Penanganan Pencemaran RDF Plant Rorotan Dicap Salah Arah

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Polusi

Selasa, 01 April 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Penanganan pencemaran lingkungan akibat uji coba Refused Derived Fuel (RDF) Plant Rorotan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dianggap salah sasaran. Penilaian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta itu didasari pada upaya penanganan Pemprov DKI Jakarta yang berfokus pada hal teknis untuk menghilangkan indikator terjadinya perubahan fisik lingkungan.

Sebagaimana diketahui, RDF Rorotan telah melakukan beberapa kali uji coba sejak Februari 2025. Berdasarkan informasi dari masyarakat, uji coba tersebut menghasilkan perubahan fisik lingkungan yang ditandai dengan bau tidak sedap yang diduga bersumber dari sampah dan bahan kimia.

“Selain itu, masyarakat juga melaporkan cerobong asap RDF Rorotan yang mengeluarkan asap hitam tebal ketika uji coba,” kata Muhammad Aminullah, Juru Kampanye Walhi Jakarta, dalam sebuah rilis, Rabu 26/3/2025).

Aminullah menguraikan, akibat dari perubahan fisik lingkungan yang ditimbulkan dari operasi RDF Rorotan tersebut, puluhan masyarakat termasuk anak-anak dan lansia mengalami masalah kesehatan berupa gangguan pernapasan. Selain itu, berbagai aktivitas masyarakat juga terganggu yang berakibat pada penurunan kualitas hidup, kohesi sosial dan penurunan ekonomi masyarakat setempat.

Pelet Refused Derived Fuel (RDF). Foto: Solum.id.

Sampai saat ini, lanjut Aminullah, penanggulangan pencemaran lingkungan dari operasi RDF Rorotan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta hanya berfokus pada hal teknis, salah satunya untuk menghilangkan bau. Padahal bau hanya indikator terjadinya perubahan fisik lingkungan. Keberadaan bau tersebut menunjukkan adanya cemaran berupa gas atau asap hasil pembakaran yang diduga mengandung senyawa berbahaya.

Menurut Aminullah, upaya penghilangan bau yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta tidaklah memperbaiki kualitas lingkungan. Tindakan tersebut terlihat hanya sebagai upaya mengelabui masyarakat dengan menyembunyikan adanya cemaran yang ditandai dengan bau.

Lebih lanjut, penghilangan bau tersebut, jika berhasil, justru berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar RDF Rorotan. Sebab hilangnya bau yang dilakukan dengan intervensi teknologi tidak serta merta menghilangkan cemaran yang muncul. Hilangnya bau tersebut akan menyebabkan masyarakat tidak dapat mendeteksi adanya cemaran di lingkungan mereka.

“Dengan kata lain, penghilangan bau yang dilakukan pemerintah justru menimbulkan adanya “pembunuh senyap” di sekitar RDF Rorotan, yaitu cemaran berbahaya yang tidak terdeteksi oleh panca indra manusia,” ujar Aminullah.

Selain itu, sambung Aminullah, dalam proses uji coba RDF Rorotan, masyarakat sudah seringkali melayangkan protes akibat pencemaran yang muncul. Namun, pihak pengelola terus melanjutkan uji coba dengan dalih perbaikan sistem dari RDF yang belum baik.

Hal tersebut menunjukkan baik pengelola maupun pemerintah belum siap mengoperasikan RDF Rorotan. Perubahan sistem yang dilakukan dalam setiap uji coba tersebut juga memperlihatkan pemerintah menjadikan masyarakat sekitar RDF Rorotan sebagai kelinci percobaan dari teknologi yang belum diketahui dampaknya.

RDF tidak mendukung upaya pengurangan sampah Jakarta

Lebih lanjut Aminullah mengatakan, keberadaan RDF Rorotan yang menjadikan sampah sebagai komoditas energi fosil, juga berseberangan dengan upaya pengurangan sampah dari sumber. Hal ini menimbulkan tumpang tindih pengelolaan sampah, misalnya Pergub No. 77 Tahun 2022 dan Pergub No. 102 Tahun 2021 yang mengharuskan pengelolaan sampah berbasis lingkungan RW, kawasan, dan perkantoran.

Menjadikan sampah sebagai komoditas energi akan menyebabkan peningkatan sampah di hulu, sebab RDF Rorotan akan terus membutuhkan pasokan sampah agar dapat bekerja secara maksimal dalam menghasilkan energi fosil. Artinya, pengurangan sampah di hulu tidak akan pernah terjadi dan terus menimbulkan kenaikan jumlah sampah yang diproduksi Jakarta di masa mendatang.

Pemerintah seharusnya segera melakukan moratorium perizinan RDF Plant Rorotan dan menghentikan segala aktivitas uji coba sejak awal kemunculan masalah lingkungan yang dilaporkan masyarakat. Bukan justru mempertaruhkan keselamatan masyarakat Jakarta dan Bekasi dengan terus melakukan perbaikan yang tidak membuahkan hasil.

“Audit RDF Plant Rorotan secara menyeluruh menjadi penting, baik dalam pengoperasian, perizinan, maupun efektivitas dalam pengelolaan sampah Jakarta. Sebab dalam penilaian Walhi Jakarta, RDF Rorotan bermasalah dalam ketiganya dan mengindikasikan adanya pelanggaran hukum,” ujar Aminullah.

Dalam pengoperasian, imbuh Aminullah, teknologi pengelolaan sampah seperti RDF memiliki risiko besar mencemari lingkungan dari proses pemilahan, pengeringan dan pemadatan serta pembakaran sampah padat di fasilitas seperti pabrik semen dan PLTU batu bara. Terlebih sampah Jakarta masih tercampur dan basah sehingga membutuhkan proses lanjutan panjang untuk mengelolanya menjadi RDF, yaitu pemilahan dan pengeringan terpusat yang menyebabkan sampah menumpuk dan harus dikeringkan dengan pembakaran.

Menurut Aminullah, aktivitas pengoperasian RDF Rorotan yang menyebabkan perubahan fisik lingkungan dan melepas polutan sehingga memunculkan masalah lingkungan dan kesehatan tentu bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terlebih pihak pengelola melakukan pembiaran dengan terus melakukan uji coba.

“Selain itu, hak atas lingkungan hidup juga diatur dalam UUD 1945 yang harus dijamin oleh pemerintah,” katanya.

Dalam hal perizinan, sejak awal perencanaan, masyarakat di sekitar RDF Rorotan tidak dilibatkan secara bermakna. Tidak ada sosialisasi yang memadai sehingga masyarakat tidak mengetahui rencana pembangunan dan dampak lingkungan, sosial, serta ekonomi yang muncul. Proses ini tidak dapat dilewati sebagai bagian dari pemenuhan hak masyarakat dalam pembangunan.

Dari segi efektivitas, karakteristik sampah Jakarta tidak cocok dikelola dengan teknologi RDF karena tercampur dan basah. Mayoritas sampah Jakarta juga organik yang lebih tepat diproses melalui pengelolaan organik berbasis lingkungan seperti pengomposan, pemanfaatan maggot dan lainnya.

Pemerintah perlu mengambil langkah serius dalam merespons dampak operasi RDF Rorotan. Termasuk dengan upaya penegakan hukum atas dugaan pelanggaran yang dilakukan pada proses perizinan, pembangunan maupun uji coba operasi.

“Pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat semestinya dijalankan dengan konsekuen dan sungguh-sungguh oleh pemerintah,” ucap Aminullah.

SHARE