Stadi Auriga: Hutan Alam Indonesia Seluas IKN Hilang pada 2024

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

SOROT

Jumat, 31 Januari 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Malam sudah tinggi, waktu menunjukkan pukul 01.35 WIB, namun Wahyu Ananta Nugraha masih tepekur di depan peta dan angka-angka pada beragam tabel di layar laptopnya. Sesekali, dia menekan tombol mouse untuk memeriksa poligon-poligon yang ditunjukkan oleh data tree cover loss atau kehilangan tutupan hutan Global Land Analysis and Discovery (GLAD) Alert University Maryland, di sebuah peta digital.

Wahyu melakukan ini demi mendapatkan angka deforestasi Indonesia 2024. Ia bersama para peneliti lainnya di Auriga Nusantara sudah berbilang bulan lamanya melakukan analisis data indikasi deforestasi. Prosesnya  melewati berbagai tahapan yang terlihat rumit, mulai dari mengumpulkan data sekunder, hingga mengklasifikasi dan memverifikasi area indikasi deforestasi berdasarkan penampakan citra satelit Planet.

“Hasilnya, deforestasi di Indonesia sepanjang 2024 terindikasi mencapai 261.575 hektare,” kata Wahyu, Jumat (31/1/2025).

Angka ini setara luas IKN jika nanti jadi, mengutip Kepala Otoritas Ibu Kota Nusantara Bambang Susantono. Bambang mengatakan di DPR RI pada 2023 lalu bahwa luas wilayah IKN akan mencapai 256 ribu hektare (ha). Adapun dibanding luas Jakarta, deforestasi 2024 mencapai empat kali lipatnya.

Pantauan lapangan oleh tim Auriga Nusantara memverifikasi deforestasi yang terjadi di areal konsesi PT Kayan Kaltara Coal di Kalimantan Utara. Foto ini diambil pada 27 Desember 2024. Sumber: Auriga Nusantara.

Angka deforestasi Indonesia 2024 ini disajikan oleh Auriga dalam sebuah laporan bertajuk Status Deforestasi Indonesia (Stadi) Tahun 2024, yang baru saja dirilis. Dalam laporan tersebut, deforestasi Indonesia tahun lalu meningkat sekitar 4.191 hektare dari deforestasi tahun sebelumnya yang sebesar 257.384 hektare. Deforestasi ini terjadi di seluruh pulau besar di Indonesia. Peningkatan deforestasi tahunan terjadi di Kalimantan dan Sumatera, sementara deforestasi di Sulawesi, Papua, Kepulauan Maluku, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara menurun.

Sama seperti tahun sebelumnya, pada 2024, Kalimantan kembali menempati peringkat pertama pulau dengan deforestasi terluas di Indonesia, yang mencapai 124.896 hektare. Sedangkan peringkat kedua dan ketiga, ditempati oleh Sumatera dan Sulawesi, yang masing-masing sebesar 91.248 hektare dan 17.361 hektare.

Sementara itu, dilihat berdasarkan provinsi, Kalimantan Timur menjadi penyumbang deforestasi terbesar pada 2024, dengan angka mencapai 44.483 hektare. Diikuti oleh Kalimantan Barat seluas 39.598 hektare dan Kalimantan Tengah 33.389 hektare.

Lebih jauh, analisis data menunjukkan deforestasi pada 2024 terjadi di 428 kabupaten/kota, atau pada 83% kabupaten/kota se-Indonesia yang seluruhnya berjumlah 514. Terdapat 68 kabupaten yang menghasilkan deforestasi lebih dari 1.000 hektare.

Di antara 428 kabupaten/kota ini, Kutai Timur menjadi yang tertinggi angka deforestasinya, yang luasnya sekitar 16.578 hektare. Dua teratas lainnya adalah Berau seluas 9.378 hektare, dan Ketapang seluas 9.115 hektare. Di 10 kabupaten/kota dengan deforestasi terluas, hanya satu yang berasal dari Sumatera, yakni Musi Banyu Asin, Provinsi Sumatera Selatan. Sembilan lainnya berasal dari Kalimantan.

<

“Dilihat dari status lahannya, 57% deforestasi terjadi pada lahan yang dikuasai negara atau kawasan hutan,” kata Timer Manurung, Ketua Yayasan Auriga Nusantara.

Timer menjelaskan, deforestasi dimaksud dalam laporan ini adalah hilangnya tutupan hutan alam, sehingga tim Auriga tidak menghitung kehilangan kebun kayu dan/atau hutan tanaman. Hutan alam merupakan asosiasi vegetasi yang didominasi tumbuhan berkayu yang tumbuh secara alami. Dengan demikian, hutan alam dalam terminologi ini mencakup baik hutan sekunder maupun hutan primer.

Kebun kayu sendiri merupakan hamparan yang berisi tanaman berkayu yang dipanen secara periodik dalam rentang di bawah 10 tahun, sementara hutan tanaman adalah hamparan berisi tanaman berkayu namun tidak ditebang secara periodik di bawah 10 tahun.

Kebun kayu di Indonesia dapat berupa hamparan kayu penghasil pulp atau kayu energi, yang oleh Kementerian Kehutanan disebut “hutan tanaman”, sehingga dimasukkan dalam kategori agrikultur atau pertanian.

“Hutan tanaman menurut kategori yang dibangun Auriga Nusantara semisal hamparan jati di Pulau Jawa, dan dikategorikan hutan,” kata Timer.

Timer mengatakan, selain menggunakan citra satelit, verifikasi indikasi deforestasi juga dilakukan dengan pemantauan di lapangan. Pemantauan ini dilakukan terhadap area-area tertentu sepanjang 2024. Pemilihan area pemantauan didasarkan pada keterwakilan kategori, yakni geografis, tipologi kawasan hutan, proyek pemerintah, dan konsesi berbasis lahan (tambang, kebun kayu, logging, dan sawit).

Sepanjang 2024, tim peneliti Auriga Nusantara mengunjungi area-area deforestasi di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat Daya, dan Provinsi Papua. Secara keseluruhan, area deforestasi 2024 yang dikunjungi tim peneliti Auriga Nusantara merepresentasi area deforestasi seluas 22.350 hektare.

Penebangan hutan alam yang dilakukan PT Mayawana Persada di dalam konsesinya. Foto ini diambil pada Maret 2024. Sumber: Yudi Noviandi/Auriga Nusantara.

Nasib hutan alam ada di tangan Presiden Prabowo

Saat ini, imbuh Timer, perlindungan hukum terhadap hutan alam di Indonesia, hanya terdapat pada hutan-hutan alam yang berada di kawasan konservasi. Karena perbuatan mengkonversi tutupan dan/atau bentang alam tidak diperbolehkan dilakukan di dalamnya. Dari total 22,4 juta hektare kawasan konservasi di Indonesia, 17,3 juta hektare berupa tutupan hutan alam. 

“Memang ada kebijakan moratorium izin baru di hutan primer dan gambut. Tapi, harus digarisbawahi bahwa moratorium ini adalah bentuk kebijakan, bukan peraturan, sehingga perlindungannya tidak tetap atau permanen,” katanya.

Menurut Timer, moratorium ini secara formal disebut Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) pada Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, yang ditunjuk melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada SK terakhir, November 2023, PIPPIB seluas 66,3 juta hektare. Analisis spasial terhadap peta ini menunjukkan hutan alam di dalamnya seluas 53,5 juta hektare. Namun begitu, seluruh kawasan konservasi dimasukkan dalam PIPPIB.

Terhadap hutan alam di luar kedua hal tersebut, lanjut Timer, tidak ada perlindungan hukum atau kebijakan sama sekali. Tak heran bila Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dengan mudahnya menyebut akan menyediakan 20 juta hektare kawasan hutan untuk cadangan pangan, energi, dan air.

Sementara, sebagaimana Koleksi 3 MapBiomas Indonesia, hutan alam di Indonesia saat ini seluas 94,9 juta hektare, yang 52,9 juta hektare di antaranya berada di area PIPPIB. Artinya, 42 juta hektare hutan alam tersebut tidak memiliki perlindungan hukum atau kebijakan.

“Bahkan, agregat 9 juta hektare di antaranya berada di dalam konsesi konversi, seperti sawit (2,3 juta hektare), tambang (3,2 juta hektare), kebun kayu (3,5 juta hektare),” ucap Timer.

Menurut Timer, perlindungan hukum terhadap hutan alam idealnya dalam bentuk undang-undang. Namun, menghadirkan sebuah undang-undang bukan perkara mudah, dan kerap butuh bertahun-tahun. Peraturan di bawahnya, yakni peraturan pemerintah, pun tidak jarang memerlukan waktu lama, terutama oleh kerumitan dan kompleksitas memperoleh persetujuan lintas kementerian, sebuah prasyarat yang diperlukan oleh satu peraturan pemerintah.

Karena itu, terobosan hukum yang bisa dilakukan dalam waktu cepat adalah dalam bentuk peraturan presiden, yang kekuatannya relatif setara dengan peraturan pemerintah.

“Saatnya Presiden Prabowo Subianto menerbitkan peraturan presiden yang memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh hutan alam tersisa di Indonesia,” ujar Timer. 

SHARE