Desak OJK Awasi Perbankan Bekerjasama dengan Sinarmas Grup
Penulis : Gilang Helindro
Hukum
Senin, 29 Mei 2023
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Organisasi pembela lingkungan, Jikalahari, desak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengawasi perbankan yang akan bekerjasama dengan Sinarmas Grup berkaitan dengan penerapan pengendalian tindak pidana pencucian uang.
Menurut Pasal 12 UU No 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan mewajibkan Pelaku Usaha Sektor Keuangan (PUSK) mengidentifikasi, menilai dan memahami resiko tindak pidana pencucian uang terkait dengan nasabah, negara atau area geografis, produk, jasa, transaksi dan/atau jaringan distribusi (Pasal 1).
Pada 21 Mei 2023, PT Indah Kiat Pulp and Paper (INKP) Sinarmas Grup mengumumkan hendak mengumpulkan dana pembangunan pabrik baru Indah Kiat Pulp Paper di Karawang senilai USD 3,63 miliar setara dengan Rp 54,17 triliun.
Dana pembangunan pabrik sebesar itu berasal dari 40 persen belanja modal disiapkan INKP US 1 miliar atau setara Rp 14,18 triliun. Sisanya, 60 persen berasal dari pinjaman bank jangka panjang dan surat utang.
Made Ali, Koordinator Jikalahari mengatakan, PUSK wajib memiliki kebijakan, pengawasan, dan prosedur pengelolaan dan miitgasi pencucian uang dalam Pasal 2 dan Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan, pengawasan, dan prosedur pengelolaan dan mitigasi diatur oleh OJK atau Bank Indonesia (BI) sesuai dengan kewenangannya, dengan mengacu pada UU mengenai pecegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dalam Pasal 3.
Menurutnya, OJK dan BI, perlu melihat performa Sinarmas Grup beroperasi di tingkat tapak, “Bukan hanya menilai dokumen legal Sinarmas Grup saat akan mengajukan pinjaman ke perbankan. Lebih jauh dari itu, ini berkaitan dengan uang nasabah yang disimpan di bank yang akan digunakan oleh korporasi untuk merusak hutan alam, perampasan hutan tanah masyarakat adat, penghancuran flora dan fauna serta korupsi dan pencucian uang dari sektor kehutanan,” katanya Rabu, 24 Mei 2023.
Temuan Jikalahari, Sinarmas Grup terlibat korupsi kehutanan, pengemplangan pajak serta karhutla. Pertama, Sinarmas Grup terlibat korupsi kehutanan yang melibatkan Gubernur Riau Rusli Zainal, Bupati Siak Arwin AS, Bupati Pelalawan T Azmun Jaafar dan 3 orang Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, mereka dihukum karena menerbitkan IUPHHK-HT serta mengesahkan RKT di atas hutan alam untuk PT Satria Perkasa Agung, PT Mitra Hutani Jaya, PT Balai Kayang Mandiri dan PT Rimba Mandau Lestari yang akibatkan kerugian negara dan kekurangan PSDH sebesar Rp 11,3 miliar.
Kedua, Panitia Khusus Monitoring Evaluasi Perizinan DPRD Riau 2015 menemukan potensi pajak PPn dan PPh Pabrik sebesar Rp 4,8 triliun dan PPh Badan dan PBB grup Sinarmas Grup sebesar Rp 310,4 miliar dan PSDH DR yang tak disetor Rp 11,3 miliar tahun 2010-2014. Ketiga, anak usaha Sinarmas Grup terlibat karhutla di Sumatera Selatan. Pada 2016, Pengadilan Tinggi Palembang menyatakan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) anak usaha Sinarmas Grup dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp 78,5 miliar akibat kebakaran seluas hampir 20 ribu hektar di dalam konsesinya.
Keempat, pada 2018, anak usaha Sinarmas Grup PT Bina Sawit Abadi Pratama menyuap Komisi B DPRD Kalimantan Tengah agar tidak melakukan fungsi pengawasan terkait pelanggaran izin perkebunan dan dugaan pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Uang diberikan oleh Edy Saputra, Direktur Utama PT Sinar Mas Agro Resources and Technology sebesar Rp 240 juta kepada sejumlah anggota Komisi B.
Menurut Data dari Forest and Finance, total pendanaan, baik dalam bentuk kredit ataupun investasi berbentuk saham yang diperoleh Sinarmas Group sejak 2010 hingga 2022 dari Lembaga Jasa Keuangan (LJK) mencapai USD 27,3 miliar atau setara Rp 404,6 triliun untuk sektor pulp dan kertas yang beroperasi di Indonesia.
Dari 10 kreditur terbesar yang memberikan pendanaan, 7 diantaranya berasal dari Indonesia yaitu BRI (USD 5,3 miliar setara Rp 78,7 triliun), Bank Mandiri (USD 3,1 miliar setara Rp 45,6 triliun), BCA (USD 2,6 miliar setara Rp38,1 triliun), BNI (USD 2,1 miliar setara Rp 30,8 triliun), CT Corpora (USD 1,02 miliar setara Rp 15,1 triliun), Bank Panin (USD 933,9 juta setara Rp 13 triliun) dan Bank Sinarmas (USD 705,4 juta setara Rp 10,4 triliun). Sisanya merupakan LJK yang berasan dari Malaysia (Malayan Bank), Inggris (Barclays) serta Jepang (Mizuho Financial).
Dari total pendanaan yang diterima Sinarmas Group mencapai Rp 404,6 triliun, sebesar 70,5% berasal dari LJK yang ada di Indonesia. Tercatat LJK di Indonesia memberikan pendanaan mencapai USD 19,3 miliar setara Rp 285,3 triliun, disusul Inggris USD 1,96 miliar setara Rp 29 triliun, Jepang USD 1,7 miliar setara Rp 25,8 triliun, China USD 1,54 miliar setara Rp 22,7 triliun dan Malaysia USD 1,44 miliar setara Rp 21 triliun.
“Anehnya, semakin tinggi kejahatan dan dampak yang ditimbukan Sinarmas Grup, bank terus menerus menggelontorkan pendanaan jumbo. Artinya bank tidak memiliki komitmen menghentikan perubahan iklim. Padahal OJK sejak 2015 telah menerbitkan kebijakan keuangan berkelanjutan,” katanya.
Komitmen pemerintah melalui Satgas TPPU yang dibentuk Menkopolhukam pada 3 Mei 2023 dan Tim Gabungan Penanganan Dugaan TPPU Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dibentuk KLHK pada 11 Mei 2023 yang sedang gencar memberantas TPPU di sektor pajak, korupsi dan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan serta komitmen Indonesia untuk menghentikan perubahan iklim pada 2023,
“OJK dan BI tidak lagi mengulangi kesalahannya membiarkan perbankan menggelontorkan dana untuk pembangunan parbrik baru INKP di Karawang. Mulailah mengecek performa mereka di lapangan,” tutupnya.
SHARE