LIPUTAN KHUSUS:

KPA: Mafia Tanah Merampas Lahan Warga di Kecamatan Mesuji, Sumsel


Penulis : Kennial Laia

Konflik agraria antara masyarakat dengan mafia tanah di Kecamatan Mesuki, Sumatra Selatan, masih berlangsung.

Agraria

Sabtu, 04 Desember 2021

Editor : Kennial Laia

BETAHITA.ID -  Mafia tanah kembali memakan korban. Kali ini masyarakat transmigran Desa Suka Mukti, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan. Saat ini mereka hidup di dalam tenda dan tidur beralaskan tanah. Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), tanah warga yang bersertifikat itu dirampas.

Berawal pada 1981, terdapat sebanyak 450 KK dari Jawa-Madura menjadi peserta transmigrasi dan menempati tanah seluas 774 hektare di Desa Suka Mukti, Kecamatan Mesuji. Pada 1983-1985, peemerintah Kecamatan Mesuji menerbitkan Surat Keterangan Hak Milik Adat atas Tanah di lokasi lahan cadangan transmigrasi.

KPA menjelaskan, praktik mafia tanah terjadi pada 1991, ketika sertifikat hak milik tanah yang dimiliki 191 masyarakat dimanipulasi oleh kepala desa, dengan dalih akan dibangun kebun plasma sawit. Hal ini disebut sebagai siasat agar perusahaan bernama PT Treekreasi Marga Mulya (PT TMM) dapat mengambil alih lahan. Hasilnya perusahaan menggusur rumah dan tanah pertanian masyarakat.

Pada 2006, salah satu korban sekaligus tokoh masyarakat transmigrasi bernama Budiono dan dua rekannya dikriminalisasi dengan cara diteriaki maling oleh kepala desa, hingga ditahan selama dua hari oleh polisi. Ketiga warga dibawa paksa ke kantor polisi menggunakan mobil perusahaan, tanpa menunjukkan surat dan penjelasan.

Masyarakat Desa Suka Mukti, Kecamatan Mesuki, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, melakukan protes dengan mendirikan tenda di lahan sengketa dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT TMM. Sertifikat tanah seluas 774 hektare dimiliki masyarakat, namun kemudian direbut. Foto: Istimewa

Secercah harapan datang ketika masyarakat mendapatkan sertifikat tanah pada 2020 melalui Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL). Warga mengaku rela membayar Rp 10 juta per-bidang sertifikat kepada Badan Pertanahan Nasional OKI. Namun pada 2021, Kepala Kantor BPN OKI mendatangi rumah Budiono dan mengambil paksa 31 dari 36 sertifikat tanah tanpa alasan yang jelas. Pihak BPN menyampaikan sertifikat akan diamankan.

KPA mengatakan, sampai saat ini belum ada solusi konkrit atas permasalahan perampasan tanah yang dialami masyarakat transmigran Desa Suka Mukti. Sejak 29 Oktober 2021, masyarakat transmigran menduduki lahan dengan cara mendirikan tenda.

Masyarakat menerima berbagai tindakan intimidasi dari pihak kepolisian di lapangan. Bahkan terdapat Surat Kanwil BPN menyatakan bahwa terdapat tumpang tindih antara lahan masyarakat dan HGU PT Treekreasi Marga Mulya. Masyarakat mengetahui dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan melalui Surat Nomor: 2118/16.MP.02.02/VII/2021 menyatakan 36 sertifikat tanah masyarakat cacat hukum.

Kepala Departermen Advokasi Kebijakan KPA Roni Septian Maulana menyebut akar masalah utama konflik agraria seperti ini adalah penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin atau hak yang berakibat pada perampasan tanah masyarakat tanpa penanganan berarti.

“Jika pemerintah tidak menangani permasalahan mafia tanah secara serius maka tanah yang dimiliki secara sah masih memiliki kemungkinan untuk dirampas begitu saja,” kata Roni, Jumat, 3 Desember 2021.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai tindakan yang dilakukan Kantah BPN OKI dan Kakanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan sebagai bentuk kesewenang-wenangan pemerintah. Organisasi tersebut menduga praktik yang dilakukan merupakan praktik mafia tanah. 

“Hal ini dibuktikan dengan penerbitan HGU perusahaan di atas tanah masyarakat yang telah bersertifikat,” kata Roni.

Masyarakat Desa Suka Mukti mendesak agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk mengembalikan sertifikat masyarakat sekaligus mencabut HGU milik PT Treekreasi Magramulia.

Selain itu, KPA mendesak agar pemerintah menindak tegas Kantah BPN Ogan Komering Ilir, Kakanwil BPN Provinsi Sumatera Selatan dan PT Treekreasi Magramulia atas penarikan sertifikat tanah yang kini menyebabkan konflik agraria di Desa suka Mukti, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir.