LIPUTAN KHUSUS:

Nusa Penida Potensial Jadi Pulau Pertama Berbasis Energi Bersih


Penulis : Kennial Laia

Sumber energi terbarukan yang melimpah, letak geografis, dan potensi pariwisata hijau berpotensi bikin Nusa Penida 100% dialiri energi bersih.

Energi

Selasa, 27 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Pulau Nusa Penida, Bali, bisa menjadi wilayah pertama di Indonesia yang seluruh kebutuhan listriknya berasal dari energi terbarukan pada 2030. 

Saat ini pemerintah provinsi Bali bersama sejumlah mitra non-pemerintah telah menyusun dan melaksanakan strategi untuk mengejar target Bali menuju net zero emission (NZE) pada 2045. Target ini ditetapkan pada Agustus 2023. Salah satu tujuan dalam kerangka ini adalah menjadikan Nusa Penida seluruhnya dialiri energi terbarukan pada 2030. 

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, Nusa Penida dipilih sebagai pulau dengan 100% energi terbarukan karena ketersediaan potensi energi terbarukan yang melimpah. Faktor lainnya adalah letak geografis yang terpisah dari Bali dan potensi ekonomi dari pengembangan pariwisata hijau.

Menurut studi IESR untuk Nusa Penida, jika pembangkit energi terbarukan ditingkatkan maka biaya produksi tenaga listrik lebih murah dibandingkan menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Sebagai contoh, biaya produksi listrik untuk PLTD saat ini mencapai Rp4,5 ribu/kWh.

Gambar udara PLTS hibrida di Nusa Penida, Bali. Dok PLN

“Dengan 100 persen energi terbarukan, maka biaya produksi listriknya bisa turun 30-40 persen,” kata Fabby dalam Media Gathering “100 Persen Energi Terbarukan di Nusa Penida” yang diselenggarakan oleh IESR, Rabu, 21 Februari 2024. 

Berdasarkan analisis IESR dan Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Udayana, potensi energi terbarukan di Nusa Penida mencapai lebih dari 3.219 MW. Potensi ini terdiri dari 3.200 MW PLTS ground-mounted, 11 MW PLTS atap, dan 8 MW biomassa. Ini belum termasuk potensi energi angin, arus laut, dan biodiesel. 

Sementara, untuk mengatasi sifat variable renewable energy  yang tersedia pada waktu-waktu tertentu dan dipengaruhi kondisi cuaca, Nusa Penida memiliki potensi penyimpanan daya hidro terpompa (PHES) hingga 22,7 MW. Selain itu, analisis ini juga memasukkan kebutuhan sistem penyimpanan energi dalam bentuk baterai (BESS). 

Hasil pemodelan IESR menunjukkan untuk mencapai 100% energi terbarukan di Nusa Penida pada 2030, sumber energi dominan yang menjadi tumpuan adalah pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS, lantaran teknologinya semakin murah dan sumber yang melimpah. 

Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin Putra Sisdwinugraha, mengatakan sistem ketenagalistrikan Nusa Penida 100% energi terbarukan secara teknis memungkinkan dan mampu mencapai biaya pembangkitan yang lebih rendah dibandingkan menggunakan pembangkit diesel. Saat ini, peta jalan sedang dalam tahap finalisasi setelah mendapatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan. 

Alvin mengatakan, tahap pertama dalam mencapai 100% energi terbarukan di tahun 2030 adalah mencapai diesel daytime-off system, yang memaksimalkan pemanfaatan sistem PLTS dan BESS di siang hari. 

“Secara bersamaan perlu juga didorong untuk kajian lebih lanjut terkait sumber energi lainnya, seperti produksi biomassa, biodiesel, arus laut dan bayu. Sehingga potensi-potensi tersebut bisa dimanfaatkan untuk mencapai pengakhiran penggunaan diesel (diesel phase-out) di 2030,” ujar Alvin.

Fabby mengatakan, jika tercapai, ada peluang besar Nusa Penida memasok kebutuhan energi di Pulau Bali. Pemanfaatan energi terbarukan juga akan menjadikan magnet yang menarik lebih banyak pengunjung ke Nusa Penida dan berdampak pada peningkatan ekonomi daerah.

Lebih jauh, Fabby mengungkapkan kajian awal Nusa Penida dengan 100% energi terbarukan pada 2030 sedang dilakukan dan akan diluncurkan pada 6 Maret 2024. Hal ini merupakan langkah awal untuk menguji konsep dan melakukan perencanaan sistem ketenagalistrikan. 

Fabby mengatakan, untuk mewujudkan Nusa Penida 100% energi terbarukan 2030, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah di tingkat pusat dan daerah, mitra-mitra pembangunan dan non-pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat.