Banjir Berulang, Tambang Nikel di Morowali Diminta Dievaluasi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Ekologi
Rabu, 19 Maret 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Hujan deras disertai angin kencang yang terjadi di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) beberapa hari lalu telah mengakibatkan terjadinya banjir, khususnya di wilayah Desa Lalampu dan Desa Labota. Di dua desa itu beberapa tiang listrik roboh, memaksa warga harus mengevakuasi diri.
Kelompok masyarakat sipil menilai banjir yang terjadi ini tidak hanya diakibatkan oleh intensitas hujan yang tinggi, tapi juga diduga kuat akibat dari aktivitas pertambangan nikel yang mengobrak-abrik hutan hujan di bagian hulu.
Dari temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, diketahui terdapat 17 izin tambang nikel yang beroperasi di Desa Lalampu. Salah satu pemilik konsesi perusahaan tambang nikel cukup besar, yakni seluas 20.765 hektare, adalah PT Bintang Delapan Mineral (BDM).
Perusahaan tersebut merupakan pemasok utama ore nikel ke kawasan Industri Morowali Indonesia Park (IMIP). Tambang nikel perusahaan itu mencakup Desa Bahomoahi, Bahomotefe, Lalampu, Lele, Dampala, Siumbatu, Bahodopi, Keurea dan Fatufia.

Manager Kampanye Walhi Sulteng, Wandi, mengatakan, peristiwa banjir yang sering terjadi di Kabupaten Morowali, baik yang terjadi di Desa Lalampu maupun desa-desa lainnya di Kecamatan Bahodopi yang menjadi langganan bencana ekologis, tidak bisa dipisahkan dari keberadaan pertambangan nikel.
“Pertambangan nikel yang semakin masif mengganggu ketidakseimbangan ekologi, peningkatan pertambangan nikel mengurangi daya dukung lingkungan dan tata kelola pertambangan buruk,” kata Wandi, Minggu (16/3/2025).
Wandi menguraikan, lonjakan aktivitas tambang nikel di Kabupaten Morowali, merupakan konsekuensi program hilirisasi nikel yang dijalankan pemerintah. Saat ini tercatat ada 65 izin usaha pertambangan (IUP) berstatus operasi produksi aktif menambang di Morowali, dengan total luasan konsesi mencapai 155.051 hektare.
Bagi Walhi Sulteng, kata Wandi, peristiwa banjir yang terus berulang di Morowali ini seharusnya menjadi pembahasan yang serius bagi Pemerintah Kabupaten Morowali, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Wandi bilang, pemerintah jangan hanya membicarakan bagaimana keuntungan dari pertambangan nikel, tapi juga harus melihat dan mengevaluasi izin-izin pertambangan nikel yang membuat daya kerusakan lingkungan di sana.
“Karena mengingat sepanjang 2025, peristiwa banjir ini sudah berulang kali terjadi di Kabupaten Morowali. Sebelumnya banjir yang disertai lumpur terjadi di penghujung 2024 di Desa Labota,” ujar Wandi.
Berangkat dari situasi ini, lanjut Wandi, Walhi Sulteng mendesak pada pemerintah di seluruh level, termasuk kementerian terkait segera melakukan moratorium dan evaluasi seluruh aktivitas pertambangan nikel yang beroperasi. Terutama di wilayah pegunungan Morowali, yang diduga menjadi faktor utama terjadinya banjir yang mengorbankan rakyat.
“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sangat jelas menegaskan soal pengawasan dan penegakan hukum bagi pelaku perusak lingkungan,” ucap Wandi.
SHARE