Geopix: Ada Pagar Maut untuk Gajah di Konsesi Karet Michelin
Penulis : Aryo Bhawono
Satwa
Kamis, 08 Mei 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pagar listrik non-standar sepanjang 46,6 kilometer di 44 titik dalam wilayah Kawasan Konservasi Satwa Liar (Wildlife Conservation Area/WCA) di sekitar konsesi perkebunan karet PT Lestari Asri Jaya (LAJ) adalah maut bagi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Satwa itu terancam mati tersengat listrik.
PT LAJ adalah anak perusahaan PT Royal Lestari Utama (Michelin Grup) yang bergerak di bidang produksi ban global. Konsesi perusahaan itu membentang seluas 61.495 hektare di empat kecamatan yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Jambi.
Lahan perusahaan itu bertumpang tindih dengan Koridor Hidupan Liar Datuk Gedang, jalur migrasi penting bagi gajah, yang melintasi zona penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Koridor ini juga meliputi dua konsesi lain, yakni PT. ABT (Blok 1 dan 2) dan PT. Wirakarya Sakti (WKS).
Investigasi Geopix berjudul “Janji Karet: Bagaimana Michelin Menjerumuskan Gajah Sumatera Menuju Ambang Kepunahan” menemukan seluruh pagar listrik yang dipasang secara ilegal di WCA menghambat pergerakan gajah. Akses gajah ke kawasan konservasi pun terhambat, serta berpotensi membunuh gajah, dan satwa liar yang terancam punah serta manusia.

Michelin sebenarnya sudah menetapkan sebagian wilayah dari Blok 4 PT. LAJ sebagai WCA dan menggunakannya untuk menarik banyak investor hijau. Namun temuan lapangan menunjukkan wilayah WCA justru tidak sesuai dengan peruntukannya.
Pada 21 Maret 2025 lalu, Geopix melakukan pertemuan bilateral dengan perusahaan dalam skema keluhan yang difasilitasi oleh Global Platform Sustainable Natural Rubber - GPSNR. Mereka menyampaikan temuan lapangan dan menagih upaya konservasi yang dijanjikan Michelin di lanskap Bukit Tigapuluh, Jambi. Namun, menurut Geopix, hasilnya tidak memuaskan.
Annisa Rahmawati, Senior Wildlife Campaigner Geopix mengatakan perusahaan itu tidak memiliki target pembongkaran pagar listrik. “Kami menilai perusahaan tidak serius dan sangat minim tindakan nyata untuk melindungi gajah sumatera dari ancaman (pagar listrik) tersebut,” ujar Annisa.
Sebagian besar pagar listrik masih beroperasi sampai saat ini dan ancaman terhadap satwa liar, terutama gajah dan manusia, semakin tinggi.
Jika pembiaran oleh Michelin ini tetap berlangsung, kata Annisa,maka fungsi WCA sebagai kawasan perlindungan satwa liar – terutama untuk gajah sumatera – akan gagal sepenuhnya.
Satya Bumi, organisasi masyarakat sipil yang turut memantau Michelin sejak tahun 2022, menyebutkan sebagai salah satu pendiri Platform Global untuk Karet Alam Berkelanjutan, dan terlibat aktif dalam mempromosikan praktik terbaik dalam industri karet alam, Michelin seharusnya menuntaskan ancaman untuk gajah sumatera.
“Michelin harus segera mengambil langkah serius mengambil peran kepemimpinan dalam menyelesaikan situasi kritis ini,” ucap Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien.
Citra satelit area Kawasan Konservasi Satwa Liar (Wildlife Conservation Area/WCA) di konsesi perkebunan PT LAJ. Sumber Data: Geopix
PT LAJ sendiri diduga telah membabat kawasan hutan alam dengan keanekaragaman hayati tinggi untuk menanam karet. Kawasan tersebut merupakan habitat penyangga dan koridor pergerakan gajah, yang terletak di dataran rendah tepat berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Daerah dataran rendah ini penting karena gajah tidak dapat hidup di Taman Nasional yang berbukit dan terjal.
Sementara itu wilayah WCA kini telah banyak berubah menjadi perkebunan dan pemukiman ilegal bagi perambah yang masuk secara ilegal di kawasan tersebut, serta menjadi akses yang mudah untuk mencapai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Buruknya manajemen perusahaan tidak hanya mengancam wilayah WCA ini, tetapi juga membuka akses untuk aktivitas ilegal di Taman Nasional.
Menurut Geopix, saat ini sudah ada lebih dari 363 bangunan dan sekitar 700 kepala keluarga tinggal di dalam area konservasi. Sekitar 9.700 hektare lahan yang dialokasikan oleh LAJ/RLU untuk area konservasi, kini hanya tersisa sekitar 1.723 ha, tak cukup untuk jadi habitat gajah dan satwa liar lainnya.
Mereka mendesak pembongkaran pagar listrik itu dan memberikan akses jalur bebas bagi satwa, termasuk gajah sumatera. Restorasi habitat area WCA juga harus dikembalikan pada fungsi penuh konservasi, termasuk area kunci seperti tepi sungai dan wilayah yang berbatasan dengan taman nasional serta konsesi lainnya.
Selain itu pelaku aktivitas ilegal di dalam konsesi harus ditindak, termasuk pengguna area konsesi untuk mengakses ke wilayah lindung dan taman nasional.
Pagar listrik melintang di area Kawasan Konservasi Satwa Liar (Wildlife Conservation Area/WCA) di konsesi PT LAJ. Foto: Geopix
“Saat ini Gajah Sumatera yang masih bertahan di Ekosistem Bukit Tigapuluh tidak lebih dari 120 ekor. Tanpa langkah konkret, cepat dan tegas dari Michelin, maka hutan dan satwa liar karismatik ini makin menghadapi ancaman serius. ‘Green Rubber’ Michelin tidak harus menjadi stempel kematian gajah sumatera dan membawanya menuju kepunahan,” ucap Annisa.
Sebelumnya, investigasi Kompas edisi Mei 2024 berjudul “Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin” melaporkan hal serupa. Mereka menyebutkan kematian gajah akibat pagar listrik banyak terjadi.
Artinya, hampir setahun laporan itu berlalu pagar di konsesi Grup Michelin masih jadi maut bagi gajah sumatera.
SHARE