LIPUTAN KHUSUS:
Konflik Satwa dan Manusia Meningkat Seiring Perubahan Iklim
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Ketika manusia merambah lanskap alam, kemungkinan interaksi dengan satwa liar meningkat.
Perubahan Iklim
Senin, 27 Juni 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Seiring dengan semakin terfragmentasinya lanskap alam, potensi interaksi manusia dan satwa liar akan semakin meningkat. Sekarang, para peneliti dari Jepang telah menemukan bahwa perubahan iklim mengubah risiko interaksi semacam itu.
Dalam penelitian terbaru yang diterbitkan di Science of the Total Environment, para peneliti dari Institute of Industrial Science, The University of Tokyo, meneliti bagaimana risiko konflik manusia-gajah dapat berubah seiring waktu. Ketika manusia merambah lanskap alam, kemungkinan interaksi dengan satwa liar meningkat.
Konflik dapat muncul ketika satwa liar merusak ternak atau tanaman, atau ketika aktivitas manusia merusak habitat hewan. Misalnya, tepi hutan merupakan area yang sangat menarik bagi gajah untuk berburu makanan, yang dapat membuat mereka bersentuhan dengan tanaman dewasa, atau dengan petani.
"Di Thailand, setengah dari populasi negara itu tinggal di daerah pedesaan dan bergantung pada pertanian. Thailand juga memiliki sekitar tiga hingga empat ribu gajah liar dan penggundulan hutan dan pertumbuhan pertanian komersial telah mendorong gajah ke habitat yang semakin terfragmentasi, meningkatkan kemungkinan interaksi antara manusia dan gajah," kata Nuntikorn Kitratporn penulis utama Jurnal.
Perubahan iklim membawa kompleksitas tambahan pada interaksi ini, karena perubahan kondisi lingkungan menyebabkan perubahan perilaku dan distribusi gajah. Di daerah pedesaan di mana orang bergantung pada pertanian untuk bertahan hidup, konflik manusia-gajah mungkin meningkat di masa depan.
Untuk menilai risiko ini, para peneliti menggunakan kerangka kerja risiko yang menggabungkan berbagai kemungkinan skenario. Mereka menggunakan kerangka kerja ini untuk memeriksa distribusi spasial konflik manusia-gajah (2000-2019) baru-baru ini di Thailand dan bagaimana kelihatannya dalam waktu dekat (2024-2044). Proyeksi yang berbeda dari iklim masa depan dan kondisi sosial ekonomi dimasukkan ke dalam kerangka kerja dan efek pada penggunaan lahan diperiksa.
"Kami menemukan pergeseran spasial dalam risiko menuju wilayah utara dan garis lintang yang lebih tinggi. Di daerah lain, habitat cenderung menjadi kurang cocok dari waktu ke waktu, yang pertama-tama dapat meningkatkan dan secara bertahap mengurangi risiko interaksi," kata Kitratporn.
Memahami bagaimana interaksi manusia-satwa liar dapat berubah di masa depan sangat penting untuk perencanaan jangka panjang. Hasil dari studi ini dapat digunakan untuk mengembangkan strategi perencanaan di masyarakat yang terkena dampak dan meningkatkan kesadaran tentang cara-cara di mana manusia dan satwa liar dapat hidup berdampingan.