Asosiasi Media Siber Minta Pemerintah Jamin Keamanan Jurnalis
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hukum
Minggu, 30 Maret 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Kekerasan dan intimidasi terhadap perusahaan media dan jurnalis di Indonesia, yang meningkat selama dua pekan terakhir, menuai kecaman dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI). Menurut organisasi yang menaungi 400 lebih perusahaan media siber di Indonesia ini, bila tak ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mengungkap pelaku intimidasi dan kekerasan terhadap pers, serta menyelesaikannya secara hukum, maka kemunduran kebebasan pers, kebebasan berekspresi dan demokrasi di negeri ini akan makin luas dan sulit diperbaiki.
Seperti diberitakan di banyak media, telah terjadi serangkaian kekerasan fisik, serangan digital, ancaman dan intimidasi yang menimpa jurnalis dan media, terutama yang meliput aksi protes mahasiswa dan masyarakat sipil atas pengesahan revisi UU Tentara Nasional Indonesia Nomor 34 Tahun 2004.
AMSI mencatat, pada 20 Maret 2025, ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan revisi UU TNI, AMSI menerima sejumlah laporan mengenai kekerasan fisik dan psikis yang menimpa para jurnalis peliput peristiwa itu di lapangan. Di Jakarta, jurnalis IDN Times dan jurnalis pers kampus Suara Mahasiswa UI menjadi korban pemukulan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi mahasiswa yang menolak keputusan DPR dan pemerintah tersebut.
Tak hanya itu, dua hari berselang, pada 24 Maret 2025, dua jurnalis dari BeritaJatim.com dan Suara Surabaya menjadi sasaran kekerasan aparat ketika meliput demonstrasi di Surabaya, Jawa Timur. Hasil liputan mereka, berupa foto dan video, dihapus aparat secara paksa.

Padahal mereka baru saja mengabadikan serangkaian kekerasan yang dilakukan polisi pada demonstran. Foto dan video mereka adalah bukti hukum yang dibutuhkan untuk menjatuhkan sanksi pada polisi yang menggunakan kekerasan berlebihan untuk menangani aksi unjuk rasa.
Pada hari yang sama, tiga jurnalis di Sukabumi dan Bandung, Jawa Barat, dari Kompas.com, DetikJabar dan VisiNews, juga mengalami intimidasi dan kekerasan serupa, ketika meliput aksi protes mahasiswa di sana. Di tengah demonstrasi menolak revisi UU TNI, mereka mengabadikan kekerasan yang dilakukan polisi pada mahasiswa. Keduanya langsung disergap polisi dan dipaksa menghapus foto dan video di alat kerja mereka.
Sehari kemudian, di Malang, Jawa Timur, sedikitnya delapan jurnalis pers mahasiswa dari Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia juga mengalami kekerasan dari polisi ketika tengah meliput demonstrasi yang memprotes revisi UU
Sebelumnya, pada 19 Maret 2025, kantor Tempo di Jakarta, menerima kiriman kepala babi yang ditujukan pada salah satu jurnalisnya, disertai pesan ancaman ke akun Instagram Tempo, untuk tidak lagi memberitakan berbagai informasi yang kritis terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Tak lama kemudian, akun Whatsapp milik keluarga jurnalis Tempo, diserang secara digital. Teror berlanjut tiga hari berikutnya dengan kiriman paket berisi enam tikus tanpa kepala.
AMSI menilai serangkaian intimidasi, serangan digital dan kekerasan yang menimpa perusahaan media dan jurnalis di Indonesia, dalam dua pekan terakhir, telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Kondisi ini menebar ketakutan, rasa tidak aman, dan memicu self censorship di kalangan redaksi media.
Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika, mengatakan, serangkaian insiden terhadap media dan jurnalis ini merupakan upaya sistematis untuk membungkam media dan jurnalis, agar tidak lagi memberitakan kesalahan dan pelanggaran yang terjadi di sekeliling kita. “Jika dibiarkan, maka era pers bebas yang diperjuangkan pada era Reformasi 1998, akan lenyap, berganti menjadi pers yang hanya melaporkan narasi tunggal pemerintah,” katanya, dalam sebuah rilis, Kamis (27/3/2025).
AMSI berpendapat, sebagai negara demokratis, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kemerdekaan pers. Apabila ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, tersedia mekanisme hak jawab, hak koreksi, dan mediasi melalui Dewan Pers sebagai jalur penyelesaian yang beradab, tanpa kekerasan.
Menurut Maryadi, Sekjen AMSI, langkah-langkah di luar mekanisme hukum, termasuk intimidasi dan serangan fisik, adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dalam sistem demokrasi yang sehat. “Kejelasan dan transparansi dalam penegakan hukum akan menjadi faktor krusial dalam mencegah eskalasi lebih lanjut dan memberikan rasa aman bagi jurnalis serta pelaku industri media,” ucap Maryadi.
Agar serangkaian serangan ini tidak berpengaruh buruk pada kesinambungan industri media dan ekosistem digital di Indonesia, AMSI merekomendasikan sejumlah langkah. Yang pertama, polisi harus mengusut tuntas dan mengungkap pelaku intimidasi dan kekerasan yang menimpa jurnalis di berbagai daerah, dan mengungkap dalang pengiriman bangkai ke kantor Tempo.
Kemudian, yang kedua, pemerintah harus menjamin keamanan jurnalis dan pekerja media yang berpotensi menjadi sasaran intimidasi dan kekerasan, dan ketiga, perusahaan media harus bersama-sama memperkuat sistem keamanan digital dan memperhatikan keselamatan jurnalis di lapangan.
Sebagai organisasi yang menaungi ratusan media, AMSI mengatakan berkomitmen untuk terus mendukung anggotanya dalam menghadapi masa yang sulit ini.
SHARE