Warga Kawasi Kecewa oleh Keberpihakan Bupati Halsel

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Sabtu, 17 Mei 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Warga Kawasi kecewa dengan kunjungan Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Basam, di Desa Kawasi, Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara pada Kamis (15/5/2025). Harapan mereka untuk hidup sejahtera dan sehat di jantung operasi perusahaan nikel tak banyak yang dipenuhi. 

Rangkaian demonstrasi yang dilakukan oleh warga Kawasi sejak 18 Maret 2025 lalu berhasil menarik perhatian Bupati Halmahera Selatan. Hasan Ali Basam yang bertandang ke desa Sum di Pulau Obi untuk panen raya padi menyempatkan waktu berdialog dengan warga perihal tuntutan mereka memprotes perusahaan nikel, Grup Harita, yang menguasai pulau itu.

Dialog bupati dengan warga Desa Kawasi ini dilakukan singkat di depan rumah Desa Kawasi. Masyarakat menyampaikan tujuh tuntutan yang selama ini mereka suarakan.

Tuntutan itu adalah penerangan listrik 24 jam, akses air bersih, pengecoran jalan dan pembangunan saluran air, pembangunan swering (tanggul pengaman) di sepanjang pantai, pembangunan pasar rakyat, pembangunan dermaga desa, dan kompensasi terhadap pencemaran udara akibat aktivitas tambang.

Dialog warga Desa Kawasi, Pulau Obi, dengan Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Basam pada Kamis (15/5/2025). Foto: Istimewa

Namun harapan warga Kawasi menunggu keberpihakan Ali Bassam justru menuai kekecewaan. Ia hanya merespons dua dari tujuh tuntutan itu, yakni soal listrik dan air bersih. 

Ali Bassam akan menyurati pihak Harita Grup untuk segera memperbaiki fasilitas listrik dan air bersih. Sementara lima tuntutan lainnya tidak ditanggapi, begitu pula permintaan warga soal pergantian Kepala Desa. 

Ia beralasan masih mengumpulkan data dan bukti sebelum mengambil langkah.

Padahal selama ini Desa Kawasi  terletak tepat di jantung wilayah pertambangan nikel, tempat perusahaan-perusahaan raksasa mengeruk hasil bumi setiap hari. Namun ironisnya, warga hidup dalam gelap, kekurangan air, dan debu tambang yang terus mengepul.

“Kami mandi dan cuci dengan air yang keruh. Anak-anak kami batuk terus karena udara penuh debu. Tapi tetap saja kami tidak dapat perhatian. Satu-satunya yang kami punya adalah suara kami,” ujar Mas Mirang Ibrahim, seorang ibu rumah tangga yang hadir dalam pertemuan ini. 

Jalan utama desa rusak berat, berlumpur saat hujan dan berdebu saat kemarau. Pantai desa terkikis perlahan akibat abrasi yang penuh sampah kiriman industri, namun belum ada tanggul penahan atau solusi yang pasti. Pasar tradisional tidak ada, padahal mayoritas warga menggantungkan hidup dari hasil tangkap laut dan kebun mereka.

“Kami bukan minta saham. Kami hanya minta air, jalan, pasar, dan udara bersih. Apa itu terlalu berat untuk negara?” ucap Ahmad Sabar, Ketua Pemuda Kawasi.

Ia pun menegaskan, jika dalam waktu dekat tidak ada tindak lanjut konkret dari pemerintah maupun perusahaan tambang atas tuntutan mereka, maka aksi massa tidak dapat dihindari.

“Kami tidak akan diam saja. Kalau pemerintah terus lepas tangan, kami akan turun jalan. Ini bukan lagi soal politik, ini soal hidup,” ucap Sabar.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara, Faizal Ratuela, mengaku heran dengan sikap Bupati Ali Basam. Seharusnya kehadirannya di Kawasi membuatnya memahami dampak industri nikel bagi warga. Ia pun curiga, Bupati Ali Basam tidak duduk sebagai pemerintah melainkan mewakili perusahaan. 

“Bupati sepertinya datang ke Pulau Obi bukan untuk masyarakat tetapi mewakili perusahaan, Grup Harita,” ucap Faizal. 

SHARE