LIPUTAN KHUSUS:

Muhammadiyah Desak Pembatalan Proyek PSN Rempang Eco-City


Penulis : Aryo Bhawono

Sikap pemerintah dianggap berpihak kepada investor Proyek Rempang Eco-City sehingga mengesampingkan hak masyarakat Rempang. Proses konsultasi masyarakat terdampak tak pernah dilakukan. Perilaku ini terjadi hampir di tiap PSN.

Agraria

Kamis, 14 September 2023

Editor :

BETAHITA.ID -  Muhammadiyah mengecam pembangunan Rempang Eco City. Mereka beranggapan pemerintah, diwakili Menko Polhukam Mahfud MD berpihak kepada investor. Proyek itu seharusnya dibatalkan.

Sikap Muhammadiyah ini dilayangkan melalui surat yang diteken oleh Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, pada Rabu (13/9/2023). Mereka beranggapan  Proyek Rempang Eco-City merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) bermasalah. Payung hukum proyek ini, misalnya, baru disahkan dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia No 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional pada pada 28 Agustus 2023. 

Proses konsultasi masyarakat terdampak tak pernah dilakukan. Perilaku ini terjadi hampir di tiap PSN. Pemerintah justru memobilisasi aparat secara berlebihan untuk berhadapan dengan masyarakat. 

“Atas dasar itu, LHKP dan Majelis Hukum & HAM PP Muhammadiyah mengecam kebijakan publik pemerintah untuk menggusur masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau demi kepentingan industri swasta. Pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI secara berlebihan bahkan terlihat brutal, pada 7 September 2023, ini sangat memalukan,” tulis pernyataan sikap yang diterima redaksi. 

Aparat gabungan TNI, Polri dan BP Batam memaksa masuk ke kampung adat masyarakat Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau untuk memasang patok tata batas pembangunan Rempang Eco-City pada Kamis (7/9/2023). Sumber foto: WALHI

Menurut mereka, pemerintah telah menunjukkan keberpihakan kepada investor. Sikap ini salah satunya ditunjukkan dengan pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, yang menyebutkan tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap. Faktanya, masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834. 

“Menko Polhukam nampak jelas posisinya membela kepentingan investor swasta dan menutup mata pada kepentingan publik, termasuk sejarah sosial budaya masyarakat setempat yang telah lama dan hidup di pulau tersebut,” lanjut pernyataan tersebut. 

Padahal pemukiman dan warga tercatat telah ada sejak 1834 sedangkan rencana penggusuran bermula pada 2001. Pemerintah Kota Batam datang ke Jakarta untuk mengajukan pengembangan Kawasan Rempang berdasarkan Perda Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam. 

Mereka mengundang pengusaha nasional dan investor dari Malaysia serta Singapura, dengan PT MEG (Grup Artha Graha) untuk mengelola dan mengembangkan kawasan tersebut selama 30 tahun, yang dapat diperpanjang hingga 80 tahun. Namun pada 2007 proyek ini diketahui masyarakat secara luas dan mendapatkan penolakan. 

Pada Juli 2023, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan Xinyi Group dari Cina untuk investasi sebesar 11,5 Miliar USD dalam pembangunan pabrik kaca dan solar panel di Pulau Rempang, sebagai bagian dari konsep Rempang Eco-City. Meskipun proyek ini memiliki potensi besar untuk menarik investasi hingga Rp 318 Triliun hingga 2080, rencana ini menyebabkan warga tergusur, termasuk permukiman warga asli dan 16 kampung tua yang telah ada sejak 1834.

Muhammadiyah pun mendesak Presiden dan Menko Perekonomian mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco-City sebagai PSN. Selain itu kepolisian harus membebaskan warga yang ditangkap dalam aksi penolakan dan menarik pasukan dari lokasi.