Curah Izin, Bukan Curah Hujan, Biang Banjir Kalbar - Kritik Walhi
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Ekologi
Senin, 03 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Perusakan alam yang berlangsung sejak lama dan terus terjadi hingga saat ini dinilai sebagai biang utama terjadinya bencana ekologis berupa banjir yang melanda wilayah di Kalimantan Barat (Kalbar) selama beberapa bulan terakhir, demikian menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar.
Direktur Eksekutif Walhi Kalbar, Hendrikus Adam, mengatakan tidaklah tepat mengambing-hitamkan curah hujan yang tinggi sebagai sebagai penyebab utama bencana banjir yang kerap melanda sejumlah kabupaten di Kalbar. Itu hanyalah pemicu dan tidak bisa dikendalikan oleh siapapun.
“Curah hujan selama ini terkesan kerap dijadikan alibi sebagai penyebab banjir untuk mengalihkan bahwa sejatinya ada kewajiban pemerintah yang mesti ditunaikan agar alam tidak dirusak,” kata Adam, Rabu (29/1/2025).
Menurut Adam, biang utama bencana lingkungan tersebut justru curah izin beserta praktik ekonomi ekstraktif lainnya atas sumber daya alam yang berlangsung lama, seperti era hak pengusahaan hutan (HPH), illegal logging atau pembalakan hutan liar, alih fungsi hutan atau lahan untuk perkebunan sawit, izin pertambangan, perkebunan pangan (food estate), penambangan ilegal dan pembukaan lahan. Sebagai penyebab bencana ekologis, lanjut Adam, aktivitas ekstraksi sumber daya alam dan tindakan perusakan alam lainnya, mestinya bisa dikendalikan dan dicegah melalui kebijakan pemerintah.
“Tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan mengembalikan fungsi alam yang telah dirusak. Menanami 50 hektare lahan untuk mengganti 50 hektare hutan yang ditebangi pada hari yang sama misalnya, tidak akan mengembalikan daya dukung dan daya tampung lingkungan,” katanya.
Guna merespons situasi yang terjadi, kata Adam, penting untuk segera melakukan evakuasi dan penanganan terhadap warga korban banjir. Sementara untuk jangka panjang, pemerintah wajib menghentikan aktivitas perusakan hutan atau lahan sembari melakukan penegakan hukum atas pelanggaran dan pemulihan terhadap sejumlah wilayah kritis di Kalbar secara berkelanjutan
“Jangan sampai deforestasi dengan membabat hutan dan menggantinya dengan tanaman monokultur sebagaimana diisyaratkan Presiden Prabowo dalam pernyataannya justru diikuti pemerintah di Kalbar. Jika ini yang terjadi, maka lonceng selamat datang bencana akan terus menggema di berbagai penjuru,” ucap Adam.
Dia mencontohkan Kabupaten Landak yang terendam banjir cukup parah di Kalbar. Hasil analisis menggunakan Mapbiomass Indonesia, menunjukkan bahwa hutan alam di Landak telah menyusut sebanyak 110.111,94 hektare dalam rentang waktu 2000-2022. Pada 2000, luas hutan alam di Landak seluas sekitar 339.715,13 hektare, berkurang menjadi 229.603,19 hektare pada 2022.
Hilangnya ratusan ribu hektare hutan alam itu diakibatkan oleh alih fungsi, di antaranya menjadi perkebunan sawit seluas 77.747,05 hektare, kebun kayu 2.927,76 hektare, sawah 919,96 hektare, lubang tambang 551,66 hektare, dan pertanian lainnya seluas 27.007,82 hektare.
SHARE