Satya Bumi Desak Usut Suap Vonis Bebas Korupsi Ekspor CPO

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Rabu, 23 April 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Skandal suap kasus korupsi izin ekspor crude palm oil (CPO) menjadi catatan buruk sistem peradilan sekaligus tata kelola industri sawit. Satya Bumi curiga kejahatan ini dilakukan secara sistematis.

Kejaksaan Agung berhasil mengungkap dugaan skandal suap vonis bebas korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Dugaan suap ini melibatkan enam orang yang terdiri dari hakim, panitera, dan pengacara. Para penyuap diduga menyerahkan uang Rp 60 miliar agar mendapat putusan bebas.

Direktur Satya Bumi, Andi Muttaqien, menyebutkan suap ini menjadi cermin buruk tata kelola industri sawit. Kejaksaan telah membuat langkah progresif dengan menetapkan perusahaan sebagai tersangka — bukan hanya individu. Ini adalah terobosan penting dalam penegakan hukum korporasi. 

“Sayangnya, langkah itu dicoreng oleh skandal suap di ruang pengadilan,” ucap Andi pada Selasa (15/4/2025). 

Dokumentasi proses penggeledahan salah satu kantor tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi CPO. Foto: Antara/HO-Kejaksaan Agung.

Pada 19 Maret 2025, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis bebas terhadap tujuh perusahaan minyak kelapa sawit, yakni PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas – Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas, melalui Putusan PN Jakarta Pusat No 41/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.

Putusan ini dijatuhkan oleh persidangan yang dipimpin oleh hakim Djuyamto, dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom. 

Andi menyebutkan aliran suap yang diduga diterima oleh hakim menunjukkan pertimbangan mereka lemah. Keterkaitan kasus suap dengan vonis lepas itu juga dapat dilihat dari lemahnya pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutus vonis onslag kasus korupsi izin ekspor CPO.

Pada putusan majelis hakim menilai kerugian keuangan negara terkait perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit dalam kurun waktu Januari 2022 sampai Maret 2022 masih belum nyata dan pasti. 

Selain itu, Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa kejahatan para korporasi bukanlah persekongkolan atau permufakatan jahat dengan niat untuk memperkaya para terdakwa yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Para Terdakwa dianggap semata-mata melaksanakan kebijakan yang telah dibuat oleh Kementerian Perdagangan RI terkait dengan tata kelola minyak goreng dan justru merugi akibat kebijakan tersebut. 

Hakim juga berpendapat perkara pemberian fasilitas ekspor CPO erat hubungannya dengan perselisihan perdata dan tuntutan ganti kerugian antara para terdakwa dan Menteri Perdagangan RI yang sudah diputus PN Jakarta Pusat pada 17 Desember 2025 dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 17 Februari 2025. 

Tak hanya itu, hakim juga berpendapat perkara ini sudah diproses dan selesai di tingkat peradilan tata usaha negara (PTUN) antara para terdakwa dengan Menteri Perdagangan RI. Dalam putusan itu, Ombudsman RI menyatakan Mendag RI melakukan maladministrasi dan lalai dalam pemberlakukan Permendag 12/2022 terkait bebas ekspor untuk produk CPO dan turunannya. 

Sehingga dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan para terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya sebagaimana didakwakan dalam unsur kedua Pasal 3 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan tindak pidana (onslag van alle recht vervolging).  

“Kami menilai bahwa kasus ini sejak awal sudah tersistematis untuk mengaburkan para terdakwa dari tanggung jawab korporasi di perkara tipikor kasus CPO. Bila ditelusuri lebih lanjut, sebelumnya para terdakwa menggunakan celah hukum mengajukan gugatan perdata dan PTUN untuk memperkuat posisi para terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat,” ucap Andi.    

Dengan terbongkarnya skandal ini, semakin memperjelas bahwa putusan lepas terhadap ketiga korporasi tersebut cacat secara hukum dan moral. Penyuapan yang dilakukan demi membebaskan korporasi dari tanggung jawab hukum jelas merupakan bentuk kemunduran dalam upaya reformasi sektor sawit.

Ia pun mendesak Kejaksaan Agung diminta untuk mengusut tuntas skandal suap ini sebagai bagian dari tindakan korupsi korporasi, sehingga proses hukumnya pun harus menjangkau pengendali dari ketiga korporasi yang terlibat suap, yakni Musim Mas, Permata Hijau dan WILMAR.

Kejaksaan juga harus mempertimbangkan meluaskan proses pemeriksaan terhadap perkara-perkara tersebut. 

Uni Eropa melalui Komisi, Competent Authorities, dan Operator harus memperhatikan dinamika kasus korupsi tersistematis yang dilakukan oleh tiga perusahaan eksportir ke pasar Uni Eropa. Pada Pasal 4 EUDR tertulis bahwa penegakan hukum merupakan salah satu faktor penentu uji tuntas sebagai non-negligible risks. Dengan demikian, perhatian khusus wajib diberikan termasuk oleh pasar internasional lain termasuk Republik Rakyat Tiongkok, Amerika Serikat, India, dan lainnya.  

Selain itu Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) segera menjatuhkan sanksi tegas berupa penangguhan sertifikat keanggotaan terhadap grup perusahaan sawit yang terlibat, bahkan perlunya mencabut keanggotaan RSPO.

SHARE