Konsumsi Minyak Sawit dan Kayu Negara Kaya Punahkan Biodiversitas
Penulis : Kennial Laia
Biodiversitas
Rabu, 19 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Negara-negara terkaya di dunia disebut "mengekspor kepunahan" ke negara dengan hutan tropis seperti Indonesia dan Brasil. Menurut penelitian terbaru, hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan produk daging, minyak sawit, dan kayu, yang berdampak pada kehancuran hayati yang 15 kali lebih banyak secara internasional dibandingkan di negara mereka sendiri.
Sebagian besar habitat satwa liar dihancurkan di negara-negara dengan hutan tropis, menurut penelitian yang mengamati bagaimana permintaan negara-negara kaya terhadap produk-produk seperti daging sapi, minyak sawit, kayu, dan kacang kedelai menghancurkan pusat keanekaragaman hayati di tempat lain.
Laporan tersebut menemukan bahwa negara-negara berpendapatan tinggi bertanggung jawab atas 13% hilangnya habitat hutan di luar negara mereka secara global. Amerika Serikat sendiri bertanggung jawab atas 3% kerusakan habitat hutan di dunia yang bukan terjadi di Amerika.
“Hal ini menggarisbawahi besarnya dampak yang terjadi,” kata Alex Wiebe, ketua peneliti dan mahasiswa doktoral di bidang ekologi dan biologi evolusi di Princeton University.

Negara-negara yang menyumbang dampak paling signifikan di luar negeri termasuk Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Jepang, Tiongkok dan Inggris, menurut makalah yang diterbitkan di Nature, Kamis, 12 Februari 2025.
Secara global, hilangnya habitat merupakan ancaman terbesar bagi sebagian besar spesies dan sekitar 90% disebabkan oleh konversi habitat liar menjadi lahan pertanian.
“Dengan mengimpor pangan dan kayu, negara-negara maju pada dasarnya mengekspor kepunahan,” kata David Wilcove, salah satu penulis studi dari Princeton University.
“Perdagangan global menyebarkan dampak konsumsi manusia terhadap lingkungan, dalam hal ini mendorong negara-negara maju untuk mendapatkan makanan mereka dari negara-negara yang lebih miskin dan memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi di daerah tropis, sehingga mengakibatkan hilangnya lebih banyak spesies,” ujarnya.
Deforestasi banyak terjadi di tempat-tempat dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, seperti Indonesia, Brasil, dan Madagaskar. Para peneliti mengatakan bahwa menganalisis pola-pola ini dapat membantu mendorong konservasi yang lebih jelas targetnya dan produksi pangan berkelanjutan.
Studi tersebut mengamati dampak dari 24 negara berpendapatan tinggi (termasuk negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia) terhadap lebih dari 7.500 spesies burung, mamalia, dan reptil yang bergantung pada hutan. Mereka melihat data dari 2001 hingga 2015, mencari tahu di mana hutan telah dirusak, dan spesies apa yang menjadi habitatnya.
Mereka tidak melihat jenis tanaman yang ditanam, namun penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sekitar 80% lahan pertanian digunakan untuk produksi daging dan susu.
Negara-negara cenderung mempunyai dampak terbesar terhadap spesies hutan tropis yang paling dekat dengan mereka. Amerika Serikat, yang menyebabkan kerusakan terbesar di luar negaranya, mempunyai dampak paling signifikan di Amerika Tengah, sementara Tiongkok dan Jepang mempunyai dampak yang lebih besar terhadap hutan hujan di Asia Tenggara.
“Dengan semakin banyaknya penggunaan lahan yang dialihdayakan, negara-negara mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi spesies di seluruh dunia, bahkan lebih besar dibandingkan di dalam negeri mereka sendiri,” kata Wiebe. “Ini mewakili perubahan besar dalam munculnya ancaman baru terhadap satwa liar.”
SHARE