KLHK Digugat LBH Padang Karena PLTU Ombilin Bandel

Penulis : Gilang Helindro

Hukum

Jumat, 21 Juni 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Enam tahun sudah lewat sejak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberi sanksi kepada PLTU Ombilin, PLTU di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat, itu belum sepenuhnya mentaati perintah KLHK. Ketidakpatuhan pihak PLTU Ombilin atas sanksi paksaan tersebut, ujar Diki Rafiqi, Koordinator Advokasi LBH Padang, berdampak pada terus terjadinya pencemaran dan pelanggaran.

Demi memastikan penegakan hukum dan terjadinya keadilan bagi masyarakat terdampak dan lingkungan, kata Diki, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis, 20 Juni 2024. Tergugatnya: KLHK.

“Hari ini kami mendaftarkan gugatan pada PTUN Jakarta terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengenai perbuatan melawan hukum pejabat pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad) yang tidak melakukan pembekuan atau pencabutan izin lingkungan terhadap PT. PLN (Persero) Sektor Ombilin (PLTU Ombilin),” kata Diki, dikutip Kamis, 20 Juni 2024. 

Diki Rafiqi menyampaikan gugatan terhadap KLHK ini dimaksudkan agar ada keadilan dan kepastian hukum. “Salah satu tugas LBH Padang yaitu mendorong terjadinya penegakkan hukum dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM), dalam hal ini kami berupaya mendorong penegakkan hukum di bidang lingkungan hidup, pemulihan hak atas lingkungan hidup dan perlindungan hak atas kesehatan masyarakat,” ungkap Diki. 

LBH Padang mendaftarkan gugatan pada PTUN Jakarta terhadap KLHK Menyoal PLTU Ombilin. Foto: Istimewa/LBH Padang

Alfi Syukri, kuasa hukum LBH Padang menyampaikan alasan dimasukkannya gugatan terhadap KLHK karena pihaknya telah aktif melakukan pemantauan atas sanksi yang diberikan kepada PLTU Ombilin sejak tahun 2019 hingga hari ini. Setelah mendapatkan sanksi pada tahun 2018 itu, diduga PLTU Ombilin melakukan lagi pelanggaran, sehingga pihaknya membuat pengaduan. “Namun pengaduan yang kami buat itu tidak ditindaklanjuti, dengan alasan PLTU Ombilin masih dalam proses pemenuhan sanksi. Jawaban pengaduan ini tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu sehingga upaya yang bisa dilakukan selanjutnya menggugat KLHK agar bertindak mencabut izin PLTU Ombilin,” kata Alfi. 

KLHK memberikan Sanksi Paksaan Pemerintah dengan Nomor Sanksi SK.5550/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/8/2018 pada tanggal 28 Agustus 2018 berupa paksaan untuk melakukan (1) perubahan izin lingkungan, (2) memiliki izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pemanfaatan LB3 berupa FABA, (3) melengkapi kemasan LB3 dengan label LB3, (4) memperbaiki cerobong emisi diesel emergency dan fire fighting sesuai pertek, (5) melakukan pengukuran emisi sumber tidak bergerak terus menerus dalam kondisi rusak atau secara manual, (6) melakukan pengambilan sampel tanah untuk uji kesuburan, kualitas air tanah pada sumur uji, dan (7) melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup di 5 area. 

Kementerian LHK telah memberikan waktu kepada PLTU Sektor Ombilin maksimal 180 hari untuk memenuhi kewajibannya sebagai pemegang izin usaha terkhusus berkaitan dengan lingkungan hidup sebagaimana ditetapkan dalam sanksi paksaan pemerintah. Namun hingga saat ini tetap saja PLTU Ombilin belum sepenuhnya memenuhi sanksi paksa pemerintah di antaranya belum melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup di daerah Guguak Rangguang, Desa Tumpuak Tangah; di daerah Tandikek Bawah, Desa Sijantang Koto.

Bukan hanya itu, berdasarkan pemantauan LBH Padang, PLTU Sektor Ombilin diduga melakukan pencemaran lingkungan hidup. Pertama, pencemaran udara dari cerobong emisi PLTU Ombilin yang terjadi setidak-tidaknya pada Februari 2019, November 2019, 6 November 2022, 4 Mei 2023, 4 Juli 2023, dan 17-19 Juli 2023. Pelanggaran ini merupakan pengulangan pelanggaran yang sebelumnya telah dikenakan sanksi oleh pemerintah.

Kedua, penumpukan abu sisa pembakaran yang masih menggunung di PLTU Ombilin dan bertebaran ke permukiman masyarakat Desa Sijantang Koto, masih terjadi hingga November 2019. Pelanggaran ini merupakan pelanggaran yang berulang yang sebelumnya telah dikenakan sanksi paksaan pemerintah. Ketiga, polusi abu dari truk pengangkut batubara dan abu batubara saat proses keluar masuk PLTU Ombilin.

Alfi menyayangkan soal masifnya pelanggaran yang dilakukan oleh PLTU Ombilin, apalagi saat ini sanksi paksaan masih ada yang belum ditaati. "Bahkan hasil pantauan di lapangan, kami menduga PLTU Ombilin melakukan pelanggaran yang berulang. Padahal KLHK memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan terhadap izin yang diterbitkan,” tambah Alfi. 

Kondisi pelanggaran oleh aktivitas PLTU Ombilin berdampak pada lingkungan dan menciptakan situasi genting pada kesehatan masyarakat Sijantang Koto, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. 

Data dari dua kali pemeriksaan kesehatan terhadap anak-anak SD 19 Sijantang Koto pada Desember tahun 2016 - Januari 2017 menunjukkan lebih dari 50 murid kelas III dan IV mengalami gangguan fungsi paru. Dari jumlah tersebut sebanyak 34 atau 76 persen murid mengalami obstruksi ringan, dan 34  atau 76 persen murid lainnya mengalami paru bronchitis kronis dan TB paru. Dari pemeriksaan itu juga ditemukan adanya hubungan penurunan fungsi paru dan kelainan pada foto toraks dengan jarak tempat tinggal yang paling dekat 1 km. Hal ini juga terjadi pada kondisi murid yang keluar rumah tanpa memakai masker. 

Pada periode Desember 2017, masyarakat di sekitar PLTU melakukan pengecekan kesehatan terhadap 53 orang murid kelas IV dan V dengan hasil 40 orang anak dalam kondisi fisik yang normal, 10 orang anak mengalami kondisi fisik abnormal. Analisis hasil foto toraks anak-anak SD tersebut terungkap bahwa 66 persen mereka sudah mengalami gangguan seperti bronchitis kronis dan TB paru. Kegiatan pemeriksaan kesehatan yang ini dilakukan oleh Ardianof dan dibantu oleh petugas kesehatan PLTU Ombilin bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

Wildan Siregar, tim kuasa hukum LBH Padang, menyampaikan KLHK seharusnya berpihak terhadap penyelamatan dan perlindungan serta masyarakat terdampak. Sanksi KLHK harus dijalankan untuk memberikan kepastian hukum sesuai dengan asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 2 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Tidak hanya kesehatan anak-anak kata Alfi, dalam data BPS Kota Sawahlunto, angka pengidap ISPA menjadi penyakit paling tinggi di Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto,  pada 2018. Dan dari 2011 sampai 2022 selalu masuk pada sepuluh penyakit tertinggi orang yang berobat puskesmas Talawi. 

Alfi menambahkan, paksaan pemerintah yang sudah lewat jangka waktunya pada bulan Maret 2019 dilakukan perpanjangan jangka waktu sanksi oleh KLHK sanksi sebanyak 2 kali. Perpanjangan pertama tanggal 25 Oktober 2021 dengan jangka waktu sampai Desember 2022 namun tidak terlaksana juga sepenuhnya dan diberikan kesempatan perpanjangan waktu kembali. “Perpanjangan waktu pemenuhan sanksi ini merupakan salah satu bentuk keberpihakan KLHK yang tidak mencerminkan asas umum pemerintahan yang baik serta melanggar aturan perundang-undangan,“ ungkap Alfi.

SHARE