LIPUTAN KHUSUS:
Deforestasi Panaskan Suhu Lokal hingga 4,5 Derajat Celcius
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Berbasiskan data satelit dari seluruh Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini, para peneliti menemukan, deforestasi dapat memanaskan suatu area hingga 4,5 derajat
Deforestasi
Rabu, 23 Februari 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Hutan berperan untuk mendinginkan suhu bumi. Fungsinya hampir sama seperti air conditioner(AC) yang bekerja secara alami. Apa yang terjadi jika kita membabatnya?
Di negara-negara tropis seperti Indonesia, Brazil, dan Kongo, deforestasi yang terjadi secara cepat berkontribusi sekitar 75 persen terhadap pemanasan suhu permukaan bumi selama 1950-2010.
Sally Thompson (Profesor Asosiasi di The University of Western Australia), Débora Corrêa (Rekan Peneliti The University of Western Australia), John Duncan (Rekan Peneliti The University of Western Australia) dan Octavia Crompton (Peneliti Pascadoktoral Sekolah Teknik Pratt Duke University) baru-baru ini melakukan riset, guna mencoba melihat fenomena tersebut dari dekat.
Berbasiskan data satelit dari seluruh Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini, para peneliti yang terdiri dari menemukan, deforestasi dapat memanaskan suatu area hingga 4,5 derajat celcius. Pemanasan itu bahkan dapat menaikkan temperatur kawasan hutan alam di sekitarnya hingga radius 6 kilometer (km).
Lebih dari 40 persen populasi dunia hidup di kawasan tropis. Seiring iklim yang berubah, kenaikan suhu dan kelembapan membawa risiko mematikan. Karena itu, di tengah pemanasan global, pelestarian hutan menjadi kunci untuk melindungi setiap makhluk yang berada di sekitarnya.
Titik-Titik Rawan Deforestasi
Dalam konferensi iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, awal November tahun lalu, para pemimpin negara yang mewakili 85 persen kawasan hutan dunia telah berkomitmen untuk mengakhiri sekaligus memulihkan deforestasi pada 2030.
Target tersebut amat penting untuk menghentikan laju pemanasan bumi melebihi batasan yang sudah disepakati secara global sebesar 1,5 derajat celcius. Sebab, jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan amatlah besar.
Setiap tahunnya, deforestasi menyebabkan sekitar 5,2 miliar ton CO2 --yang sebelumnya tersimpan selama jutaan tahun di dalam hutan--terlepas ke atmosfer. Angka tersebut hampir mencapai 10 persen dari total emisi global selama 2009-2016. Nah, di kawasan Asia Tenggara, deforestasi seakan menjadi hal yang ‘lumrah’.
Berdasarkan perhitungan yang para peneliti itu lakukan, selama 2000-2019, Indonesia kehilangan 17 persen kawasan hutan atau seluas 26,8 juta hektare. Sedangkan persentase kehilangan hutan di Malaysia jauh lebih besar, yakni sekitar 28 persen dari total tutupan hutan atau seluas 8,12 juta hektare.
Sementara, di Papua Nugini, deforestasi masih berisiko tinggi terjadi hingga dekade selanjutnya. Pembabatan hutan di kawasan tersebut dilatari beraneka sebab, seperti ekspansi perkebunan kelapa sawit, konsesi hutan tanaman industri, perkayuan, pertambangan, maupun pertanian skala kecil. Berbagai kegiatan alih fungsi hutan itu menciptakan bermacam-macam pola deforestasi yang dapat dipantau dan diukur melalui satelit.
Temuan
Hutan berperan secara langsung mendinginkan iklim di suatu kawasan, dan deforestasi memanaskannya. Namun, kita perlu mempelajari sejauh mana perbedaan pola-pola kehilangan hutan dapat mempengaruhi angka kenaikan temperatur, serta sejauh mana pemanasan itu menyebar, dari bekas hutan yang terbabat ke daerah lainnya yang belum dirusak.
Caranya, Sally Thompson dan kawan-kawan menggunakan citra satelit yang dapat memperlihatkan perubahan temperatur permukaan bumi. Setelah ilustrasi terlihat, mereka lalu membandingkannya dengan angka kehilangan hutan rata-rata dalam suatu kawasan--dibagi berdasarkan lingkaran-lingkaran--dengan luasan dan radius yang berbeda-beda. Mereka juga melihat perubahan temperatur rata-rata dalam hutan di suatu kawasan.
Misalnya, suatu lingkaran menggambarkan hutan selebar 4 km. Lalu ternyata, di daerah luar lingkaran ada area yang telah gundul selebar 2 km, maka hutan di bagian dalam lingkaran dapat mengalami kenaikan suhu rata-rata sebesar 1,2 derajat celcius.
Semakin dekat radius area yang gundul, maka angka kenaikan suhu kawasan hutan di dalamnya--bagian dalam lingkaran--akan semakin tinggi. Jika area yang gundul hanya berjarak 1-2 km dari kawasan hutan (yang belum ditebang), maka kawasan hutan itu dapat memanas hingga 3.1 derajat celcius. Sedangkan apabila jaraknya lebih jauh--sekitar 4-6 km, maka kenaikan suhunya hanya berkisar 0,75 derajat celcius.
Angka kenaikan tersebut barangkali tidak terdengar terlalu parah. Namun, studi menunjukkan, kenaikan temperatur 1 derajat celcius akan menurunkan hasil panen sekitar 3-7 persen. Jika merujuk pada riset tersebut, maka upaya mempertahankan keberadaan hutan di Asia Tenggara, setidaknya sejauh 1 km dari kawasan pertanian dapat menghindari angka kehilangan hasil panen hingga 10-20 persen
Perkiraan ini pun cukup konservatif karena mereka hanya mengukur efek deforestasi terhadap rata-rata suhu tahunan. Faktor lainnya yang cukup penting adalah, kenaikan temperatur rata-rata biasanya menaikkan suhu ekstrem, seperti saat gelombang panas melanda. Kenaikan suhu secara ekstrem inilah yang amat berisiko menggerus hasil panen, bahkan terhadap kesehatan manusia.
Pembabatan hutan juga jarang dilakukan secara melingkar. Namun, patut dicatat, analisis ini didesain untuk hanya berfokus pada dampak kehilangan hutan, tidak mempertimbangkan faktor lainnya yang menyebabkan perubahan suhu.
Mengapa Ini Terjadi?
Keberadaan hutan mendinginkan permukaan bumi karena pohon-pohon mengumpulkan air dari tanah, lalu mengalirkannya menuju daun-daun. Lalu terjadilah proses penguapan (evaporasi) dari daun.
Proses tersebut menggunakan energi yang berasal dari sinar matahari dan panas dari udara sehingga daerah di sekitarnya menjadi dingin. Kita merasakan sensasi yang sama ketika merasa kedinginan saat keluar dari kolam renang, dan masih ada air yang menempel di kulit kita.
Satu pohon dalam hutan tropis yang mendinginkan suhu permukaan hingga setara dengan listrik sebesar 70 kilowatt jam untuk penggunaan 100 liter air tanah. Angka ini setara dengan penggunaan dua AC di tingkat rumah tangga.
Hutan juga menjadi kanopi sangat luas sehingga bisa menguapkan begitu banyak air dan mendinginkan area di sekitarnya. Ketika hutan-hutan di daerah tropis ditebang, maka proses evaporasi akan berhenti. Lalu memanaslah suhu permukaan tanah.
Fenomena ini bukanlah hal yang baru bagi penduduk pulau Kalimantan. Pada 2018, peneliti mengadakan survei ke penduduk di 477 desa. Hasilnya, mereka menyadari betul bahwa hutan yang terus berkurang akan membuat warga menderita lantaran suhu yang lebih panas.
Kami juga bertanya, mengapa hutan sangat penting untuk kesehatan responden dan keluarga. Jawaban yang kerap terlontar adalah, karena pepohonan berfungsi untuk mengendalikan temperatur.
Solusi Ganda Menangani Perubahan Iklim
Banyak negara, termasuk di kawasan tropis dan Australia, memaklumi pembabatan hutan demi ekspansi lahan pertanian ataupun peternakan. Padahal, seiring peningkatan suhu, pelestarian hutan terbukti lebih efektif untuk meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga kelangsungan kehidupan petani.
Sebenarnya ada jalan keluar untuk menghindari risiko terburuk akibat penebangan hutan. Misalnya, para peneliti menemukan bahwa upaya menjaga 10 persen angka tutupan hutan di suatu daerah bisa mengurangi risiko pemanasan sekitar 0,2 derajat celcius.
Temperatur pun tidak terlalu naik apabila hanya sebagian kecil kawasan hutan yang hilang. Artinya, jika deforestasi terjadi di suatu area kecil-kecil (seperti terbagi dalam blok-blok tertentu), maka risiko kenaikan suhu tak terlalu parah.
Para peneliti membuat platform pemetaan untuk memudahkan publik melihat dampak dari perbedaan pola deforestasi dan dampak kehilangan hutan terhadap temperatur lokal di kawasan Asia Tenggara. Platform ini menunjukkan mengapa upaya pelestarian hutan dapat berefek ganda terhadap perubahan iklim: menahan pelepasan CO2 sekaligus mengendalikan temperatur lokal.