Tanpa Perlindungan UU, Masyarakat Adat Kian Rentan Konflik

Penulis : Aryo Bhawono

Masyarakat Adat

Jumat, 25 April 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Konflik masyarakat adat akan kian meningkat jika pengesahan RUU Masyarakat Adat tidak segera disahkan. Data Kaoem Telapak, yang diakses melalui aplikasi Ground-Truth.id (GTID), menunjukkan sejak 2023 saja konflik masyarakat adat mencapai 15 kali. 

Guru Besar Bidang Sosiologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ratih Lestarini, mengungkapkan konflik masyarakat adat dan negara semakin banyak saat ini. Pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi penting sebagai payung besar untuk mengatur keruwetan interaksi hukum adat dan hukum negara di ruang sosial. 

“Hukum harus bisa menyeimbangkan kepentingan para pihak, dan seharusnya memberikan perlindungan hak adat sekaligus juga memberikan kepastian hukum bagi investasi,” ujarnya dalam diskusi “Mendukung Pengesahan RUU Masyarakat Adat: Bentuk Pengakuan, Keadilan, dan Penghormatan Bagi Masyarakat Adat” di Balai Sidang Fakultas Hukum UI pada Selasa (22/4/2025). 

Para akademisi menegaskan pentingnya dorongan dari kampus sebagai ruang kritis dan intelektual untuk mempercepat proses pengesahan rancangan regulasi. Dosen Bidang Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum UI, Ismala Dewi, mengatakan masyarakat adat memerlukan perlindungan dan pengakuan hak-haknya atas keberadaan wilayah adat, termasuk sumber daya alamnya.

Masyarakat Adat saat mengikuti gerak aksi "Menagih Janji Politik untuk Masyarakat Adat" di depan gedung DPR RI. Foto: AMAN

UU Masyarakat Adat mendukung penerapan hukum adat dalam menjaga lingkungan hidupnya tersebut. Sehingga tercipta keberlangsungan ketersediaan air dan lingkungan hidup yang berkelanjutan bagi Masyarakat adat. 

“Untuk itu RUU Masyarakat Adat perlu segera disahkan untuk mengakomodasi pemenuhan hak Masyarakat Adat atas sumber daya alamnya secara berkeadilan, ” kata Ismala.

Dosen filsafat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, Luh Gede Saraswati Putri mengingatkan pengesahan RUU Masyarakat Adat krusial karena mereka adalah penjaga dan pelestari lingkungan hidup, dengan kearifan lokal yang mampu merawat alam secara berkelanjutan. 

Komunitas Adat, kata dia, memiliki nilai-nilai budaya yang lestari sebagai identitas Bangsa. 

RUU Masyarakat Adat diusulkan sejak 2009 dan berulang kali masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR tetapi tak kunjung disahkan. Pada 2024, RUU ini kembali masuk Prolegnas 2025. Meski penting bagi keadilan Masyarakat Adat, pengesahannya masih tertunda akibat tarik-menarik kepentingan politik dan ekonomi.

Tim Substansi dari Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, Erwin Dwi Kristianto, menyampaikan RUU Masyarakat Adat merupakan mandat UUD 1945 pasal UUD 1945. Ia dan rekan koalisi berpendapat arah pengaturan RUU tersebut meliputi dua hal utama. 

Pertama, penghormatan, pengakuan, dan perlindungan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya. Kedua, melaksanakan harmonisasi regulasi, yang karakternya bersyarat, berlapis, parsial atau sektoral.”

Senior Campaigner Kaoem Telapak, Denny Bhatara, memperkenalkan Ground-Truth.id (GTID), sebuah platform pemantauan kehutanan berbasis web dan Android yang dikembangkan oleh Kaoem Telapak. Platform ini dirancang untuk mendokumentasikan berbagai bentuk pelanggaran terhadap hak Masyarakat Adat dan lingkungan hidup.

GTID menunjukkan pada rentang 2023 hingga sekarang, setidaknya terdapat 15 konflik masyarakat adat. 

“GTID menjadi alat bantu penting dalam mendukung advokasi ini. Platform ini mencatat berbagai pelanggaran seperti konflik agraria, perampasan lahan, perusakan lingkungan, hingga kriminalisasi terhadap pejuang adat,” jelasnya.

SHARE