LIPUTAN KHUSUS:

Koalisi Ibu Kota Serahkan Kontra Memori Kasasi


Penulis : Aryo Bhawono

Tim advokasi gugatan warga negara atas Pencemaran Udara di Jakarta meragukan sikap Presiden dan Menteri LHK memberikan hak udara bersih.

Hukum

Minggu, 05 Februari 2023

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID -  Tim advokasi gugatan warga negara atas Pencemaran Udara di Jakarta serahkan kontra memori kasasi di PN Jakarta Pusat pada Kamis lalu (2/2/2023), sebagai langkah hukum lanjutan atas pengajuan kasasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Pekan lalu, langkah hukum serupa juga dijalani tim advokasi Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (Ibu Kota) terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). 

Jihan Fauziah Hamdi, salah satu anggota tim advokasi mengatakan, kontra memori kasasi tersebut merupakan upaya langkah perlawanan hukum atas argumentasi Presiden RI dalam memori kasasi yang sudah diajukan pada 20 Januari 2023. 

“Pernyataan kasasi yang dilayangkan oleh presiden telah menunjukkan arogansi pemerintah yang enggan memenuhi tanggung jawab untuk mengetatkan Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) Nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem--sebagaimana diperintahkan oleh putusan tingkat pertama dan dikuatkan dalam putusan banding,” kata Jihan. 

Salah satu poin argumentasi pada memori kasasi presiden adalah pemerintah sudah merevisi PP 41/1999 melalui PP 22/2021, atau telah mengetatkan BMUA melalui tersebut. Hal ini tentu tidak menghapus kelalaian pemerintah untuk mengetatkan BMUA dan melindungi hak atas kesehatan serta hak atas udara bersih warga negaranya. Argumentasi yang disampaikan oleh Presiden sifatnya hanya mengulang-ulang dalil yang telah diperiksa, diadili dan diputus oleh Majelis tingkat banding, sehingga patut untuk ditolak dan dikesampingkan alasannya. 

Jakarta menghadapi ancaman lingkungan mulai dari pencemaran udara, risiko tenggelam, gelombang panas, dan banjir. Foto: Jurnasyanto Sukarno/Greenpeace Indonesia

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menyesalkan keputusan Presiden dan Menteri LHK mengambil langkah kasasi. Tindakan kedua pejabat negara tersebut berpotensi memaksa warga untuk membeli udara bersih. 

Langkah kasasi ini menjadi bahwa untuk mendapatkan udara bersih yang sedang diperjuangkan para warga negara masih jauh. Jika langkah seperti ini terus diambil oleh pemerintah, kata Bondan, maka tidak menutup kemungkinan suatu saat kita akan membeli udara bersih. 

“Saat ini, sebetulnya sebagian dari kita sudah mulai membeli udara bersih dengan cara menggunakan air purifier. Dan seperti kita ketahui, harga air purifier ini tidak murah. Artinya, ada ketidakadilan antara warga dengan ekonomi mapan dan warga miskin. Padahal, udara bersih adalah salah satu hak warga negara yang harus dipenuhi negara,” ucap. 

Sementara itu, salah satu warga negara yang menggugat, Adhito Harinugroho, mengaku sudah lelah dengan sikap pemerintah yang tidak mau kalah dan tidak kunjung melaksanakan putusan pengadilan, baik di tingkat pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi.

“Saya sebagai warga Jakarta dan salah satu penggugat sudah lelah dengan sikap pemerintah pusat yang tidak mau kalah dan tidak kunjung melaksanakan putusan pengadilan. Alih-alih melaksanakan kewajiban memenuhi hak-hak warga negara atas udara bersih, pemerintah pusat malah mengajukan kasasi,” kata Dhito. 

Pemerintah pusat, ujarnya, sepertinya menganggap proses gugatan polusi udara seperti pertandingan tinju, dengan mengajukan kasasi menandakan pemerintah menganggap warganya sebagai lawan yang harus dikalahkan. 

Pada sidang putusan 16 September 2021 dengan nomor perkara 374/Pdt.G/LH/2019 hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan para tergugat sebagian. Selanjutnya juga menyatakan Tergugat I (Presiden), Tergugat II (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Tergugat III (Menteri Dalam Negeri), Tergugat IV (Menteri kesehatan), dan Tergugat V (Gubernur DKI Jakarta) telah melakukan perbuatan melawan hukum. 

Hakim PN Jakarta Pusat juga menghukum tergugat I untuk mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Hakim juga menghukum Tergugat II untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan pengetatan emisi lintas batas provinsi DKI, Banten dan Jawa Barat. Selain itu, menghukum Tergugat III untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kinerja Tergugat V dalam pengendalian pencemaran udara. 

Hingga saat ini, standar baku mutu udara ambien (BMUA) di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian dan 15 mikrogram per kubik untuk tahunan. Angka ini tiga kali lebih rendah dari standar WHO yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan. Kompilasi data PM 2.5 tahunan dari AirNow di Jakarta selatan adalah 36 ug/m3, sementara Jakarta Pusat adalah 34 ug/m3 yang artinya sudah melebihi 2 kali lipat BMUA Nasional. 

Keputusan hakim PN Jakarta Pusat kian diperkuat ketika banding yang diajukan empat tergugat yakni Presiden, Menteri LHK, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan ditolak dalam putusan pada tanggal 17 Oktober 2022. 

Tim Advokasi dari Koalisi Ibu Kota tentu berharap agar Majelis Hakim pada tingkat kasasi atau Mahkamah Agung menolak memori kasasi Presiden RI dan Menteri LHK, serta menguatkan putusan tingkat pertama dan banding sebagaimana telah dimenangkan oleh warga negara.