LIPUTAN KHUSUS:

Cuaca Ekstrem akan Lumpuhkan Rumah Sakit Indonesia - Riset COP28


Penulis : Kennial Laia

Indonesia masuk 5 besar negara dengan layanan kesehatan yang terancam lumpuh akibat cuaca ekstrem, kata Cross Dependency Initiative (XDI).

Perubahan Iklim

Selasa, 05 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Ketika orang sakit datang ke rumah sakit, tujuannya adalah sembuh. Namun karena perubahan iklim, layanan kesehatan ini berisiko terganggu, termasuk di Indonesia. Menurut analisis terbaru, Indonesia masuk dalam peringkat teratas negara dengan layanan kesehatan yang terancam lumpuh akibat cuaca ekstrem. 

Laporan tersebut dirilis Cross Dependency Initiative (XDI), organisasi yang menganalisis risiko iklim, sebelum hari kesehatan pada konferensi iklim PBB COP28 di Dubai. Negara-negara akan membahas cara memitigasi dampak kesehatan akibat kerusakan iklim, yang mencakup penyebaran penyakit dan dampak peristiwa cuaca ekstrem.

Satu dari 12 rumah sakit di seluruh dunia berisiko mengalami penutupan total atau sebagian akibat cuaca ekstrem. Ini diprediksi terjadi jika dunia tidak segera menghentikan penggunaan bahan bakar fosil. 

Menurut laporan tersebut, sebanyak 16.245 rumah sakit, dua kali lebih banyak dari rumah sakit yang berisiko tinggi saat ini, akan berada dalam kategori ini pada akhir abad ini jika tidak ada perubahan. Mereka menambahkan bahwa bangunan tempat tinggal atau komersial dengan tingkat risiko seperti ini akan dianggap tidak dapat diasuransikan.

Rumah Sakit Indonesia Paling Berisiko Nomor 5 

Banjir yang terjadi di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, pada Juli 2021. Dok BPBD Kota Samarinda

Indonesia sendiri menempati peringkat lima dari total 50 negara dengan rumah sakit berisiko tertinggi pada 2100 secara global. Sebanyak 3.628 rumah sakit di tanah air dianalisis. Hasilnya, sebanyak 696 atau 19,2% di antaranya memiliki risiko lumpuh total atau sebagian pada 2100.

Sementara itu India menempati peringkat paling atas (5.120 rumah sakit), disusul Tiongkok (1.302), Jepang (1.145), dan Korea Selatan (737). 

Saat ini, Asia Tenggara memiliki persentase rumah sakit tertinggi yang berisiko tinggi mengalami kerusakan akibat kejadian cuaca ekstrem. Negara ini juga menghadapi risiko di masa depan – dengan emisi yang tinggi, hampir satu dari lima rumah sakit (18,4%) di wilayah ini akan ditutup total atau sebagian pada akhir abad ini. Risiko ini mungkin dapat berkurang jika emisi dikurangi secara cepat. Terdapat 10.117 rumah sakit yang dianalisis di seluruh wilayah ini. 

Indonesia memiliki jumlah rumah sakit berisiko tinggi tertinggi di kawasan Asia Tenggara, dengan 509 rumah sakit yang dianggap berisiko tinggi mengalami penutupan sebagian atau seluruhnya akibat cuaca ekstrem pada 2050. Jumlah ini akan meningkat menjadi 696 rumah sakit pada 2100.

Indonesia menempati peringkat lima dari total 50 negara dengan rumah sakit berisiko tertinggi akibat cuaca ekstrem pada 2100.

Menurut analisis tersebut, pemicu utama kerusakan rumah sakit akibat cuaca ekstrem pada 2020, 2050, dan 2100 di Indonesia adalah banjir sungai, genangan pantai, dan banjir air permukaan.

Analisis tersebut menunjukkan bahwa pemanasan global telah mengakibatkan Asia Tenggara mengalami peningkatan risiko kerusakan infrastruktur rumah sakit sebesar 67% sejak 1990.

“Perubahan iklim semakin berdampak pada kesehatan masyarakat di seluruh dunia,” kata Dr Karl Mallon, direktur sains dan teknologi di XDI, dalam rilis organisasi, Senin, 4 Desember 2023.  

 “Apa yang terjadi jika cuaca buruk menyebabkan penutupan rumah sakit juga? Analisis kami menunjukkan bahwa tanpa penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara cepat, risiko terhadap kesehatan global akan semakin buruk, karena ribuan rumah sakit tidak dapat memberikan layanan selama krisis,” ujarnya. 

Meskipun beberapa rumah sakit dapat beradaptasi untuk menghadapi dampak kejadian cuaca ekstrem seperti angin topan, badai hebat, banjir dan kebakaran hutan, banyak rumah sakit yang harus dipindahkan dengan biaya besar.

Seperti banyak dampak kerusakan iklim lainnya, hal ini sebagian besar akan berdampak pada negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, dimana terdapat 71% (11.512) rumah sakit yang berisiko pada akhir abad ini. 

Nick Watts, direktur Pusat Pengobatan Berkelanjutan di National University of Singapore, mengatakan bahwa perubahan iklim mengancam stabilitas sistem kesehatan yang menjadi sandaran pasien dan komunitas. 

“Entah hal ini mengakibatkan ditutupnya fasilitas kesehatan, atau klinik menjadi kewalahan karena meningkatnya beban penyakit, dampaknya terhadap kemanusiaan sangat mengerikan,” kata Watts. 

XDI telah merilis lokasi dan nama semua rumah sakit yang berisiko dan mendesak pemerintah untuk memeriksa rumah sakit di wilayah mereka untuk melindungi mereka.

“Pemerintah mempunyai kewajiban terhadap masyarakat untuk memastikan penyediaan layanan penting yang berkelanjutan. Jika masing-masing negara tidak mengambil tindakan atas informasi ini, atau jika komunitas global tidak memberikan dukungan kepada pemerintah yang membutuhkan, maka hal tersebut merupakan tindakan yang mengabaikan kesejahteraan warganya,” kata Mallon.