LIPUTAN KHUSUS:

FRK: Tangkap, Adili dan Penjarakan Pelanggar HAM Kaltim


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tepat pada peringatan Hari Ham Sedunia yang ke-73, Fraksi Rakyat Kaltim melaporkan kasus lubang tambang maut yang menewaskan Febri Abdi Witanto ke Polda Kaltim.

Hukum

Sabtu, 11 Desember 2021

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID - Di peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) ke-73, Fraksi Rakyat Kalimantan Timur (FRK) menggelar aksi sekaligus melakukan pelaporan kasus lubang tambang maut, khususnya kejadian tewasnya korban ke-40, ke Polda Kalimantan Timur (Kaltim). Di momen yang sama, Fraksi Rakyat Kaltim juga mempertanyakan perkembangan laporan kasus lubang tambang maut sebelumnya yang diajukan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim dan kasus lubang tambang lainnya.

Koordinator Jatam Kaltim, Pradama Rupang menjelaskan, korban lubang tambang maut terakhir atas nama Febi Abdi Witanto, berusia 25 tahun, tenggelam pada 31 Oktober 2021 di lubang tambang perusahaan batu bara CV Arjuna. Peristiwa tragis ini menggenapkan jumlah korban lubang tambang di Kaltim menjadi 40 jiwa.

"Meski kondisinya sudah separah itu, Pemerintah Provinsi Kaltim terkesan menganggap korban lubang bekas tambang hanya sebatas angka statistik yang akan terus bertambah, tanpa ucapan duka apalagi tindakan." kata  kata Pradama Rupang, dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (10/12/2021).

Sebelumnya pada 20 November 2020, Jatam Kaltim didampingi oleh Kuasa Hukumn dari LBH Samarinda telah melaporkan kepada Polda Kaltim dugaan tindak pidana pertambangan atas jatuhnya korban sebanyak 2 jiwa pada 6 November 2020, di lubang tambang PT Sarana Daya Hutama (SDH). Hingga kini pasca pelaporan tersebut pihaknya tidak kunjung mendapatkan surat pemberitahuan perkembangan dari kasus tersebut.

Sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Kaltim menggelar aksi damai di depan Polda Kaltim dalam peringatan Hari HAM Sedunia yang ke-73, Jumat (10/12/2021)./Foto: Fraksi Rakyat Kaltim.

Macetnya penindakan pelanggaran HAM atas kejahatan lubang tambang di Kaltim tampak dari tidak adanya laporan terkini atas 22 kasus (hingga juli 2019). Yang mana tidak kunjung adanya penetapan tersangka apalagi dilimpahkan ke Pengadilan.

"Sebagai informasi terakhir Polda Kaltim menyampaikan ke publik pada tanggal 30 Juli 2019 pada kegiatan Sarasehan HAM di Kampus Unmul yang dihadiri juga oleh Komnas HAM, bahwa 2 kasus tahap II, 3 dinyatakan SP3 dan 16 Kasus proses SIDIK/LIDIK."

Jatam Kaltim mencatat, di Kaltim ancaman lubang tambang masih menghantui, karena secara keseluruhan masih ada 1.735 lubang bekas tambang. Di Kota Samarinda sendiri terdapat 349 lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi dan pemulihan, yang menjadi bom waktu sebagai salah satu persoalan serius yang tak mendapat perhatian serta tindakan dari pemerintah.

Kejahatan atas pelanggaran HAM lain di Kaltim, yakni kasus pelecehan dan pemerkosaan terhadap perempuan, kurang lebih juga menghadapi nasib yang sama. Kasus warga Kabupaten Kutai Barat yang mendapatkan kekerasan oleh karyawan asing PT Kelian Equatorial Mining (KEM) adalah sejarah buruk bagaimana industri tambang turut bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Kaltim.

Nyaris tidak ada pihak yang diseret ke pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Sebagai informasi warga adat yang menjadi korban atas kejahatan tersebut berjumlah 17 orang. Kekerasan seksual ini tidak hanya terjadi di industri tambang, dilingkungan sekolah, kampus bahkan juga keluarga terdekat. Sayangnya upaya perlindungan oleh negara terhadap korban masih jauh dari yang diharapkan publik.

Fraksi Rakyat Kaltim menyebut, kasus tewasnya anak-anak di lubang tambang di Kaltim merupakan gambaran buruknya tata Kelola lingkungan hidup dan pertambangan batu bara di Indonesia, Presiden Joko Widodo dan Gubernur Kaltim Isran Noor dituding sebagai dua pemimpin pelindung batu bara.