Warga Lingkar Tambang Nikel Geruduk Pameran Mobil Listrik

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Senin, 06 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Warga lingkar tambang nikel bersama Koalisi Masyarakat Sipil menggeruduk pameran mobil listrik (EV) yang digelar Perkumpulan Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) di Jakarta International Expo (JiExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Minggu (5/5/2024). Pasalnya, boro-boro mereka menikmati baterai EV, tambang nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai EV justru menyisakan kerusakan lingkungan, konflik sosial, dan kemiskinan di area lingkar tambang. 

Warga lingkar tambang ini berasal dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara yang merupakan tiga dari empat provinsi kaya nikel. Mereka bertandang ke PERIKLINDO Electric Vehicle Show (PEVS) di hari terakhir pameran itu. Berbagai spanduk protes kehancuran lingkungan karena tambang nikel mereka gelar tepat di area pameran. 

Aksi ini sengaja digelar sebagai puncak dari pemeran tandingan ‘Bloody Nikel: Sisi Gelap Kendaraan Listrik’ selama dua hari, pada 3-4 Mei di Taman Ismail Marzuki. 

Warga lingkar tambang nikel bersama Koalisi Masyarakat Sipil menggeruduk pameran kendaraan listrik P

Warga lingkar tambang nikel bersama Koalisi Masyarakat Sipil menggeruduk pameran kendaraan listrik Perkumpulan Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) di Jakarta International Expo (JiExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat pada Minggu (5/5/2024). Foto: Jatam

Sebelumnya pameran itu dihadiri oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat (3/5/2024).

Tren penggunaan kendaraan listrik di Indonesia meningkat signifikan pada 2023 dan penjualan produsen ke distributor (wholesale) meningkat tiap tahun. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), mencatat volume penjualan mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) di Indonesia mencapai 17,06 ribu unit pada 2023. Angka tersebut melonjak secara signifikan dengan persentase 65,2% (year-on-year) dibanding tahun 2022, sekaligus menjadi rekor tertinggi baru. 

Pemerintah sendiri memberikan berbagai insentif pembelian kendaraan listrik berbasis baterai hingga Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Namun suka cita perkembangan kendaraan listrik ini tak dialami oleh masyarakat lingkar tambang. Dalih transisi energi justru tidak memperhatikan daya rusak pemenuhan bahan dasar kendaraan listrik seperti nikel, kobalt, serta industri pengolahan bahan mentah (smelter).

Ekstraksi nikel yang dilakukan oleh berbagai perusahaan-perusahaan baik nasional maupun multinasional telah meninggalkan daya rusak yang panjang dan tak terpulihkan. Misalnya saja yang terjadi di Lelilef dan Gemaf di Halmahera Tengah, tempat penambang PT IWIP beroperasi, atau di Kawasi, Pulau Obi, Halmahera Selatan, tempat Harita Group. Dua wilayah itu menjadi korban karena tambang, smelter, dan PLTU meninggalkan kerusakan, kehilangan biodiveraitas, dan mewariskan penyakit yang sulit dipulihkan, serta melenyapkan hak veto rakyat. 

Warga Sagea, Nursida Can, mengungkap aktivitas PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) telah merusak kehidupan di desanya. Tambang di belakang perbukitan desa telah membuat aliran Sungai Sagea keruh. Kemudian, perairan ikut rusak karena aktivitas perusahaan itu. 

“Jangankan punya kendaraan listrik, kehidupan kami sudah terancam karena kerusakan lingkungan,” ucap dia pada Sabtu (4/5/2023). 

Air di Sungai Sagea tampak merah kecoklatan. Foto: Save Sagea

Hal yang sama di Halmahera bagian timur, tempat PT ANTAM beroperasi. Penambangan nikel telah mengokupasi daratan, mencemari pesisir dan perairan laut, serta memporak-porandakan pulau kecil, seperti pulau Gee dan pulau Pakal. 

Kini, tindak kejahatan lingkungan dan kemanusiaan itu diperparah dengan rencana penambangan nikel di gunung Watowato oleh PT Priven Lestari. Gunung Watowato ini adalah satu-satunya sumber air bagi hampir 20 ribu warga di Kecamatan Maba. Sumber air yang sama juga digunakan oleh warga di Subaim, Kecamatan Wasile, salah satu lumbung pangan (padi) terpenting di Maluku Utara. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan hilirisasi di wilayah sentra nikel telah memicu kemiskinan bagi warga. Persentase angka kemiskinan di wilayah sentra nikel justru mengalami peningkatan. Mulai dari Sulawesi Tengah, yang naik sekitar 0,11 persen poin dari 12,30 persen menjadi 12,41 persen. Lalu disusul Sulawesi Selatan, yang mengalami kenaikan angka kemiskinan 0,04 persen poin dari 8,66 persen menjadi 8,70 persen. Demikian juga dengan di Maluku Utara yang naik 0,09 persen poin dari 6,37 persen pada September 2022 menjadi 6,46 persen. 

Pada kesempatan yang sama, Ekonom Faisal Basri, menyebutkan hilirisasi nikel hanya menguntungkan segelintir orang, terutama pengusaha. Sedangkan warga dan lingkungan menjadi korban. Sehingga tak pantas jika hilirisasi disebut-sebut telah menguntungkan Indonesia.

“Saya tidak anti investor asing, mereka berhak dapat laba. Tapi (seharusnya) yang lebih banyak untungnya  rakyat Indonesia: kerjanya, pajaknya, dan lingkungannya tidak rusak,” ucap dia.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar, mengungkapkan hilirisasi nikel hingga EV justru menjadi ironi. Pameran besar-besaran di Jakarta soal energi bersih dengan EV, tapi warga di lingkar tambang dilupakan deritanya.

“Jadi seolah nikel itu hanya untuk menyamankan hidung orang berduit di Jakarta. Di daerah lingkar tambang, hidup mereka kian sesak,” kata dia.    

SHARE