Gelombang Panas Musim Panas 2023 Tewaskan 61.000 Jiwa di Eropa

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Selasa, 11 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Suhu panas ekstrem disebut telah membunuh lebih dari 60.000 orang di Eropa musim panas tahun 2022. Ilmuwan menyebut temuan ini sebagai bencana yang lebih mematikan akibat gas rumah kaca yang memanaskan planet bumi. 

Ahli statistik Uni Eropa membunyikan lonceng peringatan pada bulan Agustus 2022. Ini dipicu oleh panas terik, kekeringan, dan kebakaran sebagian besar benua tersebut, yang mengambil nyawa penduduk. 

Pakar kesehatan masyarakat mengambil data tersebut dan menggunakan model epidemiologi untuk mengetahui berapa banyak kematian yang dapat ditelusuri kembali ke kenaikan suhu. Mereka menemukan 61.672 orang meninggal karena penyebab panas di Eropa antara 30 Mei dan 4 September 2022. Tingkat kematian tertinggi di Italia, Yunani, Spanyol, dan Portugal.

“Data ini secara khusus mengacu pada kematian dipicu oleh suhu panas,” kata Joan Ballester, seorang profesor riset iklim dan kesehatan di Barcelona Institute for Global Health dan penulis utama studi tersebut. 

Foto ini disediakan oleh pemadam kebakaran wilayah Gironde (SDIS 33) menunjukkan petugas pemadam kebakaran memadamkan api di dekat Landiras, barat daya Prancis, Minggu 17 Juli 2022. Dok via AP

Menurut studi tersebut, hanya sebagian kecil dari kematian terkait panas yang berasal dari sengatan panas. Dalam kebanyakan kasus, cuaca panas membunuh orang dengan menghentikan fungsi tubuh mengatasi masalah kesehatan yang ada seperti penyakit jantung dan paru-paru.

Studi itu menyebut, dalam setiap minggu di musim panas 2022, suhu rata-rata di Eropa "tanpa henti" melebihi nilai dasar dari tiga dekade sebelumnya. Panas terhebat melanda dari 18 hingga 24 Juli, yang menewaskan 11.637 orang.

Di antara orang yang meninggal minggu itu adalah seorang wanita berusia 86 tahun bernama Maria, yang tinggal sendirian tanpa AC, kata Ángel Abad, seorang dokter di rumah sakit universitas La Paz di Madrid yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut. 

Menurut Abad, Maria meminum obat diabetes dan jantung setiap hari. Pada 19 Juli 2022, dia datang ke rumah sakit dengan keluhan kelelahan, katanya. Dia meninggal lima hari kemudian karena edema paru akut.

“Kejadian ini sangat sering di musim panas di Spanyol di rumah sakit kami,” kata Abad. Dia menambahkan bahwa pasien menjadi cemas saat mereka menyadari bahwa mereka sedang sekarat. “Pasien tidak bisa bernapas. Jantung mulai gagal. Masalah [yang mendasari] menjadi lebih parah,” jelasnya. 

Manusia telah memanaskan planet sekitar 1,1C. Namun suhu di Eropa telah meningkat hampir dua kali lebih cepat dari rata-rata global. Jika pemerintah tidak melindungi orang dari cuaca yang lebih ekstrem, gelombang panas akan menjadi lebih mematikan di masa mendatang.

Para ilmuwan menilai jumlah kematian pada tahun 2022 sangat tinggi karena anomali suhu, yakni kesenjangan antara panas yang dirasakan saat ini dan di masa lalu. Perubahan terbesar terjadi di Eropa selatan, yang lebih panas daripada Eropa utara.

"Ada dua faktor yang berkontribusi terhadap kematian," kata Ballester. "Tapi pada akhirnya suhu mutlak lah yang membunuh," tambahnya. 

Ana Maria Vicedo-Cabrera, kepala kelompok penelitian iklim dan kesehatan di University of Berne, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan jumlah kematian sebenarnya mungkin lebih tinggi.

Menurut Vicedo-Cabrera, para peneliti menggunakan data mingguan terkait suhu dan kematian yang melemahkan efek lonjakan jangka pendek. Satu studi yang menggunakan data harian untuk Spanyol memperkirakan 10% lebih banyak kematian terkait panas untuk negara tersebut daripada data mingguan yang diindikasikan. Studi terpisah oleh Vicedo-Cabrera dan rekannya, yang diterbitkan pada hari Selasa, menunjukkan efek yang lebih besar di Swiss, di mana perkiraan dari data harian dua kali lipat dari perkiraan dari data mingguan.

Baik penelitian di Swiss maupun di seluruh Eropa menemukan bahwa wanita, dan terutama wanita yang lebih tua, meninggal pada tingkat yang lebih tinggi daripada pria. Penelitian Swiss juga menunjukkan, polusi dari pembakaran bahan bakar fosil dan perusakan alam menambah jumlah kematian. 

“Kami menemukan 60% dari kematian yang diamati dapat dikaitkan dengan perubahan iklim,” kata Vicedo-Cabrera.

Lebih dari 2.000 wanita senior di Swiss telah membawa pemerintah federal ke pengadilan hak asasi manusia Eropa karena gagal bertindak cukup untuk menghentikan pemanasan global, dengan mengutip risiko kesehatan mereka sendiri dari gelombang panas. Namun pemerintah Swiss berpendapat hubungan antara tindakan iklim dan penderitaan perempuan tersebut "terlalu renggang dan jauh".

SHARE