKP tidak memiliki dasar hukum. Salah satu putusan paling penting adalah Putusan Mahkamah Agung No. 403 K/TUN/TUF/2024, yang membatalkan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT GKP, sehingga perusahaan tidak lagi memiliki hak legal untuk beroperasi di wilayah tersebut.

Selain itu, warga juga berhasil memenangi dua gugatan uji materiil terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021, yaitu melalui Putusan Mahkamah Agung No. 57 P/HUM/2022 dan No. 14 P/HUM/2023, yang membatalkan semua alokasi ruang untuk pertambangan di wilayah tersebut. Dengan adanya putusan ini, Kabupaten Konawe Kepulauan secara resmi menjadi daerah dengan nol alokasi tambang, yang berarti setiap aktivitas pertambangan di sana adalah ilegal.
Kemenangan warga semakin diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023, yang secara tegas menolak upaya PT GKP untuk mengubah undang-undang agar bisa melanjutkan operasinya. Putusan ini menegaskan bahwa pulau kecil memang harus dilindungi dari eksploitasi pertambangan demi kelestarian ekosistem dan kesejahteraan masyarakat. Namun, meskipun telah ada berbagai putusan hukum yang jelas, PT GKP tetap beroperasi tanpa dasar hukum, menunjukkan adanya dugaan pembangkangan hukum yang didukung oleh pihak-pihak tertentu dalam pemerintahan.
Dugaan kerugian negara dan indikasi korupsi yang disponsori negara
Kelompok masyarakat sipil menguraikan, berdasarkan data yang diperoleh dari warga dan analisis singkat koalisi, hingga Mei 2025, tercatat terdapat 116 kapal tongkang berkapasitas 8.000 ton yang telah mengangkut nikel dari area pertambangan ilegal PT GKP, dengan total produksi mencapai 928.000 ton nikel.
Jika dikalkulasikan berdasarkan standar harga acuan Bank Dunia, kerugian negara akibat ekspor ilegal ini diperkirakan mencapai Rp261-Rp276 triliun, jumlah yang sangat besar dan seharusnya masuk dalam pendapatan negara jika perusahaan beroperasi secara sah.
Selain kerugian ekonomi, aktivitas pertambangan ilegal PT GKP juga menyebabkan deforestasi besar-besaran. Data satelit menunjukkan bahwa pada 2024 dan 2025, deforestasi di wilayah operasi PT GKP meningkat drastis, dengan luas masing-masing 62,66 hektare dan 188,94 hektare. Hal ini mengancam keseimbangan ekosistem dan sumber daya air yang menjadi bagian vital dari kehidupan masyarakat Wawonii.
Ironisnya, meskipun berasal dari aktivitas ilegal, PNBP dari PT GKP tetap diterima oleh negara. PT GKP juga diduga menyembunyikan informasi terkait operasinya dalam laporan keuangan Harita Group, sehingga menghindari transparansi publik tentang jumlah produksi dan pendapatan dari aktivitas pertambangan ilegal. Fakta ini menunjukkan adanya kemungkinan besar praktik korupsi dan manipulasi data untuk mempertahankan operasional perusahaan, yang berkontribusi pada perusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal.
Yulianto Behar Nggali Mara dari tim kuasa hukum TAPaK, mengatakan, Pulau Wawonii merupakan identitas dan ruang hidup bagi 42.683 jiwa manusia dan juga merupakan ekosistem penting bagi makhluk lainnya. selain itu, pulau kecil sesungguhnya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, jelas menyatakan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak boleh ditambang.
“Kami menyerukan kepada Kejaksaan Agung untuk mengambil langkah tegas untuk menindak, menghentikan, menangkap dan memproses hukum para pihak yang terkait praktik korupsi sumber daya pertambangan di Pulau Wawonii,” kata Yulianto, dalam sebuah rilis, Kamis (15/5/2025).
Fikerman Saragih, juga dari tim kuasa hukum TAPaK, berpendapat bahwa Kejaksaan Agung wajib mengusut dugaan keterlibatan pihak-pihak yang membiarkan atau bahkan mendukung pelanggaran hukum ini. Penyelidikan yang transparan dan independen diperlukan demi memastikan bahwa tidak ada kepentingan tertentu yang sengaja mempertahankan aktivitas ilegal PT GKP dan demi keselamatan rakyat dan keberlanjutan ekosistem pulau kecil di Indonesia.
“Kejaksaan Agung tidak boleh tunduk kepada PT GKP yang jelas telah melakukan pelanggaran hukum perusakan lingkungan,” katanya.
Dalam pernyataan tertulisnya, Jatam dan TAPaK mendesak Kejaksaan Agung harus segera bertindak untuk menghentikan aktivitas ilegal yang dilakukan oleh PT GKP, dan menyelidiki dugaan korupsi yang memungkinkan eksploitasi ini terus berlangsung.
“Kami mendesak Kejaksaan Agung segera melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik korupsi terkait operasi ilegal PT GKP,” kata Muh. Jamil, dari Jatam.
Jamil melanjutkan, seluruh lembaga negara yang diduga melindungi PT GKP harus diusut, termasuk kementerian terkait dan aparat kepolisian. Selanjutnya, Harita Group harus bertanggung jawab atas aktivitas ilegal yang dilakukan oleh anak usahanya dan membuka transparansi penuh terhadap operasinya.
“Segera hentikan semua aktivitas tambang ilegal di Wawonii dan pulihkan kembali lingkungan yang telah dirusak. Kami mengajak seluruh masyarakat, akademisi, aktivis, dan media untuk turut mengawal kasus ini agar hukum ditegakkan secara adil dan transparan,” kata Jamil.
PT GKP klaim beroperasi secara sah
Terpisah, Manager Strategic Communication PT GKP, Hendry Drajat, mengatakan PT GKP telah memiliki perizinan lengkap dan sah berdasarkan ketentuan di bidang pertambangan, termasuk RKAB, IUP, IPPKH, hingga izin teknis lain pendukung kegiatan produksi. Seluruh perizinan ini hingga sekarang masih aktif, dan tentu telah melewati verifikasi dan persetujuan berjenjang dari tingkatan daerah sampai nasional oleh kementerian/lembaga terkait.
“Selama kami masih aktif beroperasi, maka kami memiliki tanggung jawab untuk memastikan kegiatan operasional PT GKP tetap berjalan sesuai dengan regulasi dan kaidah good mining practice. Termasuk kewajiban kami dalam berkontribusi ke negara, baik melalui pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Tentunya PNBP juga masuk di dalamnya,” kata Hendry, Sabtu (17/5/2025).
Hendry melanjutkan, PT GKP menghormati setiap aspirasi dan dinamika yang berkembang di masyarakat, termasuk desakan maupun pelaporan yang disampaikan oleh kelompok masyarakat sipil ke Kejaksaan Agung.
Terkait tudingan adanya perlindungan dari lembaga negara, Hendry bilang, pihaknya percaya dan menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme hukum dan lembaga yang berwenang untuk menilai dan memproses hal tersebut secara adil, objektif, dan proporsional. PT GKP, imbuhnya, tidak berada di atas hukum dan siap untuk bekerja sama penuh apabila diperlukan klarifikasi lebih lanjut.
“Kami juga terus berkomitmen membangun komunikasi yang konstruktif dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal, demi terciptanya kegiatan pertambangan yang bertanggung jawab, berkelanjutan, dan memberikan manfaat bagi daerah,” ujar Hendry.
SHARE