Habis Ditunda, Terbit Diskriminasi: Amandemen EUDR

Penulis : Kennial Laia

Sawit

Minggu, 17 November 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Parlemen Eropa baru saja mengadopsi proposal penundaan implementasi Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR) selama satu tahun. Keputusan ini diambil dalam voting yang dilakukan Kamis, 14 November 2024, waktu setempat. Hal ini merupakan tahapan yang dilakukan usai proposal penundaan implementasi EUDR yang diajukan Komisi Uni Eropa pada Rabu, 2 Oktober 2024 lalu.

Tidak hanya penundaan selama setahun, sidang Parlemen Uni Eropa juga menghasilkan 8 amandemen terhadap teks EUDR yang mengatur tujuh komoditas dan turunannya, yakni kayu, karet, kelapa sawit, kedelai, sapi, kopi, dan kakao.

Salah satu amandemen krusial terkait penetapan sistem empat tingkatan untuk penilaian negara atau bagian dari negara. Selain high, low. dan standard yang sebelumnya sudah ada di EUDR, kini dimasukkan kategori keempat yakni no risk category atau ‘Tanpa Risiko’.

Direktur Kebijakan Mighty Earth Julian Oram menilai pemungutan suara tersebut tidak berpihak pada lingkungan. “Ini adalah hari yang gelap bagi kredibilitas lingkungan hidup Eropa, yang menghilangkan peran blok tersebut sebagai pemimpin global dalam perjuangan melawan perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pelanggaran hak asasi manusia,” katanya dalam pernyataan tertulis, Jumat, 15 November 2024.

Ilustrasi Sawit Plasma. Foto: Yudi/Auriga

“Dimasukkannya kategori baru “tanpa risiko” akan memungkinkan banyak negara dianggap bebas risiko, meskipun deforestasi, degradasi, dan praktik ilegal masih terjadi. Hal ini juga kemungkinan akan mendorong penyelundupan komoditas pertanian dalam skala besar dari wilayah berisiko tinggi ke negara-negara yang 'tidak berisiko', dalam perjalanan ke Uni Eropa,” kata Oram.

Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien menganggap penundaan ini adalah langkah mundur dalam upaya menekan laju deforestasi di tingkat global. Padahal, kebutuhan perbaikan manajemen hutan dan komoditas penyebab deforestasi merupakan urgensi yang amat mendesak.

Menurutnya, penambahan klausul “no risk category” merupakan bentuk diskriminasi terhadap negara produsen yang lebih rentan terhadap deforestasi seperti Indonesia, “Karena ketentuan tersebut akan berpotensi melindungi negara anggota, namun menekan Indonesia maupun negara produsen lainnya yang berpotensi dikategorikan high risk,” katanya.

Tindakan ini, kata Andi, dapat menimbulkan ketidakadilan kompetitif, karena pelaku industri di negara produsen harus menanggung beban pembuktian bebas deforestasi yang lebih tinggi, sedangkan negara anggota yang dikategorikan no risk mungkin dibebaskan dari persyaratan ketat yang sama.

Pilihan diskriminatif ini diawali oleh European People’s Party (EPP) yang mengusulkan amandemen terhadap teks EUDR. Demikian pula paska voting, EPP telah menyatakan bahwa amandemen tersebut (no risk category) prioritasnya adalah untuk memastikan bahwa negara anggota dengan manajemen hutan yang baik dapat diklasifikasi sebagai zero risk.

Pernyataan EPP tersebut menunjukkan perlakuan berbeda terhadap negara produsen. “Kami menyatakan bahwa tak ada negara di dunia yang tak mengalami degradasi dan penggundulan hutan, dan regulasi EUDR ini wajib diterapkan secara setara tanpa diskriminatif,” kata Andi.

Selain itu, adanya penambahan kategori no risk mungkin mendorong perusahaan Eropa untuk beralih dari pemasok di negara dengan label high risk ke pemasok di negara-negara no risk, yang akan menguntungkan produsen besar di Eropa. Menurut Andi ini akan memperburuk ketegangan antara negara produsen dengan Uni Eropa.

Selanjutnya, Parlemen Uni Eropa akan mengirimkan naskah perubahan ini ke Council dan keduanya perlu menyepakati teks yang berubah tersebut, dan mengejar waktu sampai sebelum berakhir pada 2024 ini. Hal lain yang dapat dilakukan adalah Presiden Komisi Eropa harus menarik proposal penundaan tersebut kembali agar EUDR dapat berjalan sesuai waktunya pada 1 Januari 2025.

SHARE