LIPUTAN KHUSUS:

IMF: Perubahan Iklim Bisa Picu Krisis Keuangan Global


Penulis : Tim Betahita

Laporan tersebut mendesak regulator untuk lebih tegas untuk mengatasi kerusakan ekonomi akibat perubahan iklim.

Perubahan Iklim

Senin, 07 Juni 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF Tobias Adrian mengatakan perubahan iklim dapat menimbulkan risiko serius terhadap stabilitas sistem keuangan. Bahkan hal tersebut dapat memicu krisis keuangan global.

"Krisis iklim terjadi dengan lambat, tetapi berpotensi menjadi bencana," kata Adrian dalam sebuah wawancara dari sela-sela Green Swan Conference seperti dikutip CNN Business, akhir pekan lalu.

Mantan pejabat di New York Federal Reserve Bank itu pun mencontohkan sejumlah negara yang sistem keuangannya terdampak oleh bencana iklim misalnya Bahama, Filipina, dan negara-negara lain yang dihancurkan oleh badai dan topan dalam beberapa tahun terakhir.

"Bahkan jika Anda tidak percaya (perubahan iklim) jadi skenario utama, masih ada sedikit risiko penurunan. Manajemen risiko harus memastikan bahwa bahkan dalam kasus terburuk, Anda dapat bertahan," ujarnya.

Para pemuda pegiat lingkungan Greenpeace menuntut perlindungan iklim di Berlin. Dok. Jan Zappner melalui Greenpeace International.

Adrian juga menguraikan empat bidang utama di mana ancaman perubahan iklim harus dimasukkan ke dalam regulasi keuangan, termasuk dengan memperkenalkan pengujian stres iklim terhadap risiko fisik dan seberapa terbuka ekonomi terhadap transisi energi.

"Krisis iklim adalah krisis eksistensial. Ini akan membutuhkan tingkat perubahan tertentu dalam cara kita melihat eksposur. Itulah poin dari tes stres iklim untuk membuat investor sadar. Di pasar modal, pergeseran sudah terjadi," tuturnya.

Komentar tersebut kembali mengingatkan banyak pihak pada sebuah laporan Subkomite iklim dari Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS pada September 2020 yang mengakui perubahan iklim menimbulkan risiko besar bagi stabilitas sistem keuangan AS dan kemampuannya untuk menopang ekonomi negeri tersebut.

Laporan tersebut mendesak regulator untuk lebih tegas untuk mengatasi kerusakan ekonomi akibat perubahan iklim.

Sementara pada Maret lalu, dalam sebuah laporan yang ditulis para peneliti di Federal Reserve (The Fed), disebutkan bahwa risiko ekonomi atau keuangan terkait iklim mungkin belum tentu berdampak pada stabilitas keuangan, meskipun mereka mengakui bahwa itu adalah kemungkinan dalam skenario tertentu.

Badai, banjir, kebakaran hutan atau bahaya akut lainnya dapat dengan cepat mengubah atau mengungkapkan informasi baru tentang prospek ekonomi atau nilai aset keuangan.

"Risiko iklim dapat bermanifestasi sebagai guncangan pada sistem keuangan," tulis para peneliti tersebut.

Mereka menambahkan bahwa risiko ekonomi dan keuangan dapat memperburuk krisis, misalnya jika perusakan properti terkait cuaca memicu kerugian bank yang menyebabkan berkurangnya pinjaman dan berkurangnya investasi.

"Dengan potensi perubahan persepsi risiko yang tiba-tiba dan besar, bahaya kronis dapat menghasilkan peristiwa reprising yang tiba-tiba, jika ekspektasi atau sentimen investor tentang risiko berubah secara tiba-tiba," tulis laporan itu. Sementara itu, regulator keuangan AS baru-baru ini mulai memeriksa faktor-faktor risiko iklim setelah lepas tangan selama pemerintahan Trump.

Pada Desember 2020, The Fed secara resmi bergabung dengan Jaringan Bank Sentral dan Pengawas untuk Penghijauan Sistem Keuangan, salah satu co-sponsor Green Swan Conference.

Di sisi lain, ketika IMF sudah melakukan tes stres iklim di beberapa negara, hasil di AS menunjukkan perlunya perubahan regulasi atau bahkan Undang-Undang.