Sandiwara Pagar Laut di Pantai PSN PIK 2

Penulis : Aryo Bhawono

Kelautan

Sabtu, 11 Januari 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang membentang di pantura Tangerang, Banten diduga merupakan salah satu teknik untuk mempersiapkan reklamasi. Berbulan-bulan, pemerintah tak sanggup mengungkap pihak yang membangun pagar tersebut. 

Pagar laut itu membentang sepanjang 30,16 km di sepanjang perairan Pantai Kalimati, Pantai Alar, hingga Pantai Anom. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencurigai pembangunan tersebut dilakukan dalam rangka reklamasi. 

Manajer Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur Walhi, Dwi Sawung, mengungkapkan wujud konstruksi penanaman bambu tersebut mirip dengan langkah awal konstruksi reklamasi pantai. 

“Jadi bambu-bambu itu ditancapkan di semua wilayah yang akan direklamasi. dia membentuk sabuk dulu, kemudian di dalamnya juga akan ditancapkan bambu juga untuk menjadi bagian pondasi daratan,” ucapnya. 

Penyegelan pagar laut oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Sumber: PSDKP

Hal serupa, kata dia, juga dipraktikkan ketika reklamasi pengembangan Pelabuhan Kalibaru atau New Priok di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Hanya saja pada proyek tersebut reklamasi terpisah dengan daratan utama sehingga dibuat sabuk lain dari batu untuk pemecah gelombang.

Pembangunan pagar laut itu sendiri berada di muka perairan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland pada Area B (Taman Nusantara) di PIK 2 yang dipaparkan Deputi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Kemenko Perekonomian. 

Ia menduga pagar laut maupun kepentingan reklamasi itu terkait dengan PSN Tropical Coastland. 

“Ini masih dugaan tetapi melihat lokasinya, itu sangat memungkinkan,” ungkapnya.

PSN ini sendiri berpolemik karena tidak tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi maupun kabupaten/kota.

Proyek pengembangan PIK 2 “Tropical Coastland” di kawasan Pantai Utara Tangerang, Banten. Sumber

Sawung mempertanyakan sikap pemerintah yang bergerak lambat atas pembangunan pagar laut ini. Mereka mendapatkan pengaduan dari Agustus 2024 lalu namun hingga kini tidak mampu mengungkap siapa di balik pembangunan pagar laut tersebut.

“Pemerintah seolah-olah tidak berdaya atau lebih tepatnya tidak berani mengungkap siapa yang membangunnya. Kan aneh, nggak bisa terungkap. padahal kejadiannya di depan mata,” kata dia. 

Terpisah,  Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan kegiatan pemagaran laut tanpa izin itu. Pemagaran itu dihentikan lantaran diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan berpotensi merusak ekosistem pesisir.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, menyatakan penyegelan merupakan sikap tegas KKP merespon aduan nelayan setempat serta menegakkan aturan yang berlaku terkait tata ruang laut.

“Saat ini kita hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini,” kata Ipung melalui keterangan pers. 

Tim gabungan Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Ditjen PSDKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Banten telah menginvestigasi desa dan kecamatan sekitar lokasi pemagaran laut pada September 2024.  

Hasil investigasi dan Pengambilan foto udara/drone pemagaran laut dimulai dari Desa Margamulya sampai dengan Desa Ketapang. Kemudian Desa Patra Manggala sampai dengan Desa Ketapang. Diketahui konstruksi bahan dasar pemagaran merupakan cerucuk bambu.  

Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Sumono Darwinto menjelaskan bahwa lokasi pemagaran berada dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten No 2 Tahun 2023 Tentang Rencana Tata Ruang DKP. 

“Tim juga melakukan analisis foto drone dan arcgis, diketahui kondisi dasar perairan merupakan area rubble dan pasir dengan jarak lokasi pemagaran dari perairan pesisir berdasarkan garis pantai sejauh kurang lebih 700 meter. Berdasarkan e-seamap, kegiatan pemagaran tersebut tidak memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL),” kata Sumono.

Sementara Corporate Secretary PT PIK 2, Christy Grassela, belum memberikan respons ketika dihubungi melalui pesan dan telepon ketika dihubungi.

SHARE