WALHI: Pulihkan Hak Rakyat dan Lingkungan Usai Pencabutan Izin

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Jumat, 07 Januari 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendesak adanya pemulihan hak rakyat dan lingkungan hidup usai pemerintah mengumumkan pencabutan berbagai izin industri ekstraktif dan kehutanan. Menurut organisasi tersebut, proses ini harus menjadi momentum untuk menyelesaikan konflik agraria.

Dalam keterangannya, Kamis (6/1), WALHI meminta pemerintah untuk membuka informasi terkait perusahaan dan lokasi pencabutan izin. Ini dapat menjadi langkah pertama resolusi konflik antara perusahaan dengan masyarakat.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan telah mencabut 2.078 izin pertambangan, 192 izin di sektor kehutanan dan 137 izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan. Pasalnya, perusahaan pemegang izin tidak menyerahkan rencana kerja, tidak beroperasi, dan menelantarkan lahan.

“Selanjutnya tanah-tanah tersebut dapat dikembalikan kepada rakyat sebagai bentuk pemulihan terhadap rakyat yang selama ini dirampas oleh negara melalui skema perizinan,” kata Pengkampanye Hutan dan Kebun WALHI Uli Arta Siagian, Kamis (6/1).

Suku Anak Dalam atau Orang Rimba tinggal nomaden di dalam hutan selama ratusan tahun. Orang Rimba mulai kesulitan mencari pangan akibat ekspansi bisnis kehutanan termasuk perkebunan kelapa sawit yang masuk ke wilayah jelajah mereka, yang kerap berujung pada konflik antara kedua belah pihak. Foto: KKI Warsi

Menurut Uli, pencabutan izin tidak boleh menghilangkan tanggung jawab korporasi terhadap kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkannya. Hal itu merujuk pada pertanggungjawaban mutlak, baik terhadap kerugian kerusakan lingkungan hidup yang timbul ataupun upaya pemulihan lingkungan hidup.

Izin-izin di sektor kehutanan misalnya, pemerintah harus memastikan perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pemulihan ekosistem hutan dengan mengembalikan fungsi hutan sebagaimana mestinya. Hal serupa berlaku bagi Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan.

“Jika perusahaan sektor kehutanan tersebut selama ini berkonflik dengan rakyat, maka negara harus memastikan pengakuan serta pengembalian wilayah kelola rakyat tersebut kepada rakyat,” jelas Uli. 

Pengkampanye Tambang dan Energi WALHI Tri Jambore turut menyebut pencabutan izin tambang perusahaan sebagai langkah perbaikan secara administratif untuk menata pertambangan mineral dan batubara.

“Tanpa sikap tegas seperti ini, pemerintah akan dihadapkan pada pengelolaan tambang yang bahkan belum tentu akan memberikan manfaat optimal sesuai amanah undang-undang,” kata Tri.

Tri mendesak agar pemerintah melanjutkan proses ini dengan penegakan hukum bagi perusahaan untuk melakukan kewajibannya. Kewajiban itu antara lain menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air serta menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah.

Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi terhadap izin pertambangan yang ada dan menyasar tidak hanya aspek administratif namun juga kapasitas daya dukung dan daya tamping wilayah.

“Langkah ini harus selaras dengan kesesuaian tata ruang serta kerawanan bencana akibat aktivitas pengubahan bentang lahan dalam pertambangan” kata Tri Jambore.    

Direktur Eksekutif WALHI Zenzi Suhadi mengatakan, agar presiden melakukan kegiatan evaluasi dan pencabutan izin secara terus menerus dan berkala. Indikatornya tidak hanya soal wilayah izin yang tidak aktif atau tidak dikelola, namun juga izin yang berkonflik dengan masyarakat dan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup serta bencana ekologis.

“Presiden juga harus memastikan kepada kementerian terkait untuk tidak menerbitkan dan melelang izin baru di wilayah izin yang telah dicabut. Sehingga tujuan untuk memperbaiki tata kelola terkait Sumber daya alam dan lingkungan hidup yang baik dapat terwujud,” tandasnya.

SHARE