BRIN Panen Biosilika dari Limbah Sawit dan Padi

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Senin, 22 Juli 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Peneliti Pusat Riset Agroindustri (PRA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mengubah limbah sawit dan padi menjadi produk biosilika. 

“PRA telah menghasilkan beberapa produk riset biosilika, yaitu biosilika cair dan biosilika bubuk yang berbahan dasar sekam padi dan abu boiler sawit dalam bentuk nanopartikel," kata peneliti PRA BRIN,  Hoerudin, dalam paparannya di webinar Agroinfuture #7 yang diselenggarakan oleh BRIN, dikutip Minggu, 21 Juli 2024.

Hoerudin mengatakan, per tahun Indonesia menghasilkan kurang lebih menghasilkan 2 juta ton abu boiler dari pabrik pengelolaan sawit dan 10 juta ton sekam dari padi. “Kini, limbah tersebut bisa diubah menjadi produk biosilika bernilai ekonomi,” katanya.

Abu boiler kelapa sawit dan sekam padi memiliki kandungan silika (SiO2) sebesar 15-20 persen dan 50-60 persen. Dari 5 ton panen padi per hektare dan 20 ton panen tandan buah sawit per hektare, ujarnya, masing-masing bisa dihasilkan sekitar 230 kg dan 154 kg silika. Silika tersebut setara dengan dosis pupuk makro yang diberikan. 

Ilustrasi Sawit Plasma. Foto: Yudi/Auriga

Silika yang dipanen, kata Hoerudin, kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk. Biosilika cair lebih efektif dalam pengaplikasiannya sebagai pupuk cair, karena lebih mudah diserap tanaman. Saat ini, produk biosilika cair telah diujicoba di 22 provinsi di Indonesia untuk tanaman padi, bawang merah, dan tebu. Uji coba dilakukan bekerja sama dengan instansi pemerintah, industriawan, dan kelompok tani.

Selain sebagai pupuk, biosilika juga digunakan dalam pestisida, tekstil fungsional, hingga menggurangi penggunaan krom pada proses penyamakan kulit. Tak hanya itu, biosilika juga berpotensi diaplikasikan sebagai kandidat alternatif material graf pengganti tulang di bidang kedokteran gigi. 

"Upaya pengembangan produksi biosilika dari sekam padi dan abu boiler kelapa sawit dapat menjadi produk alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan produk silika dari bahan tambang seperti pasir kuarsa, kuarsit, dan pelsfar yang tidak terbarukan dan proses produksinya membutuhkan banyak energi," kata Hoerudin. Upaya tersebut dapat membantu Indonesia mengurangi impor silika komersial untuk kebutuhan berbagai industri, yang nilai impornya terus meningkat. 

Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN Puji Lestari menyebut, kelapa sawit dan padi adalah tanaman akumulator silika. Tanaman yang masuk kategori ini banyak membutuhkan, menyerap, dan mengandung silika. Jika produksinya meningkat, maka limbah argoindustri dari komoditas tersebut pun meningkat. 

“Ini perlu diolah menjadi produk yang bernilai ekonomi, sekaligus mengurangi potensi masalah lingkungan dan sosial akibat penumpukan limbah yang tidak termanfaatkan," kata Puji.

SHARE