Status Burung Indonesia 2025: 12 Spesies kian Terancam
Penulis : Aryo Bhawono
Biodiversitas
Minggu, 27 April 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Burung Indonesia dalam laporan "Status Burung Indonesia 2025" mencatat sebanyak 12 spesies burung mengalami peningkatan kategori keterancaman. Sebanyak 11 spesies di antaranya mengalami ancaman konkret, seperti konversi hutan rawa dataran rendah menjadi perkebunan, degradasi habitat akibat pengelolaan hutan yang tidak tepat, perburuan liar, dan pengambilan telur.
Conservation Partnership Adviser Burung Indonesia, Ria Saryanthi, menyebutkan status keterancaman burung ini mengacu pada data evaluasi Daftar Merah IUCN oleh BirdLife International. Dari 30 spesies burung, 18 spesies mengalami penurunan status (kondisi membaik), sedangkan 12 spesies mengalami peningkatan status (kondisi konservasi memburuk).
Satu dari dua belas spesies burung yang mengalami peningkatan keterancaman adalah mentok rimba (Asacornis scutulata). Burung ini berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Sebanyak delapan spesies burung pantai mengalami peningkatan kategori keterancaman. Spesies tersebut adalah burung migran yang bergantung pada jaringan lahan basah sepanjang Jalur Terbang Asia Timur-Australasia. Peningkatan status mereka sebagian besar disebabkan oleh hilangnya habitat penting akibat reklamasi pesisir, konversi lahan skala besar, dan gangguan manusia selama fase migrasi dan overwintering.

Selain itu sebanyak 18 spesies yang mengalami penurunan status. Dua spesies di antaranya menunjukkan perubahan sebenarnya (genuine change), perubahan status yang mencerminkan perubahan di lapangan. Mereka adalah pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster) dan ibis cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus).
Sejak 2004, kedua spesies tersebut masuk dalam kategori Mendekati Terancam Punah (Near Threatened). Namun, pada 2024, statusnya menurun menjadi Risiko Rendah (Least Concern). Penurunan ini mencerminkan adanya perbaikan kondisi populasi mereka di alam.
Daftar spesies burung yang mengalami perubahan kategori keterancaman berdasarkan Daftar MerahIUCN 2024. Keterangan = RL: Red List/ Daftar Merah IUCN; *: Burung pantai (shorebird); **: sumber Akbar et al.,2021
Sementara itu, penurunan status keterancaman pada 16 spesies burung lainnya disebabkan oleh ketersediaan data atau informasi baru. Contohnya, poksai kuda (Garrulax rufifrons) yang sejak 2013 dikategorikan sebagai Kritis (Critically Endangered).
Peninjauan ulang oleh Burung Indonesia menunjukkan spesies ini dapat dijumpai secara reguler di 14 lokasi yang tersebar di enam area hutan pegunungan di Pulau Jawa. Kini status keterancaman poksai kuda turun menjadi Genting (Endangered).
Sama halnya dengan celepuk banggai (Otus mendeni) dan walik banggai (Ptilinopus subgularis). Sejak 2014, keduanya masuk dalam kategori Rentan (Vulnerable). Namun, setelah Burung Indonesia meninjau ulang pada 2022, keduanya masih umum ditemukan di Pulau Peling, Banggai Kepulauan.
Mereka mendiami berbagai tipe habitat, termasuk hutan primer, hutan sekunder, hutan kota, dan sistem agroforestri di seluruh zona elevasi pulau tersebut. Kini, status keterancaman walik banggai turun menjadi Mendekati Terancam Punah (Near Threatened).
Celepuk banggai (Otus mendeni). Foto: Burung Indonesia/Jihad.
"Status Burung di Indonesia Tahun 2025 menggambarkan kondisi terkini keanekaragaman hayati dan tingkat keterancaman burung di Tanah Air. Sejumlah spesies mengalami peningkatan risiko kepunahan akibat tekanan terhadap habitat, perburuan, serta faktor-faktor lainnya.” kata melalui rilis pers yang diterima pada Selasa (22/4/2025).
Meski begitu, kata dia, ada pula spesies yang menunjukkan perbaikan status berkat perlindungan dan pemantauan yang berkelanjutan. Hal ini membuktikan bahwa langkah-langkah konservasi dapat memberikan dampak positif.
Status Burung Indonesia 2025. Data: Burung Indonesia
Selama tahun 2024, Burung Indonesia secara resmi mencatat 1.835 spesies burung di Indonesia yang tersebar di tujuh wilayah avifauna. Penyebaran wilayahnya terdiri dari Sumatera (633 spesies; 56 di antaranya spesies endemis), Jawa dan Bali (517 spesies; 80 di antaranya spesies endemis), Kalimantan (564 spesies; enam di antaranya spesies endemis), Sulawesi (464 spesies; 168 di antaranya spesies endemis), Nusa Tenggara (590 spesies; 108 di antaranya spesies endemis), Maluku (435 spesies; 126 di antaranya spesies endemis), dan Papua (707 spesies; 71 di antaranya spesies endemis).
Jumlah spesies burung tahun ini berkurang satu spesies dibandingkan tahun lalu, sebanyak 1.836. Pengurangan tersebut terjadi karena terdapat satu spesies yang dikeluarkan dalam daftar, yaitu, kapinis kecil (Apus affinis) yang dianggap tidak lagi memiliki sebaran alami di Indonesia.
Berbeda pada tahun-tahun sebelumnya, sepanjang tahun 2024 tidak ditemukan penambahan spesies baru, baik melalui observasi lapangan maupun publikasi ilmiah terkini.
Penamaan dan pengelompokan ulang dalam taksonomi burung pun mengalami sedikit perubahan. Sebelumnya, kapinis kecil sering dianggap sejenis dengan kapinis rumah (Apus nipalensis), namun hasil penelitian oleh Päckert et al., (2012) menunjukkan bahwa keduanya merupakan spesies berbeda berdasarkan perbedaan morfologi, perilaku, serta analisis genetik.
Dari 1.835 spesies, sekitar 85 persen (1.559 spesies) merupakan burung residen, sisanya 15 persen (276 spesies) merupakan burung migran yang mengunjungi Indonesia seiring dengan penyempurnaan dalam penentuan sebaran geografis dan taksonominya. Sebagian besar mereka bermigrasi di salah satu jalur migrasi burung terpenting di dunia, yaitu Jalur Terbang Asia Timur-Australasia atau East Asian-Australasian Flyway.
Elang flores (Nisaetus floris) Foto: Burung Indonesia/Barend van Gemerden
Hingga akhir tahun 2004, tidak ada perubahan besar dalam jumlah spesies burung endemis di Indonesia. Jumlahnya masih sama seperti tahun sebelumnya, 542 spesies. Namun, jika dihitung dalam lima tahun terakhir, terdapat penambahan 30 spesies baru. Lebih dari separuh merupakan hasil dari proses pemisahan taksonomi. Salah satu contohnya adalah burung kacamata biasa (Zosterops palpebrosus) yang sebelumnya dianggap tersebar luas dari Asia Selatan hingga Indonesia
Berdasarkan catatan selama tahun 2024, persebaran burung endemis tidak merata. Sebagian besar mereka ditemukan di wilayah Wallacea yang mencakup Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Ada tiga kelompok burung yang menyumbang sekitar 75 persen dari total burung endemis Indonesia. Mereka terdiri dari Passeriformes (burung kicau: 326 spesies), Columbiformes (burung dara, merpati, dan uncal: 42 spesies), dan Psittaciformes (burung paruh bengkok: 41 spesies).
Kebanyakan mereka hidup di habitat hutan, baik hutan dataran rendah maupun pegunungan. Oleh karena itu, hilangnya hutan alami dapat berdampak langsung terhadap keberadaan burung endemis yang mempunyai sebaran geografis sangat terbatas.
SHARE