Sonokeling Ilegal di Pasar Global
Penulis : Aryo Bhawono
Hukum
Rabu, 05 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Kaoem Telapak mengungkap perdagangan ilegal kayu sonokeling (Dalbergia latifolia). Perdagangan ilegal pohon dikategorikan sebagai spesies rentan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) diduga masuk dalam rantai pasok global.
Temuan dugaan perdagangan ilegal kayu sonokeling dipublikasikan melalui laporan ‘Sonokeling in Peril: Perlindungan CITES vs Perdagangan Ilegal Rosewood Indonesia’. Kaoem Telapak mengungkap temuan kritis tentang ketimpangan antara regulasi perlindungan internasional dan realitas suram penebangan liar serta perdagangan ilegal sonokeling.
Meskipun telah terdaftar di Apendiks II Konvensi tentang Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES) serta dikategorikan sebagai spesies rentan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), sonokeling terus mengalami tekanan eksploitasi dari jaringan perdagangan ilegal.
Campaign Leader Kaoem Telapak, Abu Meridian, mengungkapkan laporan ini menyoroti perbedaan signifikan data ekspor sonokeling yang dilaporkan Indonesia kepada CITES dan data impor negara tujuan. Pada rentang 2017 dan 2023, negara-negara pengimpor melaporkan menerima 975.191,04 meter kubik (m3) sonokeling, sementara Indonesia hanya melaporkan ekspor sebesar 421.648,85 m3. Terdapat selisih sebesar 56,76 persen lebih rendah dari laporan importir.
![](https://cdn.betahita.id/9/4/9/9/9499_840x576.png)
Laporan Indonesia kepada CITES juga lebih rendah 38,67 persen dari data ekspor yang tercatat pada Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK). Data SILK sendiri menyebutkan ekspor sonokeling sebesar 683.225,25 m3 pada periode yang sama.
“Perbedaan data yang signifikan ini perlu diselidiki dengan serius untuk mengetahui penyebabnya. Kesenjangan data perdagangan ini dapat mengindikasikan adanya kayu sonokeling ilegal yang masuk dalam rantai pasok global,” ucapnya dia melalui rilis pers.
Hasil penelusuran mereka menunjukkan seluruh pasokan sonokeling di pasar Cina berasal dari Indonesia. Kayu ini diekspor dalam bentuk kayu gergajian atau papan sebagai bahan baku industri furnitur, flooring, dan veneer. Data SILK menunjukkan bahwa selama periode 2014-2023 Indonesia mengekspor sekitar 1 juta m3 sonokeling ke Cina, dengan volume yang berfluktuasi tiap tahunnya.
Peta Lokasi Pemantauan Illegal Logging di kawasan Hutan Toto Rompu, Dompu dan Bima, NTT. Foto: Kaoem
Pada tahun 2024, para investigator bertandang ke Kabupaten Bima dan Dompu, Sumbawa yang memiliki potensi sonokeling dan kerap menjadi incaran pemodal. Mereka menemukan dugaan pembalakan liar dan peredaran kayu sonokeling ilegal di kawasan hutan negara Toffo Rompu RTK 65 BKPH Toffo Pajo Soromandi (Topaso). Volumenya mencapai 50 m3 per bulan.
Para pelaku menebang sonokeling tanpa dokumen resmi dan izin konsesi yang sah, mengolahnya menjadi kayu gergajian, dan berbohong bahwa kayu tersebut berasal dari hutan rakyat dengan menggunakan SAKR (Surat Angkutan Kayu Rakyat) untuk memasok industri di Bima dan Dompu. Modus operandi ini digunakan untuk menghindari penggunaan SKSHHK (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu) yang diwajibkan untuk kayu dari hutan negara, yang akhirnya memungkinkan kayu sonokeling ilegal masuk ke rantai pasok legal. Industri-industri ini selanjutnya mengirim kayu ke Surabaya menggunakan Nota Angkutan.
Investigasi juga mengungkap seorang broker besar yang mengendalikan perdagangan ilegal sonokeling antara Sumbawa dan Surabaya. Bukti yang mereka peroleh berupa nota angkutan sebuah industri kayu di Sumbawa yang diduga palsu. Nota ini dipakai untuk memasok perusahaan bersertifikat SVLK.
"Sistem sertifikasi SVLK, yang dirancang untuk memastikan sumber kayu yang legal dan berkelanjutan, tampaknya rentan terhadap manipulasi. Temuan kami menimbulkan kekhawatiran serius tentang efektivitas SVLK dalam mencegah kayu ilegal memasuki rantai pasokan bersertifikat," ungkapnya.
Mereka pun merekomendasikan pengusutan jaringan pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal di Sumbawa dengan menggunakan pendekatan aliran uang untuk mengungkap penerima manfaat kegiatan ilegal ini. Mestinya pemerintah melakukan pengawasan sertifikasi SVLK dan penerapan sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang melanggar, serta mendorong penerapan penuh informasi geolokasi untuk meningkatkan ketelusuran kayu.
Abu menyebutkan Sekretariat CITES harus menetapkan unit pelaporan yang terstandarisasi, memastikan kepatuhan pelaporan negara anggotanya, dan melakukan penyelidikan terhadap perbedaan data perdagangan yang signifikan. Otoritas CITES di Indonesia juga harus memperbaiki akurasi data tegakan CITES, memantau perdagangan sonokeling serta menerapkan kuota pengambilan.
“Peran dan kolaborasi semua pihak sangat penting untuk menghentikan pembalakan liar dan perdagangan ilegal kayu sonokeling, untuk memastikan keberlanjutannya,” ucap Abu.
SHARE