Walhi Yogyakarta Buka Posko Pengaduan Krisis Sosial Ekologi

Penulis : aryo Bhawono

Ekologi

Kamis, 23 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Ekspansi pembangunan dan industri, serta buruknya tata kelola ruang mengancam sosial ekologi Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena itu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta membuka posko aduan krisis sosial-ekologi.

Staf Advokasi Walhi Yogyakarta, Rizki Abiyoga, mengungkapkan berbagai ancaman itu terjadi di berbagai wilayah di Yogyakarta, seperti tambang galian C di Sungai Progo, pembangunan pariwisata di Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunungsewu, pengembangan Kawasan Pariwisata Strategis Nasional di perbukitan Menoreh, hingga permasalahan sampah.

"Berangkat dari persoalan lingkungan hidup tersebut, Walhi Yogyakarta membuka layanan pengaduan mengenai persoalan lingkungan hidup yang berada di wilayah kerja advokasi kami,” ucap Abi, dikutip 22 Mei 2023. 

Ia menjelaskan tambang galian C di Sungai Progo telah mengancam ekosistem sungai dan masyarakat dengan perubahan aliran sungai, erosi, degradasi air sungai, dan penurunan muka air tanah.

Citra satelit keberadaan tiga Resor di Kawasan Karst di Gunung Kidul, DIY. Foto: Walhi Yogyakarta

Pembangunan wisata pun telah menunjukkan dampak buruk. Pembangunan pariwisata padat modal dengan pembangunan hotel berkembang pesat dari 2020-2023. Belakangan sumber air di kawasan Miliran telah hilang. 

“Selain itu, berimbas pula terhadap minimnya ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. Padahal eksistensi ruang terbuka hijau memiliki fungsi penting sebagai respan air tanah, penurunan emisi karbon, dan ruang untuk mengurangi polusi udara yang berada di Perkotaan,” ujar dia. 

Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunungsewu juga turut terancam oleh ekspansi wisata ini. Kawasan Karst Gunungsewu memiliki luas 71.713 hektare dengan ragam fungsi. Fungsi karst tidak hanya berhenti tentang sumber daya air, tetapi juga sebagai pengikat karbon.

Namun pembangunan bisnis privat dan pengurangan KBAK telah terjadi. Pembangunan bisnis privat di KBAK Gunungsewu berupa perhotelan dan sektor pariwisata berskala besar yakni Drini Park, Stone Valley by HeHa, dan Bekizart (sedang direncanakan) merupakan bentuk ancaman yang akan mengubah kondisi geologi di kawasan KBAK Gunungsewu. 

“Pengurangan KBAK Gunungsewu juga tengah gencar dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Gunung Kidul dengan hanya menyisakan 37.018 hektare atau hanya 48,81% dari luasan saat ini,” ucap dia.

Sedangkan di kawasan perbukitan Menoreh pembangunan KSPN berpotensi menggeser corak produksi, budaya, dan krisis sosial-ekologis. Pembangunan yang tengah berlangsung adalah Bedah Menoreh dan Borobudur Highland. 

Pembangunan ini merupakan kelanjutan PSN Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) dan pembangunan Bendungan Bener yang berakibat pada perampasan ruang hidup di Desa Wadas. 

“Walhi Yogyakarta memetakan setidaknya terdapat lima bioregion untuk melakukan advokasi lingkungan hidup, antara lain: Pegunungan Menoreh (Kabupaten Kulon Progo, Magelang, dan Purworejo); Gunung Merapi (Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali, dan Klaten termasuk Daerah Aliran Sungai); Pesisir; Perkotaan; dan Karst Gunungsewu (Kabupaten Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan),” kata dia. 

Layanan pengaduan mengenai persoalan lingkungan hidup dapat diakses melalui hotline pengaduan 085179720794, email yogyakarta@walhi.or.id, instagram: @pulihkanjogja, atau datang ke kantor Walhi Yogyakarta. 

SHARE