Setahun Dana Transisi Energi Masih Jauh dari Berkeadilan: Kritik

Penulis : Aryo Bhawono

Energi

Kamis, 12 Desember 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) untuk Just Energy Transition Partnership (JETP) sudah berumur setahun lebih sejak diluncurkan pada November 2023. Namun konsep berkeadilan masih dirasa jauh panggang dari api. 

Dokumen CIPP memberikan sejumlah implementasi transisi energi pada aspek sosial, pendanaan, dan lingkungan. Indonesia Field Organizer 350, Suryadi Darmoko menyebut bahwa pendanaan JETP di Indonesia saat ini tidak berdampak terhadap aspek sosial kemasyarakatan.

”JETP ini dampak ke masyarakatnya tidak ada, jadi ‘just’-nya di mana. Dananya ke perusahaan-perusahaan yang menggantungkan bisnisnya di energi fosil. Pendanaannya tidak cukup adil,” ucap dia pada diskusi ‘Setahun CIPP JETP Indonesia: Bagaimana Kemajuan Implementasi Program Transisi Energi Berkeadilan?’ di Jakarta pada Jumat (6/12/2024).

Menurutnya pendanaan JETP ke depan harus  memperhatikan aspek ini lewat pendanaan hibah.

Capaian bauran energi terbarukan di Indonesia masih rendah. Foto: Bidakara

Manajer Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Dwi Sawung, merasa ada benang kusut dalam transisi energi di Indonesia khususnya pada bidang lingkungan. Banyak solusi palsu seperti alih status dari hutan alam menjadi Hutan Tanaman Energi (HTE). 

“Hutan Tanaman Energi merupakan hutan yang menghasilkan biomassa sebagai salah satu sumber energi terbarukan. Namun demikian, proses awal untuk menciptakan hutan ini adalah dengan menebang pohon,” kata dia.

Sementara dari sisi pekerja, terdapat disparitas kondisi antara pekerja industri dengan situasi iklim dunia yang sangat memerlukan transisi energi fosil menuju ke energi hijau. Unang Sunarno dari Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) menyebutkan hingga saat ini, pekerja industri masih memperjuangkan hak-hak dasar mereka sebagai pekerja yang selama ini tak diperoleh ketika bekerja di sektor berbasis energi fosil. 

“Kami masih memperjuangkan hak-hak kami sebagai pekerja yakni soal pengupahan. Omnibus Law tidak berpihak kepada kami. Namun demikian kami tetap cinta bumi,” kata dia.

Koordinator Penyiapan Program Konservasi Energi Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, M. Arifuddin, mengakui program transisi energi yang berkeadilan di Indonesia tak bisa lepas dari kebutuhan investasi. Pemerintah ingin ada kerjasama erat antara Pemerintah dan JETP untuk mewujudkan transisi energi yang berkeadilan, 

“Kami mendorong JETP membantu pemerintah dalam hal pendanaan. 253 unit pembangkit dibutuhkan untuk mengaliri listrik warga dari Aceh sampai Papua. Kami pun mendorong dana hibah dialihkan ke proyek-proyek ke masyarakat.”

Head of JETP Indonesia Secretariat, Paul Butarbutar, mengatakan lembaganya memiliki ketentuan ketat untuk mengimplementasikan program transisi energi yang berkeadilan. JETP tak akan menyasar program-program yang berdampak buruk bagi sosial, masyarakat, dan lingkungan.

“Kami punya standar 1-9 untuk implementasi program-program transisi energi berkeadilan. Jika merugikan atau berlawanan terhadap aspek-aspek berkeadilan maka JETP tidak akan masuk ke sana,” ujarnya dalam diskusi publik di Jakarta. 

Hingga saat ini anggaran senilai 21,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 345,8 triliun dijanjikan untuk program JETP Indonesia. Selain itu, lebih dari 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 15,8 triliun telah dialokasikan untuk mendanai program-program transisi energi berkeadilan di tanah air.

Peneliti senior dan Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Pius Ginting menilai, untuk mengimplementasikan energi yang berkeadilan, terdapat rekomendasi yang bisa jadi pertimbangan seperti pensiun dini PLTU. Jika geothermal dijadikan energi pengganti maka perlu spesifik berdasarkan site atau lokasi. “Hal ini pun perlu asesmen dampak biodiversitasnya juga,” kata dia. 

SHARE