4 Kebun Kayu Sumbang Ratusan Ribu Hektare Deforestasi Kalteng
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Deforestasi
Kamis, 06 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Empat perusahaan kebun kayu pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) Hutan Tanaman—sebelumnya disebut Izin Usaha Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT)—telah berkontribusi menghilangkan ratusan ribu hektare tutupan hutan alam di Kalimantan Tengah (Kalteng) selama 22 tahun. Fakta ini ditemukan tim Save Our Borneo (SOB) melalui monitoring menggunakan data dari Global Forest Change (GFC) pada laboratorium Global Land Analysis and Discovery (GLAD) di Universitas Maryland untuk menghitung luas deforestasi yang terjadi di wilayah tersebut selama periode 2001-2023.
Selama periode itu deforestasi telah menimbulkan dampak signifikan terhadap luas tutupan hutan di Kalteng, yang dikenal memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan berperan penting bagi keseimbangan ekosistem global.
Ada empat perusahaan yang menjadi obyek dalam monitoring ini, yaitu PT Korintiga Hutani, PT Ceria Karya Pranawa, PT Industrial Forest Plantation, dan PT Baratama Putra Perkasa.
Selama pengamatan, ditemukan bahwa PT Korintiga Hutani menjadi penyumbang deforestasi terbesar dari empat perusahaan yang ada. Dengan mengantongi izin seluas 94.384 hektare dan izin operasional sejak 1998 yang mengalami perubahan di 2021 (Data Dinas Kehutanan Prov. Kalteng), sudah sekitar 89% konsesinya digarap. Artinya, telah terjadi deforestasi sebesar 84.012,30 hektare di wilayah tersebut.
“Deforestasi serupa juga terjadi di PT Ceria Karya Pranawa yang memiliki izin seluas 50.920 hektare. Di konsesi ini, kehilangan tutupan hutan terjadi sebesar 17.598,90 hektare,” kata Muhammad Habibi, Direktur SOB, Senin (3/2/2025).
Habibi menyebut deforestasi di konsesi PT Industrial Forest Plantation juga tak kalah memprihatinkan. Pada konsesi seluas 100.989 hektare ini, SOB menemukan bahwa deforestasi bahkan telah terjadi sebelum perusahaan ini memperoleh izin operasional. Pada pengamatan periode 2001-2023, tercatat sebelum 2009, deforestasi telah terjadi sebesar 4.674,73 hektare.
Padahal, izin operasional perusahaan ini baru keluar di 2009. Pascaizin, kata Habibi, tentu saja deforestasi terjadi semakin masif, menjadi sebesar 32.605,31 hektare. Sehingga, total keseluruhan deforestasi adalah sebesar 37.280,04 hektare.
Terakhir, PT Baratama Putra Perkasa yang merupakan anak perusahaan dari Sinarmas Grup. Dengan izin seluas 36.100 hektare, deforestasi di areal usaha perusahaan tersebut luasnya sebesar 17.731,65 hektare, terhitung selama periode 2001-2023.
Sama seperti temuan di perusahaan sebelumnya, sebelum izin operasional mereka terbit di tahun 2014, deforestasi telah terjadi sebesar 1.643,56 hektare. Setelah mendapatkan izin, deforestasinya meluas menjadi sebesar 16.088,09 hektare.
“Kasus pada PT Industrial Forest Plantation dan PT Baratama Putra Perkasa sekaligus menunjukkan bahwa terjadinya deforestasi nyatanya tak dibatasi dengan waktu keluarnya izin resmi. Malahan, pasca-dikeluarkannya izin, luasan deforestasinya naik secara signifikan,” kata Habibi.
Habibi menyatakan, ancaman deforestasi dari keempat perusahaan ini belum berakhir. Berdasarkan proyeksi yang dilakukan SOB, dari data-data yang telah dikumpulkan, masih ada potensi dilakukannya deforestasi oleh perusahaan-perusahaan ini.
Hanya dari pembukaan yang sebelumnya telah dilakukan PT Korintiga Hutani saja, masih ada sisa areal izin sebesar 10.372 hektare yang belum digarap. Artinya, ke depan akan ada potensi perusahaan melakukan deforestasi lagi seluas izin yang tersisa tersebut.
Begitu pula dengan PT Ceria Karya Pranawa yang berpotensi melakukan deforestasi ke depan sebesar 33.321 hektare, PT Industrial Forest Plantation sebesar 63.709 hektare, dan PT Baratama Putra Perkasa sebesar 17.731,65 hektare.
“Masih sulit bagi Kalteng untuk bisa bernafas lega. Selama ancaman deforestasi masih membayangi, akan terus ada dampak buruk dari rusaknya ekosistem hutan. Mulai dari keterancaman punahnya habitat dan spesies langka dan dilindungi, hingga perubahan iklim global yang semakin ekstrim,” katanya.
Habibi mengatakan, SOB mendesak agar perusahaan-perusahaan ini memperkuat komitmen mereka terhadap keberlanjutan dan kelestarian hutan, termasuk memastikan bahwa praktik pembukaan lahan yang dilakukan tidak merusak lingkungan lebih jauh.
“Kami juga mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi lebih mendalam terhadap aktivitas perusahaan-perusahaan ini, serta menegakkan komitmen mereka dalam menjaga kelestarian hutan dan mencegah deforestasi lebih lanjut,” ucap Habibi.
SHARE