PLTU Teluk Sepang Buang Hajat Dekat Pemukiman Warga - Kanopi

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

PLTU

Selasa, 25 Maret 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Pembuangan abu pembakaran batu bara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sepang, di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, diduga masih dilakukan secara serampangan, dengan cara dibagi-bagikan kepada warga menjadi tanah timbunan. Demikian menurut hasil monitoring yang dilakukan Kanopi Hijau Indonesia (KHI) pada akhir Februari 2023.

Tim Kanopi menemukan tiga lokasi baru pembuangan abu batu bara di sekitar permukiman warga, atau berada di luar area proyek PLTU Teluk Sepang. Lokasi pembuangan pertama yaitu fly ash and bottom ash (FABA) ditumpuk di sekitar halaman Masjid Hartawan Kadim Ar-Rohmaah di Jl. Al-Mukaromah, Dusun Besar Kota Bengkulu.

Lokasi kedua, FABA digunakan untuk menimbun bekas kolam ikan milik Padepokan Nur Al-Islah Bengkulu, Jalan Danau, Dusun Besar, dan lokasi ketiga FABA digunakan menimbun jurang sedalam 10 meter di lahan warga Jalan Air Sebakul, terminal Pekan Sabtu.

Berdasarkan hasil pemantauan di lokasi pertama, jarak terdekat rumah warga dengan tumpukan FABA hanya 2 meter. Diketahui bahwa di lokasi ini FABA ditumpuk sejak Desember 2023 hingga Januari 2024 sebanyak 500 dump truck.

Tampak tumpukan material diduga FABA batu bara PLTU berada di area pemukiman warga di Dusun Besar, Kota Bengkulu. Foto: Kanopi Hijau Indonesia.

FABA ini, lanjut Ali, dibuang begitu saja tanpa dilengkapi dengan membran pelapis kedap air, kemudian di lokasi ini tidak dilengkapi instalasi pembuangan air limbah (IPAL), dan sumur pantau. Sementara area masjid ini merupakan tempat bermain anak-anak dan terdapat sekitar 10 sumur warga dengan jarak 5-10 meter dari masjid.

“Pembuangan FABA di lokasi ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat karena takut akan pencemaran sumur akibat limbah FABA serta memperparah banjir yang terjadi di area pemukiman warga,” kata Ali Akbar, Ketua Kanopi Hijau Indonesia, dalam sebuah pernyataan tertulis, Jumat (21/3/2025).

Di lokasi kedua, lanjut Ali, FABA yang dibuang sebanyak 3.000 dump truck. Jarak tumpukan limbah FABA ke wilayah Taman Wisata Alam (TWA) Danau Dendam Tak Sudah hanya sekitar 20 meter. Di Lokasi ini FABA yang dibuang juga tidak dilengkapi dengan membran pelapis kedap air, kemudian instalasi pembuangan air limbah (IPAL), dan sumur pantau sehingga berpotensi meresap mencemari air tanah.

“Berdasarkan penjelasan warga, area pembuangan ini juga rawan banjir sehingga membuat masyarakat yang beraktivitas bersebelahan dengan tumpukan FABA mengalami gangguan penyakit kulit,” ujar Ali.

Ali melanjutkan, pada lokasi pembuangan ketiga, FABA yang dibuang lebih dari 1.000 dump truck . Pembuangan berlangsung pada kurun waktu Oktober 2023 hingga saat ini. Jarak pembuangan limbah FABA ke kawasan pemukiman cukup dekat dengan hanya berjarak 15 meter. Area pembuangan ini juga merupakan rawa berair dan terdapat jurang sedalam 10 meter yang rawan terjadi bencana longsor.

“Seperti dua lokasi lainnya, di lokasi ini juga FABA langsung dibuang ke media lingkungan yang membuat masyarakat khawatir dan tidak nyaman sehingga pernah melaporkan hal ini ke polisi,” katanya.

Menurut Ali, pembuangan FABA tanpa perlakuan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah Non-bahan Berbahaya Dan Beracun pada pasal 24 yaitu harus memiliki pengumpulan air lindi dan pengelolaannya serta sumur pantau.

Dalam pasal 25 juga disebutkan bahwa perlakuan terhadap limbah nonB3 menggunakan lapisan Geosynthetic Clay Liner (GCL), kemudian pasal 28 ayat (1) huruf b yaitu lokasi penimbunan harus bebas banjir, kemudian pasal 28 ayat (1) huruf e yaitu lokasi penimbunan bukan merupakan tempat resapan air tanah, Pasal 28 ayat (1) huruf d lokasi penimbunan merupakan daerah yang tidak rawan bencana.

Ali bilang, dilihat dari pola penyebaran FABA ini sesuai dengan Permen LHK nomor 19 adalah penyimpanan dan pemanfaatan, maka yang dilakukan oleh PT TLB ini mungkin dengan pendekatan pemanfaatan. Akan tetapi dengan cara yang serampangan seperti itu menunjukkan bahwa PT TLB ini memang tidak berusaha untuk patuh dan cenderung tidak peduli dengan dampak yang akan diterima oleh lingkungan dan warga.

“Apalagi mereka (PLTU) memberikan pembenaran dengan hasil laboratorium yang menyatakan bahwa limbah FABA ini tidak berbahaya. Ini model pengangkangan aturan dan pembodohan yang tidak dapat dibiarkan,” ucap Ali.

SHARE