Kriminalisasi Masyarakat Poco Leok Diadukan ke 3 Lembaga
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hukum
Selasa, 22 April 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Koalisi Advokasi Poco Leok melaporkan dugaan kriminalisasi terhadap 4 pemuda adat dari komunitas masyarakat adat Poco Leok, Manggarai, Nusa Tenggra Timur (NTT) ke Markas Besar Polri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Para pemuda adat tersebut dikriminalisasi usai terlibat dalam aksi damai menolak proyek Geothermal Ulumbu di depan Kantor Bupati Manggarai, pada 3 Maret 2025.
Judianto Simanjuntak, kuasa hukum pemuda adat Poco Leok yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Poco Leok, menyatakan laporan ini ditujukan kepada Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri dan Kompolnas terkait proses hukum atas tuduhan perusakan pagar Kantor Bupati Manggarai, sebagaimana tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/77/III/2025/SPKT/Res Manggarai/Polda NTT. Saat ini, kasus tersebut sudah dinaikkan ke tahap penyidikan oleh Satuan Reskrim Polres Manggarai.
Lebih lanjut, Judianto Simanjuntak menjelaskan bahwa langkah hukum terhadap para pemuda adat Poco Leok tersebut merupakan bentuk nyata kriminalisasi dan pola kekerasan negara terhadap warga yang memperjuangkan ruang hidupnya. Ia menyebut, laporan ini penting agar Itwasum Polri dan Kompolnas menjalankan fungsi pengawasan dan mengevaluasi kinerja Satuan Reskrim Polres Manggarai yang diduga menyalahgunakan kewenangan untuk membungkam protes warga.
“Ini bukan untuk penegakan hukum, tapi bentuk represi negara. Kriminalisasi terhadap masyarakat adat terus berulang di berbagai wilayah dan Poco Leok menjadi contoh mutakhir bagaimana hukum digunakan sebagai alat intimidasi,” kata Judianto, Kamis (1/5/2025).

Karena itu, lanjut Judianto, Koalisi meminta Mabes Polri memerintahkan penghentian proses penyidikan melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan mendesak Kompolnas mengeluarkan rekomendasi serupa.
Judianto menuturkan, laporan/pengaduan ke Itwasum Polri diterima di bagian Sekretariat Umum (Setum) Mabes Polri yang prosesnya akan disampaikan kepada Irwasum Polri. Sedangkan laporan/pengaduan di Kompolnas diterima bagian pengaduan.
“Kompolnas menyatakan bahwa laporan/pengaduan ini kami terima untuk dipelajari dalam rangka menindaklanjuti pengaduan ini,” ujar Judianto.
Selain ke Mabes Polri dan Kompolnas, Koalisi Advokasi Poco Leok juga mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK. Yulianto Behar Nggali Mara, kuasa hukum lainnya dan pengacara publik dari Jaringan Advokasi Tamabang (JATAM), menjelaskan bahwa permohonan ini diajukan agar para pemuda adat Poco Leok mendapat pendampingan hukum serta perlindungan menyeluruh sebagai korban kriminalisasi.
Koalisi, lanjut Yulianto, meminta LPSK tidak hanya memberikan pendampingan, tapi juga memberi rekomendasi resmi agar penyidikan dihentikan. Yulianto meminta LPSK harus hadir melindungi hak konstitusional warga.
“Permohonan ke LPSK telah diterima bagian pengaduan dan juga disampaikan langsung kepada Komisioner melalui WhatsApp. LPSK merespons dengan menyatakan akan mengawal kasus ini secara serius,” kata Yulianto.
Judianto menyatakan, upaya dan langkah-langkah dari Mabes Polri, Kompolnas, dan LPSK harus segera dilakukan, mengingat Polres Manggarai telah menyatakan ada dua calon tersangka dalam kasus tersebut. Jika status tersangka ditetapkan, hal ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia.
“Pemuda adat Poco Leok bukan kriminal, mereka hanya menyuarakan hak atas tanah dan ruang hidupnya. Negara semestinya hadir melindungi, bukan justru mengancam,” ucap Judianto.
Koalisi menyatakan bahwa tindakan kriminalisasi ini mencederai prinsip negara hukum, dan bertentangan dengan Konstitusi, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta berbagai instrumen internasional yang menjamin hak masyarakat adat atas wilayah dan kehidupan yang layak.
SHARE